China Ancam Indonesia dan Negara ASEAN akan Dirudal Bila Macam-macam di LCS, AS Kirim Kapal

Negara Tirai Bambu itu mengancam akan menembakan rudalya ke araha negara-negara yang berani macam-macam dengan China di Laut China Selatan

Editor: Alfred Dama
istimewa
Ilustrasi-- Aturan 'Berbahaya' yang Baru Saja Disahkan China di Laut China Selatan Ini Bisa Memicu Perang! 

Pada tahun lalu, Tiongkok ditantang oleh provokasi militer berulang kali dari AS, yang mengirim banyak kapal perang dan pesawat tempur untuk pengintaian jarak dekat di wilayah pesisir Tiongkok dan latihan militer, yang beberapa masuk tanpa izin ke perairan teritorial China di Laut China Selatan.

Kemudian beberapa memasuki Selat Taiwan sebagai dukungan nyata bagi para separatis Taiwan di Pulau Taiwan yang telah berkali-kali ditopang dengan penjualan senjata canggih AS termasuk, dan ditambah dengan pengiriman pejabat tinggi AS ke pulau itu.

Di barat daya, India sekali lagi secara provokatif memicu kebuntuan militer selama berbulan-bulan dengan China termasuk bentrokan fatal yang memakan korban di kedua sisi.

Song mengatakan China terus menghadapi ancaman eksternal, dan kemungkinan tetap menghadapi ancaman di beberapa titik panas yang berpotensi menjadi konflik, sehingga membutuhkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan tempurnya yang komprehensif, yang membutuhkan investasi.

Li Jie, seorang ahli militer yang berbasis di Beijing mengatakan bahwa Presiden AS Joe Biden kemungkinan akan menggunakan strategi pemerintahan sebelumnya yakni era Barrack Obama di kawasan itu untuk menjadi referensi dan terus menekan China dari laut, mencoba mengumpulkan sekutu.

"Laut China Selatan, Selat Taiwan, dan Kepulauan Diaoyu semuanya akan tetap menjadi titik api bagi keamanan maritim," kata Li.

Keduanya menilai potensi konflik-konflik ini membutuhkan pasokan senjata lebih banyak dan peralatan baru, yang semuanya membutuhkan dana.

Peng Huagang, juru bicara Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara China (SASAC, China's State-owned Assets Supervision and Administration Commission), dikutip kanto berita Xinhua, mengatakan pada konferensi pers pada Selasa bahwa untuk langkah selanjutnya, SASAC akan memperluas investasi dalam pertahanan nasional dan industri senjata.

Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (Stockholm International Peace Research Institute/SIPRI)) memperkirakan China menghabiskan US$ 261 miliar atau setara Rp 3.654 triliun untuk belanja militernya pada 2019.

Adapun Amerika Serikat menghabiskan belanja militer US$ 732 miliar atau setara Rp 10.248 triliun, atau sekitar 3,4% dari PDB pada tahun 2019. Belanja militer AS menyumbang 38% dari pengeluaran militer global.

Peningkatan belanja AS pada 2019 setara dengan keseluruhan belanja militer Jerman pada tahun itu. "Pertumbuhan baru-baru ini dalam pengeluaran militer AS sebagian besar didasarkan pada persepsi kembalinya persaingan antara kekuatan-kekuatan besar," kata Pieter D. Wezeman, Peneliti Senior di SIPRI, dilansir situs resminya.

Sebagai catatan, SIPRI mengungkapkan total pengeluaran militer global naik menjadi US$ 1.917 miliar pada 2019. Total untuk belanja militer di 2019 itu naik 3,6% dari 2018 dan pertumbuhan tahunan terbesar sejak 2010.

Lima pembelanja terbesar pada 2019, yang menyumbang 62% dari pengeluaran belanja militer global adalah AS, China, India, Rusia dan Arab Saudi. Ini adalah pertama kalinya dua negara Asia tampil di antara tiga negara pemboros anggaran militer teratas

Banyak analis dan pengamat militer China percaya bahwa anggaran pertahanan negara komunis tersebut akan terus meningkat tahun ini. Bahkan, lebih tinggi dari tahun 2020.

Kenaikan anggaran militer itu diprediksi lantaran pertumbuhan ekonomi China yang positif. Termasuk ancaman militer yang dihadapi China dan kebutuhan Negeri Panda untuk mengembangkan kapasitas pertahanan nasionalnya.

Para ekonom dan pakar fiskal, dilansir Global Times, sempat memperkirakan negeri dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mengurangi pengeluaran secara besar-besaran pada tahun ini karena pengetatan anggaran. Ini terjadi setelah mengalami defisit anggaran yang rekor sebesar 3,6% dari PDB (produk domestik bruto) di tahun lalu akibat pandemi.

Ekonom menilai, perekonomian China mulai memimpin pemulihan secara global dalam upaya bangkit dari kejatuhan ekonomi akibat dihantam Covid-19. Beberapa ahli memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi China bisa tumbuh sekitar 7% tahun ini.

Sebagai catatan, pada 18 Januari lalu, China sudah mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi untuk kuartal keempat 2020. Hasilnya pun di luar dugaan. Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan bahwa ekonomi China diramal tumbuh 6,1% (yoy, year on year).

Namun kenyataannya China tumbuh lebih tinggi. Pada kuartal terakhir tahun 2020, PDB China mampu tumbuh 6,5% (yoy). Dengan begitu China mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif dalam tiga kuartal berturut-turut. (*)

Sebagian artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul: Belum Juga Reda, Tiongkok Kembali Ancam Negara-negara di Laut China Selatan Termasuk Indonesia dengan Serangan Rudal, AS Langsung Kirim Kapal Pengintai https://sosok.grid.id/read/412579526/belum-juga-reda-tiongkok-kembali-ancam-negara-negara-di-laut-china-selatan-termasuk-indonesia-dengan-serangan-rudal-as-langsung-kirim-kapal-pengintai?page=all

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved