News
Bupati Kornelis Kodi Mete Minta Stop Kawin Tangkap, Simak Kisah Korban Citra Ini, Bikin Merinding
Kornelius Kodi Mete meminta masyarakat Sumba Barat Daya untuk menghentikan kawin tangkap karena melanggar hak asasi manusia khususnya perempuan.
Penulis: Petrus Piter | Editor: Benny Dasman
Selama beberapa hari, Citra masih menolak untuk makan dan minum.
"Karena terus menangis sepanjang malam, tidak tidur, saya rasa benar-benar sudah mau mati," katanya.
Adik Citra kemudian datang membawakan makan dan minum sambil proses negosiasi berdasarkan adat berjalan. Akhirnya pada hari keenam, keluarga Citra, didampingi pihak pemerintah desa dan LSM, berhasil membawa dia pulang.
Rendahkan Martabat Perempuan
Menurut data yang dikumpulkan Aprissa Taranau, ketua Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) Sumba, setidaknya ada tujuh kasus kawin tangkap sepanjang 2016 hingga Juni 2020, termasuk kejadian yang menimpa Citra.
Beberapa perempuan berhasil melepaskan diri, sementara tiga di antara mereka melanjutkan perkawinan. Dua kasus yang paling terkini terjadi pada 16 dan 23 Juni lalu, di Sumba Tengah. Salah satu perempuan akhirnya menikah.
Kasus-kasus tersebut, kata Aprissa, lebih banyak terjadi di Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Pegiat perempuan itu mendorong penghentian praktik yang ia sebut merendahkan martabat perempuan.
"Kawin tangkap ini hanya menghasilkan kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan, secara fisik, seksual, psikis, belum lagi stigma kalau ia keluar dari perkawinan yang dia tidak inginkan.
Anggota DPRD NTT daerah pemilihan Sumba, Kristien Samiyati Pati yang ditemui Pos Kupang di Kupang, Jumat (10/7) mengatakan, kasus kawin lari atau kawin tangkap yang viral di medsos itu mencederai budaya Sumba.
"Tidak ada budaya kawin tangkap. Ketika viral di medsos kami merasa terganggu. Saya bangga menjadi orang Sumba walau image orang belis mahal. Belis itu menghargai harkat dan martabat wanita. Prosesnya ribet dan panjang tapi itu warisan leluhur yang saat ini tidak utuh lagi diterapkan," kata anggota Fraksi Nasdem ini.
Wakil rakyat asal Sumba ini mengatakan, saat ini praktek belis di Sumba sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Saat ini sudah menurun karena ternak seperti kerbau, kuda, sapi dan babi populasinya sudah menurun.
Sedangkan mamoli tetap dipertahankan karena itu simbol penghargaan terhadap ibu yang melahirkan anak gadis yang dipersunting. Mamoli itu replika rahim wanita dan harus terbuat dari emas asli.
Kristien menjelaskan, proses perkawinan adat dimulai dengan kunjungan delegasi keluarga pria ke rumah orang tua wanita.
Jika delegasi itu diberikan kain, berarti keluarga wanita menyetujui untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya masuk minta yang ditandai dengan belis dari keluarga pria dan balasan dari keluarga wanita. Puncaknya pada acara pemindahan perempuan (pandiki).
Proses ini menandakan resmi perempuan itu menjadi hak pria dan keluarganya. Prosesnya cukup panjang dan adatnya timbal balik.
Lanjut Kristien, kasus kawin tangkap bisa terjadi karena tahapan adatnya tidak dipenuhi tapi cinta sudah menyatu sehingga perempuan lari ikut. Dulu memang ada kawin tangkap tapi dilakukan dengan hormat melalui adat yang luar biasa.