Policarpus Bala, 'Orang Gunung' yang Berjuang Melestarikan Penyu di Lembata

Policarpus Bala memulai semuanya di pesisir Pantai Loang, Kecamatan Nagawutung

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Policarpus Bala, 'Orang Gunung' yang Berjuang Melestarikan Penyu di Lembata
Foto Policarpus Bala
Pegiat penyu di Lembata, Policarpus Bala, sedang bersama anak-anak pesisir di Loang dan Riangdua dalam rangka edukasi pelestarian penyu di sana. Proses edukasi terus dilanjutkan dengan cara mengajak anak-anak ke pantai dan membuka taman baca.

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Policarpus Bala memulai semuanya di pesisir Pantai Loang, Kecamatan Nagawutung. Tak hanya melestarikan ribuan anak penyu (tukik), dia juga harus berjuang meyakinkan masyarakat pesisir untuk tidak berburu penyu lagi. Inilah tantangan terbesarnya.

Namun, berkat komitmen dan konsistensinya, Policarpus Bala sekarang sudah dikenal sebagai salah satu pecinta penyu di Kabupaten Lembata. Policarpus adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata.

Berasal dari Lerek, sebuah kampung yang terletak di dataran tinggi Atadei, tak jauh dari Gunung Api Ile Werung. Oleh karena itu, dia dijuluki 'Orang Gunung' yang melestarikan penyu di pesisir pantai Lembata.

Baca juga: Update Kode Redeem FF Hari Ini 29 Maret 2021, Ayo Tukar Kode Redeem Free Fire Terbaru & 100% Work

Dirinya mulai tertarik pada reptil penyu sejak tahun 2014.

"Penyu itu buat saya tertarik karena dia reptil laut tapi mau berkembang biak dia kembali ke darat. Ini unik untuk saya," kata Policarpus saat ditemui di Kota Baru, Lewoleba, Sabtu (27/3/2021).

Saat itu, dia ditugaskan sebagai Kepala Puskesmas Loang, sebuah wilayah pesisir di Kecamatan Nagawutung. Perburuan penyu begitu marak di tengah masyarakat.

Baca juga: TPA Waijarang Mulai Difungsikan Tapi Akses Jalan Masuk Belum Ada

Seorang bisa menangkap lima sampai tujuh ekor penyu sehari. Dari situ dia mulai membangun diskusi dengan masyarakat, sekadar untuk mengajak mereka berhenti berburu penyu yang banyak ditemukan di pesisir pantai Loang. Program pelestarian penyu pun mulai digagas pada tahun 2016.

"Masyarakat tanya kalau kami tidak tangkap penyu kami mau makan apa, dapat uang darimana. Lalu saya cerita dengan mereka, pelan pelan saya coba dulu untuk ajak mereka berhenti berburu penyu," kata salah satu anggota Komunitas Pencinta Alam di Lembata tersebut.
Perjuangannya melestarikan penyu di Loang tidak mudah.

Orang-orang sempat menyebut dirinya 'kepala puskesmas yang tidak ada kerjaan' atau 'orang gila'. Ucapan-ucapan sinis itu tidak digubris olehnya.

"Saya menikmati saja semua itu," imbuhnya.

Pada April 2016, dia dan sejumlah pegiat menemukan sarang penyu pertama di pesisir pantai Loang. Proses edukasi pun terus dilanjutkan dengan cara mengajak anak-anak ke pantai dan membuka taman baca.

Dalam proses edukasi, Policarpus mengakui hal yang sulit dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan orang dewasa. Itulah sebabnya dia berinisiatif membuka taman baca dan mengajak anak-anak para nelayan yang pada malam harinya sering berburu penyu.

Harapannya, dengan pengetahuan yang diperoleh saat edukasi di taman baca, anak-anak bisa sendiri mengingatkan orangtua mereka di rumah untuk tidak lagi berburu penyu.

Policarpus pun mendirikan pusat edukasi dan taman baca di Loang dan Riangdua.

Pada tahun 2016, Susi Pudjiastuti yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan melawat ke Kabupaten Lembata.

Policarpus menangkap kunjungan ini sebagai momentum untuk menunjukkan kepada masyarakat kalau penyu itu harus dilestarikan dan bukan untuk diburu.

Dia pun berkoordinasi supaya Menteri Susi bisa singgah sebentar di pantai Loang atau Riangdua untuk melepas tukik. Rencana ini pun terwujud dan mengundang decak kagum.

"Bagi saya itu luar biasa. Kehadiran Menteri Susi saja sudah luar biasa. Waktu itu euforia masyarakat luar biasa, ada yang datang peluk saya dan bangga. Pesan ibu Susi waktu itu untuk menjaga penyu dan itu memotivasi saya ternyata penyu itu penting," kenang anggota Gema Putra Putri Lembata (Gempita) ini.

Dia memperkirakan saat ini sudah ada 300 lebih sarang penyu di pesisir Loang yang artinya ada 300 penyu betina yang naik ke pantai Loang untuk berkembang biak.

Jika dihitung dari tahun 2016 sampai sekarang, maka sudah ada puluhan ribu butir telur penyu di pesisir tersebut. Lokasi pantai Loang dan Riangdua juga sudah jadi lokasi penelitian penyu atau anak penyu (tukik) di Kabupaten Lembata.

Mahasiswa dari negara Ceko dan Universitas California AS tercatat pernah melakukan penelitian di sana.

"Mahasiswa mau belajar kelautan khususnya penyu datang saja ke Loang saja, tidak perlu jauh-jauh ke Bali," ujarnya.

Di sana juga sudah ada komunitas pencinta penyu yang dinamakan Sahabat Penyu Riangdua (Sapu Rindu) dan Sahabat Penyu Loang (Sayang).

Acara pelepasan tukik di Loang atau Riangdua yang biasa dilakukan juga banyak menyedot ratusan wisatawan lokal.

"Kita buat program penyu bukan tentang uang. Saya bukan belajar tentang binatang ini dilindungi atau tidak, saya hanya punya mimpi masyarakat bangun wisata sendiri, orang tertarik dengan program ini dan bicara soal ekowisata berbasis masyarakat," pesannya.

Dia bermimpi Lembata jadi salah satu destinasi wisata penyu yang berbasis masyarakat. Jadi, salah satu tujuan wisawatan datang ke Lembata adalah untuk melihat penyu dan proses pelestariannya di pesisir pantai Loang atau Riangdua.

"Kalau investor atau orang yang punya uang banyak itu dia bisa buat apa saja dengan pariwisata, tapi orang yang punya uang banyak belum tentu bisa membuat ekowisata," tandas dia. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved