Opini Pos Kupang
Kampanye Digital dan Buzzer Politik
Pengamat media dari Astramaya, Tomi Satryatomo bahkan menilai pelaksanaan kampanye daring dalam Pilkada 2020 menyuburkan aktivitas buzzer
Idealnya, gerakan buzzer politik mesti mencerahkan demokrasi. Sebagimana filsof Emanuel Kant utarakan, englightenment is man's release from his self-incurred immaturuy, begitu pun buzzer politik harus berani keluar dari "kontrak politik kotor'' dan memberi konsientrasi pada "gerakan yang mencerahkan''.
Buzzer politik mesti tampil sebagai "manusia aufklarung'' yang membumikan aktivitas kampanye digital dengan penghargaan terhadap prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan nilai-nilai fundamental dari demokrasi.
Diskursus di kawasan digital pada intinya tak boleh dikacaukan oleh narasi buzzer politik yang kadang demi insentif elektoral rela memviralkan narasi kebencian, hoaks, provokasi, penuh hasutan, dan penyangkalan fakta.
Buzzer politik sebaliknya mesti menjamin kalau pelaksanaan kampanye daring tak hanya berintensi memutus penularan pandemi, tetapi menjadi saat yang tampan melepaskan publik dari aneka ambiguitas kebenaran serentak membuka jalan bagi terwujudnya cita-cita demokrasi elektoral.
Dengan itu, buzzer politik memberi dasar pijakan intelektual kepada publik agar publik sanggup mengantisipasi dan mencegah disinformasi yang radikal.
Akhirnya, kekuatan kampanye digital mesti selalu dilandasi komunikasi ruang publik yang diidealkan Jurgen Habermas dalam bukunya The Theory of Communicate Action Volume Two: Lifeworld and System: A Critique of Functionalist Reason (Boston: Beacon Press, 1987), bahwa komunikasi publik mesti dibentuk dalam wacana yang fair, dalam upaya menciptakan konsensus demi memecahkan berbagai persoalan dan menentukan tujuan bersama melalui argumentasi rasional.
Namun demikian, digitalisasi kampanye akan terus berada dalam tantangan dan ujian yang tak mudah, manakala para buzzer hadir dengan aksi nondemokratis. Karena itu, pembacaan terhadap kampanye digital pada Pilkada 2020 mendatang, seyogianya menyertakan keprihatinan etis dan epistemologis untuk mendeteksi kerentanan kampanye digital, selain karena rentannya peretasan terhadap akun pribadi, peretasan web, teror digital terhadap dosen, mahasiswa, aktivis, maupun wartawan, tetapi juga mengenai rentannya akselerasi destruktif dari buzzer politik. *