Berita Lewoleba Hari Ini

Bertahun-tahun Tak Pernah Merayakan Ekaristi, Umat Kwakat Akhirnya Punya Kapela Santo Tarsisius

Bertahun-tahun tak pernah merayakan ekaristi, umat Kwakat akhirnya punya Kapela Santo Tarsisius

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Kerinduan umat lingkungan Kwakat, desa Bour, Kecamatan Nubatukan untuk bertemu Tuhan dalam gedung yang layak akhirnya terobati. Pada Sabtu, 24 Oktober 2020 kemarin, Uskup Larantuka, Mgr Frans Kopong Kung secara resmi memberkati Kapela Santo Tarsisius milik umat lingkungan Kwakat, Paroki Santo Fransiskus de Sales Pada. Acara pemberkatan ini berlangsung meriah. 

Bertahun-tahun tak pernah merayakan ekaristi, umat Kwakat akhirnya punya Kapela Santo Tarsisius

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Kerinduan umat lingkungan Kwakat, desa Bour, Kecamatan Nubatukan untuk bertemu Tuhan dalam gedung kapela yang layak akhirnya terobati.

Pada Sabtu, 24 Oktober 2020 kemarin, Uskup Larantuka, Mgr Frans Kopong Kung secara resmi memberkati Kapela Santo Tarsisius milik umat lingkungan Kwakat, Paroki Santo Fransiskus de Sales Pada.

Baca juga: Irene Red Velvet: Bersikap Kasar

Acara pemberkatan ini berlangsung meriah. Tak hanya dihadiri umat Kwakat saja. Ratusan umat Paroki Pada pun turut serta hadir memeriahkan pesta iman tersebut.

Kehadiran Kapela Tarsisius di tengah-tengah umat lingkungan Kwakat sungguh bermakna. Sebabnya, sebanyak 12 Kepala Keluarga yang bermukim di lingkungan Kwakat sudah hampir 11 tahun ini tak pernah mengikuti perayaan ekaristi karena tak memiliki gereja atau kapela.

Baca juga: BPJS Kesehatan Beri Inovasi Layanan di Tengah Covid-19

Ketua Lingkungan Kwakat, Petrus Bayo (82), mengisahkan, kampung Kwakat mulai dihuni sejak 27 Agustus 2008 dan secara administratif masuk dalam wilayah desa Bour, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

Kebanyakan mereka berasal dari Pulau Adonara. Saat itu terhitung ada 37 kepala keluarga yang bermukim di sana. Namun setelah desa Bour berdiri definitif hanya tersisa 12 kepala keluarga saja hingga saat ini.

Petrus berujar bahwa sudah lama sekali mereka tak menghadiri perayaan ekaristi karena ketiadaan kapela.

Jarak pemukiman Kwakat yang jauh dari pusat paroki pun jadi hambatan.

Kata Petrus, umat lingkungan Kwakat selama ini melakukan peribadatan di sebuah gedung umum milik para penggarap di pesisir pantai. Yang dia maksud dengan rumah penggarap itu adalah gedung pertemuan antara penggarap dan tuan tanah.

Pada tahun 2019, bangunan itu rusak dan tak bisa dimanfaatkan lagi. Maka, praktis umat Kwakat sudah tak punya tempat berdoa lagi.

"Lalu kami sembayang di rumah saya punya karena anak sekolah guru hukum karena tidak ikut misa. Akhirnya rumah saya jadi tempat kami ibadat. Semua keluh kesah ini saya sampaikan kepada Romo Deken dan pastor paroki sehingga kami sepakat bangun kapela ini," kenangnya.

"Selama 11 tahun kami tidak pernah menemui Yesus dalam rupa roti," tambah Petrus.

Peletakan baru pertama pembangunan Kapela Santo Tarsisius Kwakat berlangsung pada Juni 2020. Mgr Frans Kopong Kung pun turut hadir pada saat itu.

Gedung kapela pun dibangun berkat bantuan swadaya dari umat Kwakat, Pastor Paroki Santo Fransiskus de Sales Pada, Umat Paroki Pada dan para donatur.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved