Opini Pos Kupang
Mendambakan Pemimpin yang Mengutamakan NTT
Perayaan HUT ke-62 NTT, mengingatkan kita bahwa NTT yang kita lihat, alami dan rasakan sekarang lahir dari perjuangan para tokoh politik
Ketiga, para pedagang NTT berkembang dan menjadi kaya karena hasil bumi dan ternak seperti sapi, asam, cendana, bawang putih, ketumbar/kwenter di Timor. Kelapa, kopi, padi/beras, coklat, cengkeh dan jambu mete di Flores, serta ternak dan hasil bumi di Sumba.
Ketiga alasan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa di era El Tari ada ekspor sapi, kerbau dan cendana ke Hongkong dan Singapura, serta penjualan sapi kerbau kebeberapa pulau di Indonesia.
Sayang, para pengganti Gubernur Fernandez tidak meneruskan kebihjakan pembangunan pertanian. Lebu Raya mewacanakan tekad Provinsi Jagung, Ternak dan Cendana, tetapi setelah 10 tahun berkuasa yang ada hanya nama programnya, hasil nyata tak ada.
Secara umum dapat dikatakan bahwa di era reformasi, perhatian para pemimpin terhadap pertanian tidak terlalu besar, kecuali Kabupaten Malaka, pemimpinnya mengutamakan pertanian, karena kenyataan rakyatnya sangat membutuhkan.
Timbul pertanyaan, mengapa para pemimpin tidak/kurang mengutamakan pertanian, padahal sektor ini menyangkut mati hidupnya rakyat banyak. Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang dipercaya berperan dalam hal ini.
Pertama, biaya pilkada yang mahal memaksa pemimpin terpilih untuk memrioritaskan pembangunan infrastruktur yang lebih pasti rentenya, dan sulit diawasi penyelewengannya, agar bisa mengembalikan pinjaman modal sewaktu berkompetisi. Lebih mudah mendapatkan uang dari jalan, jembatan dan gedung dibandingkan dari hasil pertanian.
Kedua, struktur anggaran yang timpang karena lebih besar porsi untuk belanja pegawai daripada belanja pembangunan. Ketiga, terlampau banyak program yang diusung dan coba dikerjakan dalam tempo 5 tahun, akibatnya yang berhasil sedikit- sedikit, dan yang banyak gagal.
Keempat, keroposnya birokrasi akibat keterlibatan dalam politik praktis (baca: memihak salah satu calon), sehingga sulit menjabarkan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan karena kurangnya kapasitas dan integritas.
Era Victor-Jos, diharapkan membawa angin segar dan perubahan, apalagi ada tekad untuk mengurangi kemiskinan. Latar belakang Sang Gubernur sebagai pengusaha dan politisi dipercaya tidak terkotori/tercemar oleh politik uang saat bertarung.
Karena itu Victor-Jos tampil percaya diri dan harusnya tak ada tekanan dan hutang budi kepada siapapun. Karena itu walaupun program prioritas adalah pengembangan pariwisata, tetapi pertanian dalam arti luas-pun mendapat perhatian memadai.
Harapan rakyat, karena Pemerintah Pusat sangat menaruh perhatian pada pariwisata NTT dengan investasi besar-besaran di Manggarai Barat, maka Victor-Jos bisa lebih konsentrasi pada pertanian dalam arti luas. Bukan mustahil agro wisata dan wisata bahari bisa terlaksana.
Tekad berkontribusi mengurangi impor garam nasional dengan hadirnya tambak-tambak garam dibeberapa kabupaten, bantuan untuk meningkatkan budidaya rumput laut, pengembangan budidaya ikan karapu dengan keramba, tekad menanam kelor ribuan hektar dan pengembangan produksi jagung, adalah bukti bahwa Victor-Jos juga memperhatikan N (nelayan), T (tani/petani), T (ternak/peternak).
Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa Victor-Jos pun yakin dan percaya bahwa pembangunan pertanian dalam arti luas adalah jalan terbaik dan tercepat untuk mengurangi kemiskinan. Apalagi di NTT tidak ada industri yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga pendapatan rakyat hanya bisa meningkat melalui usaha pertanian.
Victor-Jos sudah berbuat benar dalam urusan garam, budidaya rumput laut dan keramba kerapu. Karena kenyataan membuktikan bahwa nelayan pendapatannya jauh lebih kecil dari pada pengusaha ikan, sebagaimana petani padi kalah pendapatannya dibanding pedagang beras.
Maka keberpihakan Victor-Jos kepada para nelayan harus lebih nyata sehingga nelayan NTT beda dengan nelayan di daerah lain dalam hal kesejahteraannya.