Opini Pos Kupang

PDI Perjuangan Berulang Tahun Ke 48

Kok PDI Perjuangan baru berdiri tahun 1999 sudah ulang tahun ke 48 ? Matematika darimana ?

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto PDI Perjuangan Berulang Tahun Ke 48
Dok POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh : Emanuel Kolfidus Anggota DPRD NTT-Fraksi PDI Perjuangan

POS-KUPANG.COM - Kok PDI Perjuangan baru berdiri tahun 1999 sudah ulang tahun ke 48 ? Matematika darimana ? Demikian satu pertanyaan muncul dari nitizen (baca : pengguna media sosial) ketika saya membuat postingan kegiatan PDI Perjuangan dalam rangka merayakan dan mensyukuri HUT ke 48.

Benar sekali, sebagai PDI Perjuangan, dideklarasikan tahun 1999, namun sejatinya, aslinya, PDI Perjuangan merupakan bagian tak terpisahkan, suatu tarikan nafas dan roh kehidupan dari PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang lahir 10 Januari 1973, sebagai hasil fusi (baca : peleburan) dari lima partai politik, yaitu : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Katolik (Parkat), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), yang dirikan Tan Malaka.

Lima partai ini dipaksa untuk melebur menjadi satu partai atas kebijakan regim Orde Baru Soeharto yang menghendaki adanya penyederhaan partai politik menjadi tiga saja, mewakili golongan agama yaitu PPP, mewakili yang bekerja yaitu Golongan Karya (Golkar) dan mewakili golongan nasionalis yaitu PDI.

Baca juga: Captain Afwan Identik Pilot Berpeci Putih dan Tulisan Surah Al Quran,Safeflight to Jannah Capt#SJ182

Kita membayangkan, bagaimana kaum nasionalis (PNI), kaum agamais (Katolik dan Protestan), kaum sosialis (Murba) dan IPKI yang didirikan oleh sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI, disatukan menjadi PDI.

Tentu tidak mudah untuk menyatukan terutama mensolidkan lima aliran politik atau lima orientasi politik ke dalam satu wadah politik PDI dengan asas Pancasila. Artinya, meskipun kelimanya menerima Pancasila sebagai asas, tetapi tentu masing-masing dengan ciri dan karakter berbeda.

Tetapi, oleh karena kekuatan regim, dan suatu konsensus untuk kebaikan bangsa, maka kelimanya melebur menjadi PDI, sejak 10 Januari 1973.

Baca juga: Melly Goeslaw Tersinggung Dikritik dr Tirta soal Face Shield, Sang Penyanyi: Anda Punya Masalah?

Diawali pada 9 Maret 1970, kelima partai membentuk Kelompok Demokrasi Pembangunan, yang kemudian dikukuhkan dengan pernyataan bersama pada tanggal 28 oktober 1971. Puncaknya, 10 Januari 1973 melalui pernyataan fusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Pada Kongres ke II PDI, 17 Januari 1981, kelima partai dalam fusi menyatakan bahwa fusi telah paripurna, dan menyatakan pengakhiran eksistensi masing-masing. Konsekuensinya, dalam PDI tidak lagi mengenal unsur PNI, Parkat, Parkindo, IPKI dan Murba. Lalu, pada tanggal 1 Februari 1999, di Bali, PDI berubah nama menjadi PDI Perjuangan, dengan asas Pancasila dan bercirikan Kebangsan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial. Inilah PDI yang kemudian dalam sejarah pasang surutnya (tidak pernah menjadi kekuatan politik yang besar saat itu), berganti nama menjadi PDI Perjuangan setelah gonjang ganjing sejak 1996.

Kita tentu ingat peristiwa Kudatuli, 27 Juli 1996 dimana sekretariat PDI di jalan Diponegoro Jakarta, diserbu orang tak dikenal dan diduga banyak kader PDI menjadi korban.

Di tempat itu saat ini, berdiri Kantor Sekretariat DPP PDI Perjuangan, berdampingan dengan Kantor Pusat PPP. Jadi, PDI dan PDI Perjuangan itu adalah satu dan sama. Dengan demikian, maka, usia PDI Perjuangan adalah usia dari PDI, dihitung sejak lahirnya PDI tahun 1973, dan tahun 2021 ini berusia 48 tahun (2021-1973 = 48).

Akan ada pertanyaan mengapa dari PDI menjadi PDI Perjuangan ? Ini akan menjadi satu ulasan tersendiri karena sejarah yang panjang tentang hal ini.

Asas dan Ciri PDI Perjuangan

Pancasila sebagai asas PDI Perjuangan, sepertinya merupakan sesuatu yang "biasa" sebagaimana konsensus nasional untuk semua partai menjadikan Pancasila sebagai asas. Karena Pancasila merupakan Dasar Negara, falsafah dan sumber dari segala sumber hukum. Namun, tentu setiap partai memiliki ciri sebagai tanda karakter.

PDI Perjuangan memilih tiga ciri yang sangat penting dan mendasar, meliputi kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Kebangsaan (baca : nasionalisme) menempatkan prinsip kewarganegaraan (citizenship) dalam perspektif hukum mengenal dua kategori yakni, ius soli atau ius sanguinis atau kombinasi dari keduanya. Ius soli adalah hukum berdasarkan tanah, tentang seseorang lahir dalam yuridiksi teritorial suatu negara memperoleh kewarganegaraan, sedangkan ius sanguinis adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah atau keturunan.

Namun, prinsip kewarganegaraan dalam ciri PDI Perjuangan mengandung pengertian mengakui persamaan hak dan kewajiban warga negara tanpa kecuali sebagai dasar satu-satunya dalam pengelolaan partai. PDI Perjuangan bersifat terbuka yang menempatkan kemajemukan sebagai kekayaan dan rahmat Tuhan (PDI Perjuangan tidak eksklusif).

Kebangsaan artinya PDI Perjuangan menjalankan suatu faham nasionalisme, yakni cinta kepada sesama manusia, kepada tanah air, dan cinta kepada sesama bangsa yang lain. Dengan itu, nasionalisme yang dikembangkan adalah nasionalisme yang tidak chauvinistik, bahwa kitalah satu-satunya dan terbaik, seperti saat Jerman dengan slogan Deutsch Uber Alles. Juga bukan suatu ultranasionalisme yang menjadi fasis, seperti pernah dikembangkan Benito Amilcare Andrea Musollini di Italia (Partai Fasis Nasional), tetapi suatu nasionalisme yang berada dalam taman sarinya internasionalisme; ini lebih sepadan dengan apa yang dikembangkan Mahatma Gandhi, my nasionalism is my humanity (nasionalisme saya adalah humanisme).

Tentang hal ini, dalam pemikiran Bung Karno mengenai Marhaenisme disebut dengan sosio-nasionalis. Dalam posisi ini, PDI Perjuangan menempatkan diri dan berjuang sebagai perekat bangsa (NKRI harga mati), menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, menghentikan KKN dan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

PDI Perjuangan memandang sesama manusia itu sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan bukan dia umat dari suatu agama, suku dari suatu daerah, atau ras dari suatu etnis, tetapi dia adalah sama dengan aku yang sama-sama diciptakan Tuhan.

Ciri kerakyatan ingin menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai yang tetap memiliki roh kerakyatan meskipun diselenggarakan dengan manajemen moderen. Ciri kerakyatan ini menjadi salah satu merek dagang PDI Perjuangan. Dulu, PDI Perjuangan begitu kental dengan branding sebagai partai "wong cilik".

Artinya partai yang dekat dan berjuang bersama rakyat terutama rakyat wong cilik atau rakyat Marhaen. Siapa itu rakyat Marhaen ? Mereka adalah buruh, tani, nelayan, dan siapa saja yang masih lemah, tertinggal dan diperlakukan tidak adil oleh suatu sistem yang menindas dan menjajah.

Ciri kerakyatan ini menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai yang progresif dan revolusioner. Bahkan ada yang salah menduga bahwa PDI Perjuangan itu sebagai partai kiri dan sosialis, bahkan kesalahan besar, orang menilai PDI Perjuangan menganut paham komunisme. PDI Perjuangan itu nasionalis kerakyatan !

Ciri keadilan sosial menunjukkan bahwa puncak dari segala perjuangan politik partai adalah mewujudkan keadilan sosial (bagi seluruh rakyat Indonesia), sebagaimana ajaran Bung Karno, bahwa demokrasi yang ingin kita bangun adalah demokrasi politik dus demokrasi ekonomi.

