News
Simon Nahak Anak Petani Tembakau yang Bermimpi Menakhodai 'Kapal Malaka', Simak Perjuangan Hidupnya
Terkadang, orang hanya melihat tangga sukses yang diraih ketimbang melihat masa lalu yang sungguh berat dijalani.
Penulis: Paul Burin | Editor: Benny Dasman
Memori Simon masih merekan dengan kuat masa-masa kecil ketika menyaksikan kegigihan orangtua membesarkan ia dan adik-adik di kampung.
Setiap pekan, sang ayah Marselinus mendatangi pasar-pasar baik di wilayah Malaka maupun Belu (dulu, dua kabupaten ini masih bergabung dengan nama Kabupaten Belu) maupun di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS) untuk menjual tembakau, tenunan, ayam dan komoditi pertanian lainnya.
Kedua orangtuanya kompak dalam membangun rumah tangga.
"Ibu mengurus saya dan adik-adik juga menenun. Ayah papalele dari satu pasar ke pasar yang lain," kisah Simon suatu ketika.
Karena itu motivasinya selalu ia tumbuhkan dalam belajar. Ia memompa semangat serta mimpi-mimpi itu untuk menjadi yang terbaik. Hasilnya sudah dipetik, kini.
Di keluarga, Simon dipanggal sebagai Ulu yang artinya sulung. Sebutan Ulu itu mengemban sebuah tanggung jawab yang tak kecil. Karena itu ia tunjukkan sebagai sulung terbaik, yakni dengan belajar secara tekun.
Karena itu sejak masih kecil ia sudah dikenal sebagai anak yang pandai, pemberani, membela teman-teman serta selalu berjiwa sosial atau suka membantu.
Di rumah, ia membantu menumbuk padi atau menumbuk jagung serta pekerjaan domestik lainnya. Ia bilang, mama atau ibu harus dibantu karena ia seorang diri. Begitu juga sang ayah. Ia tak tega melihat keduanya bekerja sendirian.
Karena itu, ketika Simon telah sukses dan sebagai bentuk membahagiakan orangtua, ia kerap meminta mereka untuk berlibur ke Bali.
Di sana, ia menyenangi kedua orang tua atau saudara-saudaranya.
"Tak seberapa menyenangi orangtua yang telah melahirkan, membesarkan dan menyekolahkan saya," kata lelaki ini dalam percakapan dengan Pos Kupang, medio Juli 2020.
Mendaftar ke Kefamenanu
Selepas sekolah dasar (SD) di Weoe tahun 1977, Simon belum melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Ia masih membantu orangtuanya di ladang. Ia juga memelihara ternak dan membantu ibu di rumah. Pun mengurus adik-adiknya.
Harapan untuk melanjutkan pendidikan nyaris hilang. Keinginan yang kuat untuk sekolah itu akhirnya mendapat restu orangtua.
Ia akhirnya mendaftar di SMP Santo Fransiskus Xaverius di Kota Kefamenanu, Ibukota Kabupaten TTU tahun 1981. Pada tahun 1984, Simon menyelesaikan pendidikan SMP.