Nestapa Ayah Pramugari Mia Trisetyani : Saya Hancur Sekali, Yang Penting Saya Bisa Dapat Jasadnya
berlibur di rumah karena pengajuan cutinya telah disetujui kantor. Tetapi apa daya, asa itu tidak mungkin terpenuhi.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso

Nestapa Ayah Pramugari Korban Jatuh Sriwijaya Air : Saya Hancur Sekali, Yang Penting Saya Bisa Dapat Jasadnya
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Duka mendalam menyelimuti keluarga Zeth Wadu. Anak perempuan mereka, Mia Trisetyani ikut menjadi korban dalam tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 rute Jakarta-Pontianak pada Sabtu, 9 Januari 2021 sore.
Pesawat komersil yang membawa 50 penumpang dan 12 kru, termasuk Mia itu, jatuh di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang di Kepulauan Seribu hanya 4 menit setelah take off dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Almarhum Mia merupakan salah satu pramugari yang bertugas dalam penerbangan naas itu.
Peristiwa nestapa itu, sama sekali tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh keluarga. Zeth Wadu, ayah almarhum Mia, bahkan mengatakan bahwa keluarga tidak pernah memiliki firasat buruk sebelumnya.
Dihubungi POS-KUPANG.COM pada Minggu (10/1) malam, Zeth yang yang saat baru menyelesaikan ibadat duka bersama keluarga besar di kediaman mereka mengaku saat terpukul.
Ia mengatakan, sebelum pesawat lepas landas dalam penerbangan itu, Mia masih berbicara dengannya melalui telepon.
"Kontak terakhir, kemarin jam 3 (pukul 15.00 Wita). Dia mau terbang, dia kontak, pokoknya dia kasih lapor sama kita, papa saya mau terbang," kisah Zeth dengan suara berat.
Seperti kebiasaan, kata Zeth, Mia akan selalu melaporkan seluruh aktivitas kepadanya. Ketika pesawat landing, Mia akan memberi laporan. Demikian pula saat sampai di hotel atau melakukan berbagai aktivitas lain.
"Kesana, nanti setelah pesawat landing lapor lagi dia, papa saya sudah landing. Nanti setelah sampai di hotel, papa saya sudah di hotel, sudah habis mandi pa," kenang pria asal Sabu NTT itu.
Mia, kata Zeth, sangat dekat dengan dirinya. Bungsu dari dua bersaudara itu, selalu berkomunikasi dengannya setiap hari. Dari sekedar menanyakan kabar, mengingatkan makan hingga memberi pesan kepadanya untuk selalu menjaga kesehatan.
"Selalu yang dia tanya saya setiap hari, bapak sudah makan, bapak sehat, ingat jangan makan pedas bapa. Karena saya asam lambung, dua hanya ngomong begitu. Jaga kesehatan ya, jangan kerja berat, jangan paksa diri ya pak," kenang Zeth.
"Setiap hari komunikasi dengan dia, makanya hati saya hancur sekali," tambah Zeth.
Saking dekatnya, Mia bahkan rela tidak sekolah jika bapaknya itu sedang sakit. Mia lah yang akan ada untuk mengurus bapaknya. "Dia dekat sekali sama saya, kalau saya sakit dia sampai tidur di bawah kaki, tidak mau sekolah lagi kalah saya sakit, bikin bubur bikin teh harus dia, tidak boleh mamanya," kenang Zeth.
Kebersamaan terakhir mereka, kata Zeth, saat Mia mengambil cuti kerja selama 2 pekan di rumah. Rencananya, akhir Januari 2020 Mia akan kembali berlibur di rumah karena pengajuan cutinya telah disetujui kantor. Tetapi apa daya, asa itu tidak mungkin terpenuhi.
Zeth mengaku pasrah. Ia dan keluarga ikhlas atas apa yang menimpa anak perempuan satu satunya itu. "Saya sudah lemas badan, saya sudah pasrah. Yang penting saya bisa dapat jasadnya, saya bisa kubur sini, saya bisa tengok tengok kuburnya, itu kerinduan saya, itu aja," ungkap Zeth.