Opini Pos Kupang
Habis Seroja Harus Timbul Kesiapsiagaan!
Selama ini kita hanya mengenal angin ribut atau angin puting beliung yang kerap memporakporandakan rumah warga dan mendatangkan kerugian

Oleh : dr.Hermanus Man, Pemerhati Bencana/Wakil Wali Kota Kupang
POS-KUPANG.COM - Selama ini kita hanya mengenal angin ribut atau angin puting beliung yang kerap memporakporandakan rumah warga dan mendatangkan kerugian.
Namun kita semua dikejutkan bahkan menjadi korban terdampak ketika pada tanggal 5 April 2021 lalu badai Seroja meluluhlantakkan wilayah NTT terutama Alor, Lembata, Adonara, pulau Timor, Rote, Sabu dan Sumba dengan gejala utamanya rumah rusak ditiup angin, longsor, jembatan hanyut, banjir, rumah dan sawah terendam.
Setelah seminggu kejadian, kita dapat menyimpulkan paling kurang ada 6 "gejala" kerusakan wilayah NTT termasuk Kota Kupang.
Pertama, kerusakan rumah dan pemukiman. Kita menyaksikan ribuan rumah rusak, atap hilang, tembok rubuh dan rumah menghilang akibat banjir dan longsor. Perayaan Pesta Paskah kehilangan kemeriahannya meski makna Paskah tetap dihayati umat Kristiani karena ribuan warga mengungsi ke tempat-tempat umum yang aman seperti gereja, masjid, sekolah dan rumah tetangga yang luput dari serangan Seroja.
Baca juga: SBY Ungkapkan Rasa Kehilangan Atas Kapal Selam KRI Nanggala 402: Selamat Jalan Pahlawan Hiu Kencana
Baca juga: Presiden Jokowi Sebut Pemerintah Jamin Pendidikan Putra-Putri Prajurit KRI Nanggala 402
Hampir semua warga mengeluh "untung kami luput dengan pakaian di badan saja". Kita beruntung karena adanya sebagaian besar tokoh agama dan para dermawan menyediakan nasi bungkus dan nasi kotak untuk sesama warga yang mengungsi.
Kedua, kerusakan infrastruktur seperti jalan, jembatan bendungan, lampu jalan dll yang rusak. Bahkan listrik, telepon, air minum, transportasi umum (life line) terputus.
Sampai hari ini (25 April 2021) masih banyak jaringan listrik, internet dan air minum yang belum berfungsi sebagai mana mestinya. Kota menjadi gelap dan "mati".
Beruntung warga sadar akan keamanan swakarsa dan kerja keras Polri, TNI dan para Lurah/Kades serta perangkatnta sampai RW dan RT untuk mengamankan kota/desa sehingga tidak terjadi gangguan kamtibmas seperti pencurian atau penjarahan milik sesama yang mengungsi.
Baca juga: Pemimpin Baru Harapan Baru
Baca juga: Kapan Nuzulul Quran, Lailatul Qadar atau Malam 17 Ramadan? Simak Penjelasan Ulama
Ketiga, kerusakan fasilitas sosial dan fasilitas umum, seperti bangunan gereja, masjid, sekolah. Kerusakan itu tidak saja karena badai tetapi tertimpa pohon yang tumbang atau dahan-dahan yang patah.
Keempat, kerusakan jaringan ekonomi seperti kios-kios, pasar tradisional, pertokoan yang menyebabkan warga kesulitan menjadi kebutuhan pokok. Tidak saja karena kerusakan tetapi para pemiliknya ikut mengungsi karena takut tertimpa bahaya.
Warga tidak saja mengalami kerugian tetapi secara ekonomis dilanda "badai" para pedagang spekulan yang mengunakan "kesempatan dalam kesempitan" menaikkan harga komoditas kebutuhan warga seperti lilin, bensin, paku dan bahan bangunan lainya yang dibutuhkan warga untuk merehabiltasi rumahnya.
Kelima, kerusakan sarana lintas sektor dan bangunan kantor pemerintah dan swasta. Rumah sakit dan puskesmas ikut diobrak-abrik badai ini. Banyak bangunan kantor yang tidak bisa difungsikan karena kerusakan secara fisik.
Ada kantor yang atapnya hilang dan meninggalkan kerangka baja ringan, ada juga kantor yang rusak tertimpa pohon. Tentu ini semua berdampak pada kecepatan dan mutu pelayanan publik khususnya yang diberikan perangkat pemerintah daerah.