Warga Miskin Bertambah 19 Ribu Dampak Pendemi Corona Pemprov NTT Anggap Wajar
Warga Miskin Bertambah 19 Ribu Dampak Pendemi Corona Pemprov NTT Anggap Wajar
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau merupakan kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga terbesar yaitu turun sebesar 3,30 persen. Selain itu, ada kenaikan harga komoditas pokok di Kota Kupang.
Menurut Darwis, terjadi kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar dari 3,14 persen pada Agustus 2019 menjadi 4,28 persen pada Agustus 2020.
Sebanyak 373,22 ribu penduduk usia kerja (9,57 persen) terdampak Covid-19 pada Agustus 2020, yakni 13,76 ribu penduduk menjadi pengangguran, 4,98 ribu penduduk menjadi bukan angkatan kerja, 16,50 ribu penduduk sementara tidak bekerja, dan 337,98 ribu penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja (shorter hours).
Sementarapersentase pekerja setengah penganggur juga naik dari 11,79 persen menjadi 15,10 persen pada Agustus 2020.
Sumba Tengah Terbanyak
Jika dilihat per kabupaten/kota, Darwis mengatakan, Sumba Tengah menjadi kabupaten yang menyumbang persentase kemiskinan terbanyak. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada Maret 2020, persentase kemiskinan di Kabupaten Sumba Tengah mencapai 34,49 persen.
Setelah Sumba Tengah menyusul Sabu Raijua dengan 30,18 persen, Sumba Timur dengan 29,65 persen, Sumba Barat dengan 28,17 persen dan Sumba Barat Daya dengan 28,00 persen.
Selanjutnya, Timor Tengah Selatan (TTS) dengan 27,49 persen, Manggarai Timur dengan 26,52 persen, Lembata dengan 26,14 persen, Ende dengan 23,76 persen, dan Kabupaten Kupang dengan 22,77 persen.
Darwis menjelaskan, kemiskinan tersebut dihitung berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Susenas tahun 2021 baru akan dilaksanakan pada Maret 2021 mendatang. "Angka kemiskinan kabupaten kota ini berdasarkan kondisi Maret 2020," ujar dia.
Pemprov Anggap Wajar
Pemerintah provinsi menganggap wajar dan logis jika NTT berada pada peringkat ketiga tingkat kemiskinan terbanyak.
"Kita berada ketiga termiskin di Indonesia itu hal yang sangat wajar dan logis sekali," ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Pimpinan Setda NTT, Marius Ardu Jelamu saat dihubungi, Kamis (18/2).
Menurut Marius, kajian terhadap tingkat kemiskinan hanya dilakukan berdasarkan pada output semata sehingga hal itu menjadi wajar. Perbedaan input pembangunan wilayah akan mempengaruhi output. Oleh karena itu, untuk menilai tidak hanya melihat pada output belaka.
"Kita tidak bisa melihat hanya output, harus melihat juga inputnya dan juga proses. Mereka tidak pernah mengkaji secara membdalam input pembangunan yang diberikan kepada daerah, ini kan tidak sama yang diberikan kepada barat dan timur," ujarnya.
Meski demikian, pemprov tetap berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dapat menekan angka kemiskinan. Hal tersebut telah terbukti selama pandemi Covid-19. Pertumbuhan NTT positif bahkan di atas rata rata pertumbuhan ekonomi nasional.