Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang, Pr : Pemerintah Perhatikan 3 Titik Irigasi di Pulau Timor
lingkungan hidup kita agak lebih aman untuk masyarakat terutama untuk masyarakat kecil, masyarakat petani
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang, Pr : Pemerintah Perhatikan 3 Titik Irigasi di Pulau Timor
POS-KUPANG.COM | KUPANG --Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr meminta pemerintah memerhatikan 3 titik irigasi yang ada di Pulau Timor
Hal ini diungkapkan pada Jumat 23 April 2021 di Istana Keuskupan Agung Kupang.
"Kita harap bahwa pemerintah, sesudah siklon di sini akan memperhatikan benar, sarana - sarana yang ada sehingga lingkungan hidup kita agak lebih aman untuk masyarakat terutama untuk masyarakat kecil, masyarakat petani," kata Uskup Turang.
"Saya (ambil) contoh, karena irigasi yang ada di Oepoli tidak benar, artinya sudah dibiarkan, maka mereka orang Oepoli yang punya lahan yang begitu besar untuk padi, kita harus membantu mereka dengan beras. Sebenarnya lucu. Atau Bena yang punya hamparan (sawah) luas kita harus bantu mereka dengan beras padahal mereka sebenarnya sumber beras untuk kita," lanjutnya.
Baca juga: Danrem 161/Wira Sakti Brigjen TNI Legowo Jatmiko Uskup Agung Kupang, Ini Tujuannya, Simak Beritanya
"Pemerintah dalam tahun mendatang bisa perhatikan tiga tempat irigasi yang baik di Pulau Timor untuk menjaga swasembada beras. Daerah Oepoli, Oesao dan Bena, Linamnutu," tambahnya lagi.
Dikatakan Uskup Turang, kalau irigasi tersebut diperhatikan, persediaan beras akan cukup sehingga tidak tergantung dari termpat lain.

Terkait bencana badai siklon tropis seroja yang baru saja menimpa NTT tanggal 4 April lalu, Uskup Turang mengatakan, hal tersebut ada kaitannya dengan global warming.
"Jadi kita boleh katakan tetap harus mempunyai semangat dalam hati dan dalam tangan untuk menjaga adar bumi kita ini "sejuk" dalam arti bahwa polusi - polusi dan lain sebagainya yang meningkatkan pemanasan global itu dikurangi," kata Uskup kelahiran Minahasa ini.
"Kita ambil contoh pada saat siklon ini hantam Kota Kupang, hampir semua pohon - pohon berjatuhan ke jalan. Jadi sebenarnya, menurut saya, satu refleksi, benar atau tidak, bahwa itu menandakan bahwa kamu manusia dengan adanya jalan ini kamu mondar mandir, mobilitas terlalu tinggi, terlalu cepat dan menghasilkan polusi yang tinggi juga di jalan - jalan, mobil motor dan lain - lain, supaya kamu berpikir pelan - pelan sedikit. Lambat sedikit. Kita menggunakan, boleh katakan, apa yang Tuhan berikan kepada kita kita jaga baik terutama tanam pohon, jaga," jelasnya.
Baca juga: Pesan Puasa 2021 Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr dan Tata Cara Penerimaan Abu
Uskup Turang juga menambahkan, pemerintah bisa membuat saluran - saluran air dengan benar supaya pada saat banyak air akibat hujan berintensitas tinggi, air tidak menghantam manusia dengan materi lain tapi kembali ke alam, ke laut atau ke mana saja yang tidak berakibat kerusakan pada manusia dan lain sebagainya.

"Karena itu soal lingkungan hidup memang pertama - tama persoalan hati manusia, apakah kita memang sungguh - sungguh mau mendapat oksigen yang cukup atau kita lambat laun mengurangi oksigen yang kita makin hari makin bagi diantara manusia," tandasnya.
Selain itu, lanjut Uskup Turang, pulau ini juga adalah pulau ternak. Banyaknya ternak sapi yang ada menimbulkan zat metana dari cirit - cirit sapi.

"Kita punya lapangan di sini kan dia punya rumput kecil - kecil karena sudah dihantam oleh cirit sapi yang banyak sehingga tidak berkembang lagi sebenarnya rumput - rumput yang lebih tinggi yang menjadi makanan dari sapi," ujarnya.
Baca juga: Renungan Akhir Tahun 2020 Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang
"Itu hanya sedikit saja. Bukan berarti kita mengurangi ternak sapi, tapi kita harus membuat satu sistem peternakan yang membantu kita untuk tidak terdampak oleh polusi yang datang dari cirit sapi dan lain sebagainya yang membantu atau memperbesar pemanasan - pemanasan di dunia ini," lanjutnya.
"Sebenarnya kita harus siap. Kita di sini dulu bikin rumah dari bebak. Tidak ada semen tidak ada besi beton. Salah satu yang menyebabkan pemanasan global adalah pabrik semen dan pabrik besi baja karena itu yang menimbulkan (efek) rumah kaca. Orang kan berpikir rumah kaca pakai kaca. Tidak. Ini yang rumah kaca (menunjuk tembok), sehingga sinar matahari datang, diserap oleh kita punya semen dengan besi dan dia membuat pemanasan sedangkan rumah - rumah yang tinggi dan pakai kaca dia pantul sinar matahari sehingga tidak menyebabkan pemanasan global," jelasnya.

Uskup Turang juga mengakatan, kita selalu salah berpikir bahwa yang disebut rumah kaca adalah bangunan - bangunan dengan kaca, sementara yang menyebabkan efek rumah kaca sendiri adalah bangunan - bangunan dengan semen dan besi.
Baca juga: Kapolda NTT dan Uskup Agung Kupang Bahas Toleransi dan Kerukunan Umat di NTT
"Jadi, kita harus memperhatikan benar lingkungan hidup sebagai mana kita sudah perhatikan, dengan adanya pohon - pohon yang sebenarnya melindungi banyak (rumah) di Kota Kupang," katanya.
"Itu pohon. Dia tumbang tapi dia menjaga. Hampir sedikit sekali rumah di Kota Kupang yang ditimpa pohon, ada jalan. Seakan - akan ini siklon ini punya hati, punya jiwa, saya mau baik dengan kamu cuma kamu berpikir sedikit supaya jaga ini lingkungan ini menjadi satu bagian dari perjalanan hidup manusia yang share oksigen dengan benar dan juga memperhatikan orang - orang yang berada dalam kekurangan yang banyak," tutupnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi)