Faba Dihapus dari Daftar B3, DLH Tetap Awasi Pemanfaatannya di PLTU Ropa Ende

Faba Dihapus dari Daftar B3, DLH Tetap Awasi Pemanfaatannya di PLTU Ropa Ende

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
PLN UPK Flores untuk POS-KUPANG.COM
Proses pembuatan batako di PLTU Ropa 

POS-KUPANG.COM | ENDE - Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ( NTT) menyatakan tetap melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan Faba di PLTU Ropa kendati limbah batu bara tersebut tersebut sudah sudah dihapus dari limbah B3 atau bahan berbahaya, beracun.

Piet Djata, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Ende, menerangkan, Faba dikeluarkan atau dihapus dari daftar limbah B3, termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurutnya, dengan dihapusnya Faba dari daftar limbah B3 maka pengelolaan atau pemanfaatan Faba tidak perlu melalui izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun, Dinas Lingkungan hidup wajib melaksanakan pengawasan terkait pengelolaan dan pemanfaatan Faba.

"Faba menjadi limbah non B3, tetapi terdaftar. Terdaftar maksudnya, pengelolaan atau pemanfaatan mesti tetapi diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup," kata Piet saat diwawancarai POS-KUPANG.COM, Senin (30/3/2021).

Baca juga: PLN Salurkan Batako dari FABA PLTU Ropa Bantu Masyarakat Ende

Baca juga: PLTU Ropa Ende Produksi 40 Ribu Batako dari Faba Bisa Untuk Bedah Rumah Masyarakat Miskin

Dia mengatakan, penyusunan PP 22 Tahun tentu melewati kajian yang dalam dan proses yang panjang.

Senada dengan Piet, Lambok Siregar, Manager UPK Flores menjelaskan, dengan adanya PP 22 ini ada kelonggaran bagi PLTU untuk pemanfaatan Faba, tidak lagi harus menunggu ijin dari KLHK.

"Tapi terdaftar, artinya pemanfaatannya harus dikendalikan oleh pihak PLN sebagai penghasil dan Dinas Lingkungan Hidup sebagai pengawas," kata Lambok.

Sebelumnya, diberitakan POS-KUPANG.COM, Pemerintah Daerah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Manajemen Unit Pelaksana Pembangkitan (UPK) Flores berkomitmen memanfaatkan Faba (flyash dan bottomash) atau limbah batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa, untuk kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Lambok Siregar Sebut PLTU Ropa Ende Tidak Diwajibkan Memiliki Amdal, Ini Alasannya

Baca juga: Soal Limbah PLTU Ropa Bupati Ende Bersurat ke Kementerian, Limbah Pertanian Ganti Batu Bara

Limbah batu bara tersebut oleh pihak PLN diolah menjadi material bangunan, yakni batako, di PLTU Ropa. Batako tersebut akan digunakan untuk membangun rumah layak huni, bedah rumah tidak layak huni bagi masyarakat miskin serta pembagunan rumah - rumah ibadah.

Tahun 2021 ini, akan dibangun rumah percontohan. Program ini direncanakan berjalan efektif mulai 2022. Pemkab Ende diharapkan memiliki basis data yang akurat terkait sebaran rumah tidak layak huni, masyarakat miskin yang belum punya rumah, sehingga program ini tepat sasaran dan merata.

Sabina Dhelo, janda miskin lima anak, mengaku baru mengetahui informasi program ini dari POS-KUPANG.COM dan ia sangat senang. Sabina tidak punya rumah. Sudah 30 tahun lebih Sabina tinggal di rumah milik salah satu sanak keluarga mereka, di RT 08, RW 03, Kelurahan Potulando, Kota Ende.

Kondisi rumah yang mereka tempati itu sangat memerihatinkan. Rumah dari bambu tersebut sangat sempit dan pendek, kandang ternak berhimpimpitan dengan rumah, sementara kamar wcnya darurat.

Harapan Sabina memiliki rumah sendiri, pupus, sejak Feliks Sumbi, suaminya, meninggal dunia, 2008 silam. Feliks meninggal dunia akibat gagal ginjal. "Dia (Feliks) meninggal 18 Maret 2008, di rumah ini," kata Sabina saat diwawancarai, POS-KUPANG.COM, Minggu (28/3/2021).

Feliks dan Sabina, pindah dari Tomberabu, kampung halaman mereka ke Kota Ende pada tahun 90an. Mereka mencari nafkah di Kota Ende dengan jualan rempah-rempah.

Mereka dikaruniai lima orang anak. Saat ini yang masih tinggal bersama Sabina, Marsiana Sofi, anak bungsu, sementara kakaknya-kakaknya Marsiana, semuanya di perantauan.

"Dulu saya sering bilang ke suami, kita bangun rumah. Tetapi karena anak-anak sekolah kami fokus ongkos anak. Ehh setelah itu dia meninggal dunia, saya langsung berhenti jualan, sakit - sakit. Tanah ada tapi mau bangun rumah tidak ada uang," ungkapnya.

Sabina mengaku mereka memiliki satu bidang tanah seluas 6 x 10 meter, di RT 09, Kelurahan Potulando. POS-KUPANG.COM, lantas mengajak Sabina melihat tanah tersebut, tidak jauh dari rumah yang mereka tempati.

Di atas bidang tanah tersebut ada bangunan rumah bambu yang sudah reot dan nyaris ambruk. "Kami mau tinggal di sini, tapi lihat sendiri, bagaimana mau tinggal ini hujan angin bisa masuk ke dalam rumah, tidak ada kamar mandi, kamar WC, juga tidak ada," kata Sabina.

Marsiana Sofi, mengaku mereka belum tau betul bahwa Pemda Ende berkolaborasi dengan PT. PLN UPK Flores, tengah menggagas program bedah rumah tidak layak huni dan bangun rumah bagi masyarakat miskin di Ende.

"Dengar - dengar informasi saja, tapi tidak tau persis. Kalau memang betul, kami berdoa saja, kami harap kami juga dapat program itu. Saya sebagai anak juga belum cukup bisa membantu orangtua, karena pendapatan saya sebagai guru honor kecil, cukup buat makan saja dan kebutuhan sehari - hari," ungkapnya.

Menurutnya, di RT mereka cukup banyak warga tinggal di rumah tidak layak huni. Ia juga berharap warga yang senasib dengan mereka juga tersentuh program tersebut. "Kaka tadi keliling di sini kan, kaka lihat sendiri rumah - rumah di sini," ungkapnya.

Sehubungan dengan itu, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Ende mesti punya data akurat terkait jumlah dan sebaran masyarakat yang tidak memiliki rumah atau menempati rumah tidak layak huni.

Senada dengan Marsiana, Hartati, juga warga RT 08, mengatakan, wilayahnya mereka banyak rumah tidak layak huni dan hampir semua penghuninya tidak memiliki pekerjaan tetap. "Banyak buruh lepas," ungkapnya.

Warga lain, Yakobus Ruben (62), di Kelurahan RT 015, Kelurahan Kota Ratu, mengaku tidak punya modal yang cukup untuk membangun rumah. "Anak kuliah dua orang yang SMA satu orang," kata Yakobus.

Ruben mencari nafkah dengan menjual obat-obattan tradisional. Penghasillannya per bulan, tidak tetap, maksimal hanya berkisar Rp. 1,5 juta. Dengan pendapatan yang demikian Ruben tidak mampu membangun rumah. Ruben mengaku senang ada program pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat miskin.

Proses Pembuatan Batako di PLTU Ropa

Sebuah langkah inovasi di PLTU Ropa Ende yakni membuat batako dari limbah batu bara, mengingat, sejak berdirinya PLTU Ropa pada 2012 silam, ribuan ton limbah batu bara diangkut ke Pulau Jawa.