Cita-cita keadilan sosial ini secara gampang kita sebut dengan cita-cita mewujudkan masyarakat Pancasilais. Kalau kita mau sedikit berlelah maka cita-cita keadilan sosial adalah merupakan suatu cita-cita mewujudkan sosialisme Indonesia, suatu masyarakat yang sudah setara, semuanya sejahtera, semua bahagia, semuanya adil, saling menghormati, hidup toleran, tanpa perbedaan kelas dan tanpa penindasan satu atas yang lain. Cita-cita keadilan sosial atau sosialisme Indonesia itu semacam suatu idealisme atau analogi kehidupan "surgawi".

Membangun Mental

Dalam terus menjejak semangat perjuangan mencapai keadilan sosial, organisasi inheren, PDI Perjuangan merupakan alat efektif untuk itu. PDI Perjuangan akan terus hidup dan berkembang terutama sekali adalah nafasnya, rohnya yang akan terus mengalir dalam darah. Secara organisatoris (atau alat), diperlukan kesadaran kolektif untuk mempertahankan aspek solidaritas dan subsidiaritas.

Solidaritas mensyaratkan perlunya kesanggupan berbagi hidup kepada sesama terutama yang lemah, membangun kebaikan bersama (common good), dan selalu menjadikan mereka yang lemah dan tersisih sebagai bagian utama dari pertimbangan organisasi.

Prinsip subsidiaritas mensyaratkan adanya partisipasi dari bawah (bottom up), pembagian kerja sekaligus pemberian kepercayaan dan kepemimpinan efektif dengan suatu otoritas yang berwibawa. Mental organisasi yang mesti dibangun meliputi sadar dan sanggup mengejar visi misi organisasi (bukan visi misi pribadi).

Terhadap upaya besar pemberantasan korupsi, seorang Tokoh Indonesia, IJ Kasimo (mantan Ketua Partai Katolik), menelurkan ajaran bernas (dalam bahasa Jawa) : sepi ing pamrih, rame ing gawe, yang mengandung pengertian pengabdian tulus ikhlas tanpa pamrih.

Seperti tradisi hidup : kaya tanpa harta, sakti tanpa azimat, menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan yang dikalahkan (sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurung tanpa bala, menang tanpa ngasorake).

Membangun mental sejalan dengan maksud membangun karakter dimana dalam keadaan sekarang, Jokowi melantunkan gema revolusi mental : perubahaan cara pikir, cara tindak dan cara hidup. Hal ini menjadi penting untuk terus menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai wong cilik, partai Marhaen, partai nasionalis, partai kerakyatan, partai Pancasilais.

Semuanya akan bisa dicapai melalui suatu sistem kaderisasi yang tertata bagus, berjenjang dan terus menerus. Harus melalui upaya dan tindakan, tidak melalui mimpi (walaupun kita boleh bahkan harus bermimpi).

Seorang Helen Keller, perempuan tuna rungu dan tuna netra yang menaklukkan dunia dengan meraih Academy Award, penghargaan puncak untuk dunia perfilman Amerika bahkan dunia, mengatakan: jauh lebih baik berlayar selamanya di malam kebutaan, tetapi mempunyai perasaan dan pikiran, daripada hanya berpuas diri dengan kemampuan untuk melihat semata.

Ini selaras dengan upaya menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai Pelopor, partai yang bergerak dan berjuang dalam setiap nafas kehidupan rakyat.

Helen juga mengatakan begini : character cannot be developed in easy and quite. Only throught experience of trial and suffering can the soul be strengthened ambition insipired and success achieved (maaf ini saya juga kurang paham artinya), tapi kira-kira bahwa karakter tidak dapat dibangun dengan mudah dan cepat.

Hanya melalui pengalaman, ujian, penderitaan, akan membentuk jiwa seseorang dan memperkuat ambisi dan inspirasi mencapai kesuksesan. Hal ini harus terus diasah apalagi bangsa menghadapi tantangan tidak ringan dengan adanya pandemi covid 19.

Dalam HUT kali ini, PDI Perjuangan mengambil tema Indonesia Berkepribadian Dalam Kebudayaan, menjadi kata kunci pembangunan mental-karakter. Basis kegiatan utama masih dengan Gerakan Cinta Bumi dengan kegiatan penghijauan (menanam) dan perawatan Daerah Aliran Sungai. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved