Libatkan UGM, Pemda Lembata Kaji Ulang Standar Pembiayaan Dalam Penyusunan APBD
Libatkan UGM, Pemda Lembata kaji ulang standar pembiayaan dalam penyusunan APBD
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Libatkan UGM, Pemda Lembata kaji ulang standar pembiayaan dalam penyusunan APBD
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Paskalis Ola Tapobali, Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata, menjelaskan Penetapan Standar Harga Satuan Regional, Standar Teknis, Standar Harga Satuan dan Standar Biaya Umum, dalam menetapkan besaran biaya bagi aparatur pemerintah dan DPRD di Kabupaten Lembata, masih memakai standar hasil kajian appraisal tahun 2018 silam.
Pemda Lembata berupaya mengevaluasi standar pembiayaan melalui mekanisme mendahului perubahan di DPRD setempat dengan mengajukan anggaran senilai Rp 500 Juta.
• Cegah Penyebaran Covid-19, 21 Warga Binaan Lapas Lembata Dapat Asimilasi di Rumah
Kajian yang melibatkan Universitas Gajah Mada (UGM) sebagai pihak ketiga ini diharapkan dapat menghasilkan formula baru yang akan digunakan dalam penyusunan APBD II pada tahun tahun mendatang.
Studi ilmiah dari para ahli diyakini dapat menghasilkan kajian objektif dan komprehensif guna menjawab tuntutan efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran (2E2K), dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan dan aspek ketertinggalan daerah, dalam menentukan besaran honor bagi aparat pemerintah dan pejabat pemerintahan.
• Pelaku Pencabulan Anak Dibawah Umur Berhasil Diringkus Tim Polsek Kupang Tengah
Kajian tersebut akan berdampak pada besaran tunjangan transportasi dan tunjangan perumahan, biaya reses, biaya makan minum DPRD dan rumah tangga KDH.
"Sebelumnya, standar harga satuan makan minum seragam, baik untuk pejabat negara, Bupati dan Wakil Bupati, sampai kepada KSO semuanya standar sama. Ini kita mau lihat apakah wajar dan patut," ujar Sekda Paskalis Ola Tapobali, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (19/2/2021) di Lewoleba.
Pihaknya mau melihat metode ilmiah dari UGM dengan berbagai masukan. Misalnya dengan melihat tingkat kemahalan, kemudian ada faktor ketertinggalan daerah, dengan faktor 2E2K atau efisiensi, efektif, kepatutan dan kewajaran.
"Semua itu kita minta kaji sesuai basik ilmu, apakah layak atau tidak apa yang ditetapkan oleh Bupati. Kalau dia bilang ini layak, atau ini harus naik, kita sesuaikan," ujar Mantan Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Lembata itu.
Lanjutnya, aspek kewajaran terhadap besaran honor diminta APIP untuk serahkan kepada ahlinya. Kajian tersebut penting guna menghasilkan formula yang akan digunakan ke depannya.
"Dalam konteks honor, orang dengan jabatan tertentu, layak dapat berapa, sudah ada dalam formula yang akan dihasilkan melalui kajian ilmiah tersebut. Dengan bekerjasama dengan UGM, kita hanya mengisi standar biaya masukan, misalnya untuk menghasilkan kegiatan, kita butuh misalnya, ada 10 orang mengikuti kegiatan Bimtek, ditambah kebutuhan lain, seorang dapat biaya berapa," paparnya.
Pemerintah daerah telah menetapkan sejumlah universitas untuk bekerjasama menganalisis dan menetapkan besaran Standar Harga Satuan Regional, Standar Teknis, Standar Harga Satuan dan Standar Biaya Umum dalam Penyusunan APBD II.
"Di Kabupaten Lembata, sedikit merefleksi perjalanan selama ini. Yang disiapkan hanya Standar Satuan Harga (SSH) dan Standar Biaya umum (SBU), kemudian, baru muncul standar satuan harga bangunan dan gedung. Termasuk Analisis Standar Belanja (ASB) ini, kan belum pernah ada," kata dia.
Dia juga membeberkan serangkaian regulasi yang mewajibkan seluruh belanja daerah harus berdasarkan standar harga satuan regional, standar teknis, standar harga satuan dan standar biaya umum.
Mulai dari UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, lalu muncul lagi UU tentang Keuangan Negara, kemudian penjabaran PP 58 tentang pengelolaan keuangan daerah, sampai dengan PP 12 kemudian pasal 298 UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Standar-standar itu harusnya mulai tahun 2006.