Opini Pos Kupang
Sumpah/Janji dan Profanasi
Mircea Eliade (1907-1986) adalah seorang ahli sejarah agama-agama yang dikagumi di abad ini
Oleh: Dr Norbertus Jegalus, Dosen Fakultas Filsafat UNWIRA
POS-KUPANG.COM - Mircea Eliade (1907-1986) adalah seorang ahli sejarah agama-agama yang dikagumi di abad ini. Ia menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memahami agama-agama.
Menurut Eliade, objek penghormatan dalam agama-agama hanya dan selalu menyangkut dua hal sebagai satu-kesatuan, yaitu "yang sakral" (The Sacred) dan "yang profan" (The Profane). Tidak ada suatu agama pun di dunia ini yang mewujudkan kehidupan agamanya tanpa yang profan.
Jadi "Yang Profan" adalah perwujudan kehadiran "Yang Suci" di dunia, seperti: tempat suci, rumah ibadah, dan barang-barang suci agama. Semua itu disebut "Yang Profan". Sedangkan istilah profanasi selalu bernada negatif, yakni memperlakukan unsur "Yang Profan" itu sebagai benar-benar profan tanpa unsur "Yang Sakral".
• Inspektorat Telah Review Dana Covid-19 di Kabupaten Belu
Itulah profanasi, seperti menggunakan nama Allah untuk tujuan profan dan secara sia-sia.
Semua agama wahyu mengajarkan bahwa nama Allah harus dihormati agar tetap kudus. Nama itu mewakili orang yang disebutkan, demikian juga nama Allah adalah penghadiran hakikat ilahi-Nya.
Oleh karena nama Allah adalah suatu bentuk ungkapan keberadaan-Nya dan lambang dari pribadi-Nya, maka nama itu harus digunakan dengan sikap hormat. Menghormati nama Allah berarti menghormati Allah sendiri, dan sebaliknya, menyebut nama Allah dengan tidak hormat dan tidak pada tempatnya, berarti menistakan Allah sendiri.
• Bangga Atas Kekayaan Wisata NTT
Mari kita perhatikan Kitab Suci Kristen tentang nama Allah. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama kita menemukan nas-nas yang berkaitan dengan penyebutan nama Allah: menguduskan nama Allah (Yes. 29:23); mengasihiNya (Mzm 5:12), memuji-Nya (Mzm 7:18), memasyurkan-Nya (Mzm 34:3). Nama itu dahsyat (Ul 28:58); sebuah nama yang belangsung untuk selama-lamanya (Mzm 135:13).
Semua nas ini menunjukkan bahwa manusia wajib menguduskan, mengasihi, memuji dan memasyurkan Allah, bukan sebaliknya.
Pengudusan nama Allah dipandang sedemikian penting sehingga hal itu dicantumkan di dalam Dekalog: "Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan tidak hormat" (Kel. 20:7).
Dan hukumannya jelas, siapa yang menistakan nama Tuhan "harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya"(Bill 15:30 dan juga Im 24:15-16).
Demikian juga di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru kita menemukan rasa hormat yang sama kepada Allah yang diperluas juga kepada nama Putera-Nya Yesus Kristus. Nama Allah harus dikuduskan sebagaimana diajarkan Yesus dalam doa "Bapa Kami"(Mat 6:9).
Orang Kristen memiliki kewajiban untuk memuji nama Allah (Ibr 13:15), dan bersikap hati-hati agar nama Allah tidak dinista oleh karena tingkah laku mereka (Rm 2:24; 1 Tim 6:1. Oleh karena keselamatan erat dengan nama Yesus (Mat 1:21; Kis 4:12; Rm 10:13; 1Kor 6:11), maka nama-Nya pula dihormati dan disembah (Flp 2:9-11). Orang Kristen harus bertingkah laku sedemikian sehingga namaYesus dimuliakan (2 Tes 1:11-12).
Sakralitas sumpah/janji
Ternyata, nama Allah disebutkan tidak hanya dalam rangka ibadat melainkan juga dalam kegiatan politik, seperti pengambilan sumpah/janji jabatan. Hampir semua negara modern masih menjalankan tradisi bersumpah ketika memulai menjalankan tugas dan tanggung jawab publik.