Opini Pos Kupang

Kisruh Data Bansos dan Potensi Kekerasan Ekonomi

Penyebaran Covid-19 telah merusak pelbagai sendi kehidupan. Sektor ekonomi mendapat sumbangan besar pada efek destruktif virus Corona

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Kisruh Data Bansos dan Potensi Kekerasan Ekonomi
Dok
Logo Pos Kupang

Keputusan ini agar dapat memutus mata rantai penyebaran virus Corona. Begitupula halnya pemerintah memberikan batasan protokoler mengahadapi Covid-19 dengan jaga jarak, pakai masker dan sering mencuci tangan. Sedangkan pasien Covid-19 diwajibkan isolasi mandiri atau terpusat dengan dipantau secara ketat oleh tim gugus tugas Covid-19.

Namun, kondisi ini justru menekan laju pertumbuhan ekonomi. Rakyat kecil dan tak berdaya sangat merasakan dampaknya. Lain hal dengan pekerja formal yang mendapat upah setiap bulan. Itupun ada banyak tenaga kerja yang dirumahkan tanpa kepastian hidup mereka.

Kondisi tersebut menciptakan kekerasan dalam kehidupan keluarga. Orang-orang yang harus bertanggung jawab menafkahi keluarga harus kehilangan pekerjaan. Akibatnya jutaan orang kehilangan kebahagiaan dan tertekan menghadapi masalah ekonomi keluarga.

Menurut UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan ekonomi, yaitu setiap perbuatan yang membatasi orang untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan atau barang; atau membiarkan korban bekerja untuk di eksploitasi; atau menelantarkan anggota keluarga.

Jikalau ditimbang secara saksama, ketika membatasi orang untuk bekerja dari dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang atau barang tetapi tidak memenuhi kebutuhan hidupnnya merupakan bentuk kekerasan ekonomi berat. Ini lebih berat dari melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Kebijakan Negara

Negara menyadari efek destruktif berupa kekerasan ekonomi berat ketika mewajibkan orang tetap tinggal di rumah pada saat pandemi Covid-19. Karena itu ada banyak program diberikan kepada rakyat yang membutuhkannya.

Kewajiban negara itu diberikan melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan APB Desa. Negara juga menyediakan Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Berikut ada pula Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Selanjutnya negara menyiapkan program insentif bagi petani dan nelayan juga program padat karya tunai lainnya.

Namun, carut marut data di lapangan membuahkan bencana baru di negeri ini. Demonstrasi terjadi di kota bahkan desa-desa mendesak pemerintah memenuhi kebutuhan warga ketika harus tinggal di rumah dan tidak bekerja.

Ada juga protes karena justru yang mendapat bantuan adalah kepala desa, aparatur desa dan keluarganya. Sementara rakyat kecil ditiadakan. Ini dapat dikategorikan kekerasan ekonomi berat karena negara mewajibkan orang berdiam di rumah tetapi tidak memenuhi kebutuhan warga negara. Kondisi inipun melahirkan efek domino kekerasan.

Orang bisa saja mengeksploitasi diri dan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadi. Ada pula yang mengalami gangguan psikis, depresi dan sejenisnya. Berikut kekerasan ekonomi lainnya berupa penelantaran anggota keluarga.

Optimalisasi Sektor Ekonomi

Terhadap persoalan dihadapi, hemat saya ada hal yang rumit terkait data yang tidak kaurat akan berakibat pada absennya negara memenuhi hak-hak rakyat yang secara langsung berdampak pada kekerasan ekonomi. Untuk itu hal yang harus dilakukan adalah:

Pertama, Pemerintah harus segera meng-update data penduduk miskin. Sebab kelihatan data yang digunakan saat ini adalah data dari beberapa tahun yang lalu sehingga ada anggota BPD, aparatur desa dan pekerja formal lain juga orang yang telah meninggal pun masih mendapat bantuan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved