Reshuffle Kabinet Antara Hak Prerogatif Presiden Jokowi, Intervensi Parpol Dan Politik Balas Budi
Mencermati periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi dan jelang setahun periode kedua, tak pernah rencana perombakan kabinet disiapkan secara rapi.
Reshuffle Kabinet Antara Hak Prerogatif Presiden Jokowi, Intervensi Parpol Dan Politik Balas Budi
POS-KUPANG.COM - Tak terasa saat ini, kita telah berada di awal Juli 2020, masih di tengah pandemi corona yang melanda Tanah Air.
Di tengah suasana yang demikian, pelbagai isu kini terus mengeruak. Salah satunya yang menjadi trending topik belakangan ini, adalah ungkapan kejengkelan Presiden Jokowi terhadap para menteri yang dinilainya belum memiliki sense of crisis.
Bahkan di tengah kekesalannya yang ditumpahkan kepada para pembantunya tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, pikirannya sudah kemana-mana, apakah membubarkan lembaga, merampingkan kabinet atau pun melakukan reshuffle atas Kabinet Indonesia Maju.
Ungkapan kekesalan Presiden Jokowi itu terlihat dalam video yang dipublikasikan kepada publik melalui akun Youtube Sekretariat Presiden.
Atas kejengkelan Presiden Jokowi itu, publik dibuat menoleh sejenak dari kesuntukan menghadapi pandemi corona sehari-hari.
• Dipuji Reino Barack Lebih Baik dari Luna Maya,Tetangga Syahrini Sinis dan Beberkan Tabiat Asli Inces
• Tim Penyusun Buku 3 Tahun SBS Memimpin Malaka Sambangi Wewiku
• Pamsimas Segera Intervensi PPAB Bagi 25 Desa di Malaka
Karena kejengkelan yang semula adalah konsumsi internal kabinet itu, publik menjadi tahu bahwa Presiden memiliki pembantu yang dipilih sendiri, jumlahnya banyak dan ternyata tidak bekerja.
Kini sudah sepekan lewat sejak kejengkelan Presiden Jokowi disampaikan ke publik atau lebih dari dua pekan sejak kejengkelan itu disampaikan langsung kepada para menteri di Rapat Kabinet Paripurna di Istana Negara, 28 Juni 2020.
Tujuan dari diumbarnya kejengkelan Presiden Jokowi ke publik sudah dicapai yaitu dukungan publik atas langkah-langkah yang akan diambilnya.
Dalam kejengkelannya, Presiden Jokowi menyebut akan mengambil langkah-langkah luar biasa atau extraordinary. Dengan tahapan yang kondisinya disiapkan ini, harusnya, merombak kabinet yang tidak menunjukkan kemajuan signifikan seperti dikeluhkan Presiden Jokowi tidak akan lama lagi terjadi.
Mencermati periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi dan nyaris setahun periode kedua ini, tidak pernah rencana perombakan kabinet disiapkan prakondisinya serapi dan sepanjang ini.
Membantu ingatanmu yang banyak dipakai untuk keperluan lebih penting dari pada urusan pergantian menteri, saya bantu tengok dua kali Presiden Jokowi merombak kabinetnya.
Perlu dicatat, dua kali pergantian menteri di periode pertama dilakukan begitu saja tanpa prakondisi seperti periode kedua ini.

Lima Menteri dan Sekretaris Kabinet
Pertama, 12 Agustus 2015. Saat itu, Presiden Jokowi yang belum genap setahun menjabat sebagai Presiden mengganti lima menteri dan sekretaris kabinet.
Tidak banyak wacana, prakondisi atau "petir sebelum hujan turun". Publik memberi apresiasi.
Karena tidak adanya "petir sebelum hujan turun", sejumlah pihak terkejut dan protes.
Kenapa dilakukan mendadak, tanpa konsultasi atau komunikasi sebelumnya? Pihak Istana Kepresidenan tampil ke publik mewakili Presiden Jokowi mengatakan, keputusan diambil tidak mendadak.
Evaluasi kinerja para menteri dilakukan dengan cukup waktu dan bukti. Pelacakan terhadap menteri pengganti juga dilakukan sangat lama.
Bahwa untuk evaluasi dan pelacakan itu publik tidak tahu, itu urusan lain.
Yang jelas, Istana memastikan, pergantian menteri bukan keputusan "bangun tidur", tetapi keputusan yang diambil dengan pertimbangan matang.
Lalu, kenapa Presiden Jokowi merombak kabinet dan mengganti lima menteri dan sekretaris kabinet saat pemerintahan belum genap satu tahun pada 2015?
• Nama AHY dan Mumtaz Rais, Putera Amien Rais, Diprediksi Masuk Kabinet Presiden Jokowi Jilid II
• PLN Salurkan Token Gratis Bantu Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19
• UTBK Digeser ke Tanggal 20 - 29 Juli 2020, Undana Optimis Laksanakan UTBK Ditanggal Itu
Alasannya untuk percepatan akselerasi program kerja yang dijanjikan dalam kampanye kepada rakyat, konsolidasi pelaksanaan program kerja dan alasan kondisi ekonomi yang saat itu tidak ramah dan butuh tangan-tangan yang lebih cakap.
Jika masih belum ingat juga peristiwanya, saya coba sebut nama-nama menteri yang dilantik Presiden Jokowi, Rabu 12 Agustus 2015 setelah merombak susunan kabinet.
Mereka adalah Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Luhut akan merangkap jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, yang ia jabat sebelumnya.
Ekonom Rizal Ramli dilantik sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman. Rizal menggantikan posisi Indroyono Soesilo.
Thomas Trikasih Lembong dilantik sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel.
Sofyan Djalil, yang sebelumnya menjabat Menko Perekonomian, dilantik sebagai Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago.
Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dilantik sebagai Menko Perekonomian.
Adapun politisi senior PDI-P Pramono Anung dilantik menjadi sekretaris kabinet.
Pramono menggantikan posisi Andi Widjayanto. Lumayan memenyegarkan ingatan nama-nama itu?
Jika tidak, tidak mengapa juga. Hidupmu dan kebahagiaanmu tidak tergantung pada nama-nama itu secara langsung.

Setelah 20 Tahun "Kudatuli"
Perombakan kedua kabinet kerja dilakukan setahun setelah perombakan pertama. Tanggalnya mudah diingat, terutama mereka yang usianya kini 40 tahun yaitu 27 Juli 2020.
Selain soal perombakan kabinet, 27 Juli dikenang juga sebagai peristiwa politik besar yang mendorong perubahan dan robohnya kekuasaan orde baru. Tepatnya, 27 Juli 1996, yang dikenang sebagai "Sabtu Kelabu".
Saat itu, pemerintah secara paksa mengambil alih Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Peristiwa politik ini kemudian dikenang juga sebagai peristiwa "Kudatuli" (kerusuhan 27 Juli).
Perombakan kedua kabinet kerja di tanggal 27 Juli 2016 tampak seperti "pengembilalihan" juga. Dengan kekuasaan di tangannya, Presiden Jokowi memasukkan sembilan nama menteri baru, mengganti delapan menteri lama dan menggeser posisi empat menterinya.
Sama seperti perombakan pertama kabinet kerja, pergantian menteri ini tidak gaduh di awal. Tidak diperlukan prakondisi untuk mendapatkan dukungan publik atas langkah yang diambil Presiden dengan otoritas penuh yang dimilikinya.
Alasan pergantian banyak menteri yang dikemukakan saat itu adalah agar para pembantu Presiden di kabinet bekerja lebih cepat, efektif, dan solid.
Soliditas menjadi alasan yang mendasari perombakan pertama dan kedua kabinet kerja. Para pembantu yang mampu bekerja cepat, efektif dan menjaga soliditas dipertahankan.
• Musibah Tenggelamnya KM Kasih di Selat Pukuafu NTT, 7 Korban Belum Ditemukan
• Kades Aitoun Himbau Masyarakat Hati-hati Berkunjung ke Air Terjun Uluk Til
• Ramalan Zodiak Cinta Besok Selasa 7 Juli 2020, Scorpio Butuh Dukungan, Cancer Tulus, Taurus Tenang
Perombakan kabinet tidak dilakukan lagi sampai periode pertama berakhir dan Jokowi terpilih kembali.
Beberapa menteri yang memiliki "perasaan sama" dengan Presiden Jokowi dipilih kembali menjadi menteri di periode kedua.
Menteri dengan perasaan berbeda Lalu, dari mana isu perombakan kabinet periode kedua ini berawal? Seperti kita ingat dan catat, isu perombakan kabinet periode kedua Presiden Jokowi ini adalah isu yang paling disiapkan jika dibandingkan dengan perombakan kabinet di periode pertama.
Meskipun tidak lagi berbeban karena tidak lagi akan maju dalam Pemilihan Presiden 2024, langkah Presiden Jokowi untuk mengganti para menteri yang tidak bisa bekerja dan tidak memiliki "perasaan sama" seperti berat sekali.
Untuk mengganti para menteri, biasanya dua alasan pokok dijadikan pijakan. Pertama, soal kompetensi dan integritas para menteri untuk menerjemahkan visi Presiden.
Dalam bahasa Presiden Jokowi ada tidaknya "perasaan sama" dalam bekerja. Untuk pijakan ini, merujuk pada kejengkelan di depan para menteri yang diumbar pekan lalu ke publik, Presiden Jokowi sudah memiliki bukti.
Pijakan kedua adalah soal konstelasi politik. Dinamika politik yang kerap merepotkan jadi pertimbangan mengganti menteri.
Pijakan ini yang kerap jadi bahan "kompromi politik" dengan bagi-bagi kekuasaan. Soal "kompromi politik" ini yang tampaknya masih menjadi ganjalan sehingga kejengkelan internal diumbar ke publik untuk mendapatkan dukungan.
Permintaan dukungan publik itu sebelumnya sudah dikemukakan Presiden Jokowi saat mengundang pegiat media sosial atau biasa disebut "buzzer Istana" di Istana Bogor, 18 Februari 2020.
Saat itu, usai evaluasi 100 hari pemerintahan, Presiden Jokowi mengatakan di depan para pendukungnya yang aktif di media sosial sedang mengevaluasi kinerja para menteri.
Isu perombakan kabinet muncul pertama dari sini. Presiden Jokowi saat itu masih memberi waktu karena diperlukan penyesuaian.

Ada yang bisa cepat beradaptasi, ada yang tidak. Untuk yang tidak cepat beradaptasi, maaf masih diberikan. Namun, situasi berbeda dan berubah karena pandemi.
Tiga bulan lebih situasi krisis dihadapi karena pandemi, kinerja baik para menteri tidak didapati.
Beberapa menteri dirasakan tidak memiliki "perasaan sama". Berbeda dengan perombakan kabinet sebelum-sebelumnya, Presiden Jokowi membutuhkan banyak prakondisi untuk mengambil langkah yang merupakan bagian dari hak prerogatifnya.
Publik kemudian bertanya, ada apa? Siapa atau apa yang memberatkan langkah ringan Presiden Jokowi sebelum-sebelumnya saat mengganti menteri?
Merujuk dua alasan pokok yang dijadikan pijakan saat mengganti menteri yaitu kompetensi menteri dan konstelasi politik, tampaknya pijakan kedua yang belum sepenuhnya diyakini.
Permintaan dukungan publik luas berkali-kali adalah tanda akan hal ini.
Pertanyaan berikutnya kemudian mengemuka: hak prerogarif memilih menteri apakah semu belaka?
Apakah di periode kedua ini, mengganti dan memilih menteri tidak lagi bisa dilakukan secara bebas karena pijakan pertama soal kompetensi?
Apakah kompromi sebagai bagian dari konstelasi politik begitu mendominasi?
Publik yang dua kali dikondisikan lewat "buzzer Istana" dan kanal Youtube Sekretariat Kabinet sudah memiliki "perasaan sama" dengan Presiden Jokowi.
Oya, peristiwa "Sabtu Kelabu" atau "Kudatuli" akan diperingati untuk tahun ke-24 pada 27 Juli ini. Salam ambil alih, Wisnu Nugroho
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yang Memberatkan Langkah Presiden Jokowi Mengganti Para Menteri... ", https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/06/103711265/yang-memberatkan-langkah-presiden-jokowi-mengganti-para-menteri?page=all#page2