Kini Dunia Cemaskan Timor Leste, Tiap Tahun Ratusan Ton Limbah Berbahaya Dibuang Dekat Kota Dili
Salah satunya tampak melalui kondisi sebuah TPA di Timor Leste, yaitu TPA Tibar dekat ibu kota, yang masih memprihatinkan dan tidak banyak berubah.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 100 ton limbah berbahaya diproduksi setiap tahun di Dili dari kegiatan perawatan kesehatan saja.

Baca juga: Ramalan Mbak You Meleset? Ayu Ting Ting Makin Mantap ke Pelaminan, Katanya Undangan Segera Disebar!
Baca juga: Massa Pendemo Serang Polisi Pakai Bola Kasti Beracun, Saat Bola Disentuh Polisi Langsung Sesak Nafas
Baca juga: Kantor BPN Kabupaten Mabar Digeledah Kejati NTT, Ini Komentar Abel Asa Mau
Karena tidak ada fasilitas pengolahan atau pembuangan terpusat yang tersedia untuk limbah semacam itu, limbah rumah sakit cukup sering dibuang bersama limbah kota di Tibar.
Kondisi TPA Tibar begitu memprihatinkan. Hal pertama yang menarik perhatian pengunjung ke TPA Tibar adalah asap hitam tajam yang dikeluarkan oleh api yang dibuat oleh pemulung untuk melelehkan plastik dari barang-barang seperti mesin cuci dan kursi yang kemudian dapat dijual sebagai besi tua.
Seperti itulah yang dirasakan oleh seorang turis dari Australia, Chris Kaley.
“Asapnya benar-benar mengejutkan saya. Ini nyata - tumpukan membara 24/7, ”kata Chris Kaley, yang mengunjungi tempat pembuangan sampah bersama Bruce Logan, salah satu pemilik Australia dari Beachside Hotel di Dili.
Sementara Logan mengaku rutin pergi ke TPA tersebut, bukan hanya untuk membuang sampah tapi juga memberikan tamunya sebuah 'tur'.
“Saya datang ke sini sekali atau dua kali seminggu untuk membuang sampah.
"Saya juga membawa tamu kami yang tertarik untuk melihat bagaimana separuh lainnya hidup, ”kata Logan.
Bahkan, Logan memiliki sebutan khusus untuk tur yang diadakannya ke TPA terebut.
“Saya menyebutnya 'tur berhenti-mengomel' karena datang ke sini memberi Anda gambaran nyata tentang hal-hal sepele yang dikeluhkan orang di Australia," katanya.
Dengan kondisi berbahaya itu, para pemulung tetap datang ke sana demi mencari nafkah.
Saat Chris Kaley dan Bruce Logan mengunjungi TPA tersebut, ada pula setidaknya 20 pemulung yang sedang bekerja, menurut Aljazeera.
Diantaranya para pemulung itu adalah Domingos, pria berusia 61 tahun yang bekerja di TPA selama enam bulan.
“Yang berharga adalah botol dan kaleng,” katanya.
“Jika saya mengumpulkan banyak kaleng, saya bisa menjualnya seharga $
1.”