Kasus Tanah di Labuan Bajo, Kejati NTT Sita 2 Aset Tanah Tersangka VS

Pihak Kejaksaan Tinggi NTT ( Kejati NTT) melakukan penyitaan terhadap 2 aset tanah milik tersangka VS

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Suasana penyitaan aset milik tersangka VS di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar, Senin (1/2/2021). 

Sementara itu, awak media yang berusaha mengambil gambar hingga ke dalam gedung dihalangi oleh petugas yang berjaga di depan pintu masuk gedung.

"Tidak boleh pak, ambil gambar dari dekat, ini perintah dari atasan," kata petugas kepada awak media.

Informasi yang dihimpun, pemeriksaan Bupati Mabar Agustinus Ch Dula guna pendalaman keterangan saksi.

Bupati Mabar pun telah menjalani pemeriksaan sebanyak 4 kali sejak kasus tersebut ditangani Kejati NTT.

Sementara itu, Penasehat hukum Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula, Antonius Ali, SH., MH mengatakan, akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan status tersangka bagi kliennya.

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) telah menetapkan Bupati Manggarai Barat (Mabar), Agustinus Ch Dula, sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengalihan aset tanah Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mabar seluas 30 ha.

Lokasi aset itu terletak di Keranga/Toro Lema Batu Kallo Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.

"Secepatnya akan kami lakukan," tegasnya saat ditemui di Kantor Bupati Mabar, Kamis (14/1/2021).

Menurutnya, penetapan kliennya dalam kasus tersebut terkesan sangat terburu-buru dan prematur.

Dijelaskannya, aset Pemda Mabar yang menjadi persoalan tersebut masih bersifat pengadaan dan belum menjadi aset riil Pemda Mabar.

Sehingga, kliennya sebagai pemimpin daerah selama ini tengah berusaha untuk memperjuangkan aset tersebut menjadi aset Pemda Mabar dan ia pun menepis bahwa kliennya telah menjual aset tersebut.

"Pemkab Mabar dalam hal ini bupati membuat aset yang masih potensial ini menjadi nyata, di tengah urusan inilah tiba-tiba dianggap pak bupati menjual aset daerah, atau disangka melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahkan wewenang, sedangkan aset daerahnya sendiri masih pengadaan, bukan aset riil," katanya.

"Nah asetnya pun masih jauh panggang dari api, masih dipersoalkan statusnya, nah bagaimana mungkin asetnya tidak jelas dianggap salah mengelola aset, kan tidak logis," jelasnya.

Antonius Ali menilai, Kejati NTT terlalu berlebihan membawa persoalan tersebut ke ranah pidana.

"Terlalu berlebihan untuk memperoleh, mewujudkan atau merealisasir aset Pemda yang masih bersifat potensial menjadi nyata dengan menggunakan instrumen Tipikor. Terlalu berlebihan. Masih ada instrumen lain yang bisa dilakukan, yakni instrumen keperdataan. Gugat secara perdata. Tapi ada apa dibalik instrumen tindak pidana korupsi," katanya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved