Opini Pos Kupang
Trauma Healing untuk Korban Bencana
Beberapa waktu lalu, NTT mengalami bencana Siklon Tropis Seroja. Tidak sedikit jumlah korban yang berjatuhan
Trauma Healing sangat diperlukan di Indonesia yang merupakan Negara rawan bencana alam. Khusus di NTT yang diprediksi akan selalu menghadapi siklus badai siklon tropis setiap tahun, maka trauma healing adalah hal urgen yang patut diberikan setiap saat.
Bencana siklon tropistersebut banyak menimbulkan kerugian dan kesedihan pada korbannya. Bahkan tak jarang pula korban mengalami trauma berat. Memang ketakutan terhadap bencana siklon tropisadalah reaksi yang sangat umum dialami oleh korban.
Terkadang korbanmengalami pengulangan ingatan mengenai bencana tersebut yang kemudian dapat berkembang lebih serius menjadi rasa hilangnya emosi, atau bahkan mengalami insomnia, waspada berlebihan, dan perasaan tidak aman.
Selain itu, para korban juga bisa mengalami kesedihan mendalam, merasa hampa serta tak berdaya, dan enggan bergaul. Gejala psikis itu tak bisa dibiarkan berlarut-larut.
Mereka harus segera dibantu supaya pulih kesehatan mentalnya. Pada anak-anak, trauma terhadap bencana siklon tropis inidapat merenggut keceriaan anak.
Penanganan dampak psikologis terhadap korban dalam konteks bencana siklon tropis di NTT perlu ditempuh dengan cara memberikan dukungan psikososial dan pemulihan trauma.
Selama ini ada anggapan bahwa pemulihan trauma bertujuan untuk melupakan peristiwa traumatik, sementara memori manusia mustahil melupakan peristiwa pahit seperti bencana siklon tropis ini. Akan tetapi, jika dukungan psikososial dan pemulihan trauma dilakukan secara intens, maka para korban bisa pulih secara perlahan.
Karena itu, jelas bagi saya, trauma healing lebih tepat dilekatkan pada penanganan dampak psikologis yang diberikan pada korban bencana siklon tropis yang baru terjadi.
Kelompok masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam penanganan dampak psikologis bencanaadalah lansia, anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas. Anak-anak membutuhkan perhatian lebih karena mereka belum memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan perasaan.
Pada anak-anak traumahealing dapat dilakukan melalui beberapa metode, seperti melalui teknik playteraphy pada anak. Dengan menggunakan playtherapy, anak akan diajak mengatasi traumanya melalui media permainan.
Metode lain yaitu dengan terapi melalui kegiatan menggambar, bernyanyi, atau hal rekreatif lainnya, sebab dengan begitu anak dapat mengekspresikan emosi yang ada di dalam dirinya.
Sementara perempuan membutuhkan dukungan secara psikologis pasca-bencana karena mereka memikul beban ganda: menjalankan tugas sebagai tulang punggung keluarga (apabila suaminya meninggal) sekaligus melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik.
Mereka juga rentan mengalami pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Sedang, untuk lansia dan disabilitas, mereka jelas membutuhkan dukungan sosial dari berbagai pihak, agar kemampuan beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru bisa membuat mereka menjadi lebih tenang.
Secara umum, terdapat dua jenis trauma healing, yaitu yang berfokus pada trauma dan yang tidak berfokus pada trauma. Proses trauma healingyang berfokus pada trauma ini akan memusatkan ingatan korban kepada peristiwa traumatis tersebut. Misalnya dengan melakukan terapi pemaparan (exposure therapy).
Terapi pemaparan adalah trauma healing yang sangat direkomendasikan untuk seseorang dengan PTSD. Proses trauma healing ini berfokus mengubah struktur ketakutan yang ada di dalam pikiran, sehingga korban tidak lagi bermasalah ketika melihat hal yang mengingatkan pada momen tersebut.