Berita NTT Terkini
Terkait Pemeriksaan Gories Mere dan Karni di Kejati NTT,Beredar Klarifikasi Pihak Ahli Waris Tanah
perjanjian jual beli tersebut telah batal, karena ternyata sampai tahun 2018 tidak terbit sertifikat hak milik atas bidang tanah tersebut. "Jadi, tida
Penulis: Ryan Nong | Editor: Ferry Ndoen
Abd Hakim menegaskan, Gories Mere yang merupakan mantan Kepala BNN dan Karni Ilyas yang merupakan tokoh jurnalis itu akan diperiksa sesuai undangan yang telah mereka sampaikan. Ia juga memastikan bahwa surat panggilan terhadap para saksi itu telah diterima sejak dikirimkan oleh tim penyidik Tipidsus Kejati NTT pada pekan lalu.
Selain menjadwalkan memeriksa Gories Mere dan Karni Ilyas, pihak Kejati juga telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada pihak Ayana. Namun demikian, jadwal pemeriksaan yang seharusnya dilaksanakan pada Senin, 1 Desember 2020 lalu urung digelar. Pihak Ayana belum memenuhi panggilan dari Kejati NTT.
"Saksi semua dari NTT semua, ada bupati, mantan camat juga. Saksi semua sudah 40 lebih, termasuk juga ahli waris yang punya tanah untuk menerangkan tanah itu bagaimana ceritanya," kata Abdul Hakim kepada POS-KUPANG.COM pada Selasa, 13 Oktober 2020 lalu.
Ia menjelaskan, dari total 30 hektar yang seharusnya menjadi tanah negara atau milik pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, kini telah dikuasai oleh beberapa orang. Dari total luas tanah, sebesar 6 hektar sudah bersertifikat milik.
"Yang sudah bersertifikat ada sekitar 6 hektar, sisanya belum bersertifikat tapi sudah dikuasai," kata Abdul Hakim.
Ia juga membantah informasi yang menyebut penguasaan tanah itu oleh 20 orang. "Siapa bilang (20 orang yang menguasai 30 hektar tanah), hanya beberapa orang," tegasnya.
Terkait nama oknum yang menguasai tanah itu, ia enggan memberitahu. Namun, ia menegaskan bahwa oknum yang menguasai tanah negara itu merupakan "orang penting".
"Orang mana, ndak taulah saya, orang jakarta atau orang mana.Pokoknya nanti lah, pokoknya orang penting, pengusaha, pejabat negara, pejabat daerah macam macam," bebernya.
Kasus pengalihan aset negara ini bermula pada tahun 1997 silam. Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelum Kabupaten Manggarai Barat terbentuk, dua kepala suku menyerahkan tanah untuk menjadi aset negara (Pemda) seluas 30 hektar. Alih alih menjadi aset milik pemerintah kabupaten, tanah tersebut malah jatuh ke dalam penguasaan pribadi beberapa orang penting baik pejabat negara, pejabat daerah maupun pengusaha. (hh)