Kehadiran Lambok Siregar, sebagai Manager PT. PLN UPK Flores, mengubah mindset, soal pengelolaan. Maret 2020, Lambok menggagas ide, Faba, lebih baik diolah menjadi bahan konstruksi untuk masyarakat.

Soal pengelolaan Faba, merujuk pada undang-undang nomor 32 Tahun 2009, pengolahan Faba hanya ada tiga yakni landfill, pengangkutan dan pemanfaatan.

Lambok Siregar lebih tertarik pada aspek pemanfaatan, agar punya dampak positif bagi masyarakat.

Lambok menerangkan, PLTU Ropa dibangun sejak 2012 dengan kapasitas 2 x 7 MW. Unit pertama operasi pada tahun 2015 dan unit kedua ada tahun 2019.

Pasokan batubara diperoleh dari pulau Kalimantan. Limbah batu bara sebelumnya dibawa ke Jawa Timur oleh perusahaan pengangkut Faba dan kemudian dimanfaatkan untuk pabrik semen dan konstruksi.

Kebutuhan batubara rata - rata 230 ton per hari, per bulan rata rata 8000 ton. Faba yang dihasilkan PLTU Ropa sebanyak 10 ton per hari.

"Inovasi pemanfaatan FABA menjadi batako sudah umum dilakukan, namun di Provinsi NTT baru ada di Ende. Inovasi ini mulai digulirkan sejak bulan maret 2020 dengan melakukan uji coba dan pengujian bekerjasama dengan ITS," ungkapnya.

Menurutnya, proses pembuatan batako dengan Faba dilakukan dengan pencampuran semen, pasir dan Faba. Pembuatan batako lebih dominan dikerjakan oleh mesin sehingga membutuhkan banyak tenaga manusia.

"Pengisian, pencampurannya atau mixing, pakai mesin. Kita punya dua set mesin, satu mesin butuh tiga orang. Petugas tinggal memindahkan atau menyusun batako yang sudah jadi," ungkapnya.

Pemanfaatan Faba akan menghemat penggunaan semen hingga 60% dibandingkan dengan batako konvensional.

Menurutnya, kekuatan batako dengan campuran Faba lebih tinggi 20% dibandingkan batako konvensional. Dengan mesin pengolah yang dimiliki PLTU Ropa, kapasitas produksi per hari mencapai 3000 buah per hari.

"Tenaga kerja yang digunakan saat ini 6 orang dengan jadwal pekerjaan hanya 1 shift. 1 ton Faba dapat menghasilkan 200 buah batako. Untuk kebutuhan FABA per hari sebanyak 15 ton," ungkapnya.

Lambok menguraikan, keunggulan batako dari Faba adalah biaya produksinya yang jauh lebih hemat, kekuatannya yang lebih tinggi dan lebih hemat penggunaan semen sebanyak 40% dalam aplikasi nya untuk pembangunan rumah.

Selain untuk batako, lanjutnya, Faba PLTU Ropa juga sudah diuji coba untuk pembuat paving block, kanstine pembatas jalan. Inovasi Faba selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan jalan raya sebagai road base, dan ready mix untuk prasarana lain nya seperti saluran drainase dan jalan rabat beton.

Dia katakan, dengan diterbitkannya PP No 22 tahun 2021 oleh pemerintah yang sudah menyatakan Faba adalah limbah non B3 dan mengamanatkan pemanfaatan nya untuk pembangunan masyarakat menjadi momentum bagi Ende sebagai daerah yang terdepan dalam pemanfaatan Faba untuk kesejahteraan masyarakat daerah.

Dia katakan, PLN UPK Flores dan Pemerintah Kabupaten Ende sudah berkomitmen untuk memanfaatkan Faba PLTU Ropa bagi kesejahteraan masyarakat Ende yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama.

Lanjutnya, beberapa waktu lalu dirinya mengikuti rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Bupati Ende Djafar Achmad, terkait pemanfaatan Faba. "Rakor ini menindaklanjuti dinamika terkait pengelolaan Faba," kata Lambok.

Lambok menjelaskan, dengan adanya PP 22 ini ada kelonggaran bagi PLTU untuk pemanfaatan Faba, tidak lagi harus menunggu ijin dari KLHK. "Tapi terdaftar, artinya pemanfaatannya harus dikendalikan oleh pihak PLN sebagai penghasil dan Dinas Lingkungan Hidup sebagai pengawas," ungkapnya.

Menurutnya, dalam Rakor tersebut, Pemda Ende berkomitmen untuk secepatnya pemanfaatan Faba untuk masyarakat bisa berjalan, antara lain batako dari Faba digunakan untuk bedah rumah masyarakat miskin dan pembangunan rumah ibadah.

"Program ini menjadi program jangka panjang Pemda Ende untuk mengentaskan kemiskinan, karena masih banyak rumah yang tidak layak huni di Ende," kata Lambok.

Sehubungan dengan itu, kata Lambok, Bupati Ende tegaskan OPD terkait harus bisa menjual bahwa menjadi program ini menjadi program unggulan Kabupaten Ende, sehingga bisa mendapatkan dukungan dari KLHK entah pelatihan atau peralatan.

Sementara itu, Bupati Ende Djafar Achmad menegaskan, Pemkab Ende berencana akan menggunakan batako dari Faba tesebut untuk membangun rumah layak huni mulai tahun 2022 melalui renja di SKPD terkait.

"Kita akan rencanakan mulai tahun depan untuk pembangunan rumah layak huni terutama untuk 171 desa tertinggal dan 11 desa sangat tertinggal " Ujar Bupati Djafar

Pembangunan rumah layak huni dijelaskan Bupati Djafar perlu intervensi karena fasilitas rumah sehat menjadi indikator kemiskinan di NTT. Kebijakan pembangunan rumah layak huni dengan menggunakan batako hasil Faba.

"Kalau kita hitung yah setahun kita bisa bangun 156 rumah layak huni. Dan batako hasil Faba dapat mengirit pembiayaan hingga 40 %. Nanti kita akan lakukan program bedah rumah sebagai contohnya yah kita coba 100 rumah dulu," ungkapnya.

Vinsen Sangu Minta Pemda Serius Jalankan Program Bedah dan Bangun Rumah

Anggota DPRD Kabupaten Ende, Vinsen Sangu, mendesak Pemerintah Kabupaten Ende agar serius menjalankan program bedah dan bangun rumah bagi masyarakat miskin, sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan.

"Ini harus dijalankan secara serius oleh Pemerintah sebagai eksekutif, DPRD sebagai sebagai reprentasi rakyat, untuk melaksanakan fungsi pengawasan, budgeting dan fungsi pembentukan peraturan daerah," kata Vinsen.

Vinsen mendesak Pemkab Ende, mesti punya kesiapan terkait pelaksanaan program tersebut terutama soal basis data. Vinsen tegaskan, data rumah tidak layak huni atau masyarakat miskin yang tidak punya rumah serta penyebarannya harus akurat agar program tersebut tepat sasaran dan merata.

"Jadi saya mendesak pemerintah melalui Dinas terkait perlu sediakan sistem data yang baik, rinci dan lengkap, berkualitas dan mudah dilihat oleh siapapun di era saat ini," tegas Vinsen," ungkapnya.

Vinsen juga mendorong pemerintah untuk menangkap momentum kebijakan pemerintah di tingkat provinsi maupun pusat, memberikan perhatian pada pengentasan kemiskinan, perlu menyiapkan dokumen kebijakan setingkat peraturan daerah terkait.

"Rancangan kebijakan tersebut bersama legislatif, dibahas, karena ini menjadi salah satu titik penting bagi pemerintah di tingkat atas untuk gelontorkan progran pengentasan kemiskinan, salah satunya membangun rumah tidak layak huni bagi masyarakat miskin," ungkapnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti)

Berita PLTU Ropa

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved