Menyambut Hari Raya Imlek: Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng'

Menyambut Hari Raya Imlek: Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng'

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/AMAR OLA KEDA
Kelenteng Siang Lay, tempat pemujaan leluhur etnis Tionghoa di Kupang 

Menyambut Hari Raya Imlek: Kisah Pengiring Musik Pemakaman dari 'Cina Benteng'

POS-KUPANG.COM - OEN Sin Yang atau Mpe Goyong (66) adalah seorang seniman 'Cina Benteng' di Kampung Tehyan, Tangerang. Ia dikenal kerap mengiringi musik untuk pemakaman jenazah warga keturunan Tionghoa.

Jiwa seniman Mpe Goyong mengalir dari ayahnya, Pang Tjin Nio atau Masnah, seorang penyanyi dan penari cokek tiga zaman. Saat ditemui, Goyong tengah duduk di atas kursi tua, di teras kediamannya.

Ia mengenakan pakaian lusuh, dengan celana pendek coklat muda, tengah santai dan mengotak-atik Tehyan, alat musik dari Tiongkok, yang menjadi bagian warga peranakan Cina Benteng di Kota Tangerang.

Ashanty Istri Anang Hermansyah: Sakit Hati

Goyong menggesekkan alat musik, yang terbuat dari kayu jati, batok kelapa, dan dua senar tersebut. Nadanya terdengar tinggi sulit dimaknai.

"Dulu ayah saya seorang pemain gambang kromong, lalu menurunkan minatnya itu ke anak-anaknya," kata Goyong, Rabu (3/2) lalu.

Ia sedang memainkan Tehyan sejak 1972. Lalu memulai minatnya untuk memproduksi alat musik tersebut. Saat ini, ia membuatnya dari kayu-kayu bekas. "Sekarang beli jati susah," ucapnya.

Belum Setahun, Gedung Puskesmas Waiknuit Retak-retak

Dalam sebulan, menurut Goyong, ia bisa memproduksi 10 Tehyan. Satu alat musik dapat dibuat dengan rentang waktu 3 hari. Ada tiga jenis alat, yakni Kongahyan, Sukong, dan Tehyan. Dibedakan dengan ukuran, dari yang terkecil ke paling besar. Dan dari suara yang nge-bass sampai yang paling nyaring.

Sementara itu, warga Kampung Tehyan, Franstans (48) mengenal Goyong sebagai sosok seniman yang kerap dimintai untuk mengisi sejumlah acara. Satu di antaranya untuk acara pemakaman.

"Biasanya di malam besok mau dimakamin istilahnya malam ngembang," tutur Franstans.

Menurutnya dalam musik untuk pemakaman itu, dibutuhkan sekira tiga atau empat orang. Tarifnya pun beragam tergantung dari kurun waktu. Bisa berkisar Rp 1,7 juta sampai Rp 6 juta. "Bisa cuma sehari, tiga hari, sampai tujuh hari. Ayah saya juga seniman gambang kromong," imbuh Franstans.

Dampak Pandemi

Di tengah pandemi Covid-19 ini, praktis membuat pendapatan Mpe Goyong berkurang. Sebab, pembeli alat-alat musik produksinya sepi. "Sekarang corona penjualan alat musik menurun," tutur Goyong.

Goyong biasanya diminta tampil untuk mengisi acara. Selain mengiringi pemakaman, juga acara-acara besar seperti ulang tahun beberapa kota, misal di Tangerang.

"Biasa dipanggil ke Bangka, Aceh, dan kota-kota lainnya. Misal kalau ada ulang tahun kota Tangerang juga saya dipanggil," ucap Goyong.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved