News

Bupati Kornelis Kodi Mete Minta Stop Kawin Tangkap, Simak Kisah Korban Citra Ini, Bikin Merinding

Kornelius Kodi Mete meminta masyarakat Sumba Barat Daya untuk menghentikan kawin tangkap karena melanggar hak asasi manusia khususnya perempuan.

Penulis: Petrus Piter | Editor: Benny Dasman
POS-KUPANG.COM/Petrus Piter
Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya, dr. Kornelius Kodi Mete 

Tetapi rombongan itu tidak mempedulikan dan R tetap dibawa. Sejak peristiwa penculikan, R dikurung di rumah pelaku dan dijaga ketat agar tidak melarikan diri.

Korban lainnya Citra, bukan nama sebenarnya kepada BBC News Indonesia melalui telepon, Senin (6/7) menceritakan praktik 'kawin tangkap' yang dia alami saat tinggal di Kabupaten Sumba Tengah pada 2017.

Ia mengaku ditangkap dan ditahan selama berhari-hari oleh pihak keluarga yang menginginkannya sebagai menantu.

Pada Januari tahun lalu itu, Citra bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat dan diminta ikut rapat oleh pihak yang ia sebut janggal dari keseharian tugasnya. Meski demikian, ia memenuhi tanggung jawabnya dan menghadiri pertemuan itu.

Kira-kira satu jam setelah pertemuan itu berjalan, Citra mengatakan bahwa mereka meminta untuk berpindah lokasi. Citra mengiyakan dan hendak menghidupkan mesin motornya ketika sejumlah orang tiba-tiba mengangkat dan membawanya ke dalam sebuah mobil.

Wanita yang saat itu berusia 28 tahun tersebut menjerit dan meronta-ronta mencoba melepaskan diri.

"Tapi, saat itu ada dua orang yang memegang saya di belakang (mobil). Saya tidak punya kekuatan," tuturnya sambil mengingat kejadian itu kepada .

Dalam perjalanan, ia mengirimkan SMS kepada keluarga dan pacarnya saat itu untuk mengatakan bahwa ia dibawa lari.

"Sampai di rumah pelaku, sudah banyak orang, sudah pukul gong, pokoknya menjalankan ritual yang sering terjadi ketika orang Sumba bawa lari perempuan," jelas Citra.

Dirinya terus melakukan perlawanan dan berusaha untuk mengelak dari ritual-ritual yang dianggap dapat membantu menenangkan perempuan yang ditangkap, seperti penyiraman air pada dahi.

"Terus saya tetap dibawa masuk ke rumah. Di situ saya protes, saya menangis, saya banting diri, kunci (motor) yang saya pegang saya tikam di perut saya sampai memar. Saya hantam kepala saya di tiang-tiang besar rumah, maksudnya supaya mereka kasihan dan mereka tahu saya tidak mau," kata Citra.

Ia menambahkan, pihak pelaku mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena sayang kepadanya.

Hal itu dibantah oleh Citra yang menganggap perlakuan itu salah. Segala upaya dan rayuan dilakukan demi mendapatkan persetujuan Citra dan keluarganya.

"Saya menangis sampai tenggorokan saya kering. Mereka berusaha memberi air, tapi saya tidak mau," tutur wanita yang kini berusia 31 tahun itu.

"Kalau orang Sumba, karena saya biasa dengar, kalau orang dibawa lari begitu, karena masih banyak yang percaya istilah magic -jadi kalau kita minum air, atau makan nasi pada saat itu, kita bisa, walaupun kita mau nangis setengah mati bilang tidak mau -saat kita kena magic kita bisa bilang iya."

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved