Demokrat Soroti Pilkada 2024: Nanti Ratusan Penjabat Jadi 'Pekerja' Partai Tertentu, Maksudnya PDIP?
Mahendra Putra mengatakan, bahwa inti dari demokrasi adalah pemilihan pemimpin oleh rakyat. Bukan dipilih oleh kepala negara atau kepala pemerintahan.
Ia mengingatkan bahwa netralitas ASN merupakan bagian penting dari menjaga kualitas demokrasi kita.
"Penunjukan penjabat kepala negara dalam jangka waktu tahunan menjelang Pemilu 2024 menjadi bom waktu berupa potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membuat mereka tidak dapat menjaga netralitasnya," katanya.
Pihaknya juga memberikan pandangan terkait alasan pemerintah menunda revisi UU karena ingin fokus mengatasi masalah pandemi Covid-19. Menurut Herzaky, pilkada juga memiliki urgensi dalam penanganan Covid-19.
"Rakyat berhak menentukan seperti apa kebijakan penanganan covid-19 di tiap daerahnya. Kepala daerah yang saat ini tidak memiliki performa baik dalam mengelola pandemi dan krisis ekonomi, bakal dihukum dengan tidak dipilih lagi," katanya.
"Sebaliknya, masyarakat bakal memilih siapa kepala daerah yang menurut mereka lebih pantas dan cakap dalam mengelola krisis ini," katanya.
"Sehingga, jangan cabut hak dasar warga negara dalam memilih pemimpin daerahnya hanya karena pemerintah pusat saat ini gelagapan dalam mengelola covid-19. Pandemi bukan berarti alasan mengebiri demokrasi," pungkasnya.
Untuk diketahui, jadwal Pilkada masuk dalam salah satu materi di pembahasan RUU Pemilu yang kini diusulkan Komisi II DPR.
Satu di antara isi RUU Pemilu, yaitu pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan, tanpa digelar bersamaan dengan Pilpres 2024.
Namun, hal ini mendapat penolakan dari pemerintah. Sejumlah partai koalisi pendukung pemerintah pun mengisyaratkan serupa agar Pilkada berjalan di tahun yang sama dengan Pemilu nasional, yakni di 2024.
Kemendagri Tak Sepakat Wacana 2022 dan 2023
Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) menyatakan Pilkada serentak pertama akan dilaksanakan di 2024.
Kemendagri tak setuju dengan wacana pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar mengatakan, pilkada semestinya dilaksanakan pada 2024 sesuai amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"UU tersebut belum dilaksanakan. Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan," kata Bahtiar melalui keterangan tertulis yang diterima Surya.co.id, Jumat (29/1/2021).
Jadwal pelaksanaan pilkada memang tertulis di UU nomor 10 tahun 2016.
