Badan Pengawas Pemilu Belu Belum Temukan Pelanggaran Substansial
Bawaslu hanya menemukan kekeliruan teknis tetapi dapat diselesaikan dengan mekanisme saran perbaikan di tempat, oleh PPS maupun PPDP.
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Rosalina Woso
Bawaslu Belu Belum Temukan Pelanggaran Substansial
POS KUPANG.COM| ATAMBUA----Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Belu belum menemukan adanya pelanggaran substansial selama 12 hari kegiatan pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih dalam Pilkada Belu tahun 2020 yang dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP).
Bawaslu hanya menemukan kekeliruan teknis tetapi dapat diselesaikan dengan mekanisme saran perbaikan di tempat, oleh PPS maupun PPDP.
Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Kabupaten Belu, Andre Parera kepada Pos Kupang.Com, Senin (27/7/2020). Dikatakannya, secara umum belum ditemukan adanya pelanggaran substansial selama proses Coklit.
"Secara umum belum ada pelanggadan yang substansial. Hanya ada kekeliruan hal-hal teknis tapi dapat diselesaikan dengan mekanisme saran perbaikan di tempat, baik kepada PPS maupun PPDP. Untuk sementara berjalan baik", kata Andre.
Andre mengungkapkan, secara prinsip, Bawaslu hanya mengalami kesulitan mengenai ketertutupan data pemilih di formulir A.KWK. Data dalam formulir A.KWK ini memuat data pemilih by name by adress. Data ini tidak diberikan kepada Bawaslu setelah adanya edaran dari KPU RI yang tembusannya sampai ke Bawaslu.
"Kami sedikit kesulitan karena ketertutupan akses data yang ada di formulir A.KWK. Data A.KWK ini memuat data pemilih by name. Kami tidak diberi oleh KPU. Memang ini perintah KPU RI, bukan hanya di Belu. Hal ini menyulitkan kami dalam melakukan pengawasan", ungkap Andre.
Selain data yang termuat dalam formulir A.KWK, Bawaslu juga tidak mendapatkan data hasil coklit hari itu. Hal ini karena ada keterbatasan petugas pengawasan di desa sehingga pengawas tidak menjangkau semua TPS lain di waktu bersamaan. Petugas pengawas desa hanya satu orang per desa, sementara PPDP berbasis TPS. Jumlah PPDP sebanyak 425 orang, sedangkan jumlah pengawas desa hanya 81 orang.
"Kami juga kesulitan mendapatkan data hasil coklit hari itu. Tenaga pengawasan kami terbatas. Petugas coklit berbasis TPS sementara tenaga pengawas kami berbasis desa. Mereka 425 orang, kami hanya 81 orang jadi tidak seimbang", ujar Andre.
Meski demikian, alumni STFK Ledalero ini mengatakan, Bawaslu menggunakan strategi pengawasan sampel. Artinya, satu pengawas desa melakukan pengawasan penuh di satu TPS.
"Strategi kami adalah pengawasan metode sampel. Satu pengawas desa melakukan pengawasan penuh satu TPS. Ini untuk mengetahui gambaran data hasil coklit tiap TPS di desa", ucap Andre.
Menurut Andre, ketika data hasil coklit tiap hari bisa disharing ke Bawaslu maka Bawaslu akan mendapatkan data. Bila ada kekeliruan, Bawaslu bisa memberikan saran perbaikan kepada KPU. Namun, sepanjang data hasil Coklit belum didapat maka Bawaslu sedikit kesulitan mengawas data pemilih saat proses Coklit.
"Prinsipnya kami mengawas. Misalnya ada pemilih pindah domisili, itu kami tidak bisa cek karena data tetutup. Bawaslu akan mendapatkan data itu setelah pleno tapi kan prosesnya sudah lewat", pinta Andre.
Lanjut Andre, pada pemilu sebelumnya, hal-hal seperti ini masih ada komunikasi dan koordinasi antara KPU dan Bawaslu setiap sore. Namun sekarang sedikit tertutup.
Juru Bicara KPU Kabupaten Belu, Herlince Emliana Asa yang dikonfirmasi Pos Kupang.Com menjelaskan, koordinasi dan komunikasi antara KPU dan Bawaslu tetap terjalin dengan baik selama ini.