PJCI Usulkan Transisi Energi Nasional

Dalam kesempatan RDPU Komisi VII DPR RI hari ini, Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia ( PJCI) mengusulkan transisi energi nasional

Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
Dokumen PJCI
RDP PJCI bersama DPR RI 

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) Komisi VII DPR RI hari ini, Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia ( PJCI) mengusulkan transisi energi nasional sebagai semangat dasar Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan ( RUU EBT).

PJCI memandang transisi energi sebagai sebuah perubahan sistem energi yang signifikan dan tidak terbatas hanya pada pemanfaatan sebuah teknologi atau sumber energi tertentu. Transisi energi ini pada dasarnya merupakan langkah setiap negara yang meratifikasi Paris Agreement on United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC), dimana Indonesia telah meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

Area Publik di Kota Ende Mulai Ditutup Minimalisir Penyebaran Covid-19

"Transisi energi nasional memiliki beberapa komponen kunci diantaranya peranan pemerintah yang tegas, perencanaan strategis yang komprehensif, perlakuan atas teknologi EBT sesuai karakteristik masing-masing, transformasi teknologi ketenagalistrikan serta harmonisasi peraturan perundangan yang mendukung transisi energi," demikian disampaikan Eddie Widiono

selaku Pendiri dan Ketua Pembina PJCI pada pembukaan sesi PJCI dalam RDPU sebagaimana rilis yang diterima POS-KUPANG.COM, Jumat (2/10/2020).

Transisi energi mencakup perubahan sistem energi baik dari sisi pasokan maupun permintaan.

Pemkab Malaka Dapat Reward Atas Prestasi WTP dari Pempus DID Senilai Rp 39, 9 Miliar

"Timbulnya gerakan RE100 di dunia, dimana perusahaan-perusahaan global berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan pada 2050 merupakan sebuah bentuk transisi energi dari sisi permintaan," sambung Eddie Widiono.

"Menanggapi sisi permintaan, maka sisi pasokan

melakukan transformasi dengan cara mengintegrasikan lebih banyak pembangkitan energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan".

Pengembangan EBT di Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh issue pasokan EBT mulai dari aspek regulasi hingga aspek komersial yang masih menemui banyak polemik. Sebagai akibatnya, sisi permintaan tertinggal dimana perusahaan-perusahaan RE100 yang beroperasi di Indonesia tidak memiliki banyak ruang gerak untuk memenuhi komitmen mereka.

"Kami mengusulkan kepada Komisi VII DPR-RI untuk mengangkat semangat transisi energi nasional dan memperkuat peranan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) dan melakukan perencaan strategis yang lebih komprehensif," sambung Eddie Widiono.

Lebih jauh lagi, PJCI mengusulkan dibentuknya badan usaha khusus EBT untuk menjadi agen pelaksana transisi energi nasional. "Badan Usaha Pengembangan dan Investasi EBT dibentuk sebagai BUMN di bidang ketenagalistrikan yang berada dibawah Kementerian Keuangan RI sebagai pemegang saham dan tunduk kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,

khususnya DJK, sebagai regulator," jelas Eddie Widiono.

"Badan usaha ini tidak berkompetisi dengan PT PLN sebagai BUMN ketenagalistrikan yang lebih dahulu hadir, dan juga tidak dirancang untuk mematikan peranan badan usaha swasta di sektor ketenagalistrikan, tetapi dirancang untuk berkolaborasi dengan setiap pemangku kepentingan ketenagalistrikan dalam

rangka transisi energi nasional," katanya.

Sebagai contoh pelaksanaan di lapangan, PJCI melihat Badan Usaha Pengembangan dan Investasi EBT yang menjadi pembeli listrik dari IPP-IPP EBT, menggabungkan beberapa Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) untuk mendapatkan harga agregat lalu menjual tenaga listrik EBT kepada PLN secara wholesale.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved