Kasus Kudatuli 1996, Simbol Pelawanan Megawati Terhadap Rezim Orde Baru? Simak Kisahnya Di Sini!
Saat itu, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI), tidak diakui kepemimpinannya oleh rezim Orde Baru.
Megawati baru bersuara pada 22 Mei 1997. Saat itu, dia menggelar konferensi pers di kediamannya, terkait sikapnya pada Pemilu 1997.
Dilansir dari Harian Kompas, Megawati mengejutkan publik saat dia menyatakan memilih untuk tidak memilih. Megawati tak menggunakan hak politiknya pada Pemilu 1997.
Namun, Megawati membebaskan pendukungnya untuk menentukan sikap terkait Pemilu 1997.

"Dengan keprihatinan sangat mendalam, saya menyatakan pada hari ini hak politik saya sebagai warga negara tidak akan saya gunakan dalam pemilu 29 Mei 1997," kata Megawati saat konferensi pers dalam dokumen Associated Press (AP).
"Tetap berpegang pada kata hati nurani saat saudara-saudara menggunakan hak politik dalam pemilu kali ini," lanjut dia.
Mendirikan PDI Perjuangan Setelah Soeharto jatuh dan reformasi bergulir, masih banyak pendukung yang berharap Megawati naik sebagai presiden.
Salah satu cara adalah dengan memanfaatkan Pemilu 1999. Guna menyongsong kontestasi politik pada 1999 itu, Megawati beserta pendukungnya mendeklarasikan PDI Perjuangan (PDI-P) pada 14 Februari 1999.
Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 15 Februari 1999, Megawati yang disambut antusias lebih dari 200.000 simpatisannya, mengatakan, tidak ada alasan lain untuk menunda perubahan nama dan lambang partainya.
Sejak kelahiran PDI pada 10 Januari 1973, baru kali ini PDI meskipun dengan nama PDI Perjuangan, diizinkan tampil di stadion berkapasitas 120.000 itu.
• Pemerintah Kota Kupang Tutup Puskesmas Pasir Panjang Sampai Waktu yang Belum Ditentukan
• Keluarga Tak Percaya Yodi Prabowo Bunuh Diri, Tunjukan Bukti dari Orang Pintar, Ini Reaksi Polisi
• Lakalantas di Sikka, Ini Nama Korban Meninggal Dunia
Gagal Jadi Presiden
Pada Pemilu 1999, PDI-P menjadi pemenang dengan meraih sekitar 36,6 juta suara.
Namun, Megawati tidak serta merta menjadi presiden. Sebab, pemilihan presiden dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Saat itu, ada dua kubu yang bersaing di MPR, yaitu PDI-P dan Partai Golkar yang dinilai sebagai pewaris Orde Baru. Ketua MPR Amien Rais melakukan manuver dengan membuat Poros Tengah.
Poros Tengah pun mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden dengan mengalahkan Megawati dalam voting di MPR. Megawati kalah voting pemilihan presiden dengan 373 banding 313 suara.
Megawati pun menjalani perannya sebagai Wakil Presiden. Namun, pada 2001, dinamika politik memunculkan sejumlah manuver yang membuat Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden.

• 70 Persen Pemilih di TTU Sudah Lakukan Coklit
• Wagub NTT Minta Dinas Kominfo Percepat Elektronifikasi Administrasi Perkantoran
• KPU Belu Kerahkan 425 PPDP Lakukan Coklit Data Pemilih di Belu