Kontroversi AM Hendropriyono Eks Kepala BIN Dipolisikan Sultan Pontianak Diduga Hina Sultan Hamid II
Mantan Kepala Intelijen Negara ( BIN ) Jenderal Purn AM Hendropriyono dipolisikan karena diduga menghinda Sultan Pontianak, Sultan Hamid II.
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Hasyim Ashari
Keterampilan militer yang pernah diikutinya antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Military Free Fall) dan penembak mahir.
Pendidikan umum Hendropriyono menjadikannya sebagai sarjana dalam bidang administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sarjana Teknik Industri dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Bandung.
Ia juga meraih gelar magister administrasi niaga dari University of the City of Manila, Filipina, mendapat gelar magister di bidang hukum dari STHM dan pada bulan Juli 2009 dan meraih gelar doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan predikat Cum Laude.
Pada 7 Mei 2014, ia dikukuhkan sebagai guru besar di bidang ilmu Filsafat Intelijen[4] dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara.
Ia menjadi satu-satunya dan pertama di dunia yang menjadi Guru Besar Intelijen.
Atas gelar ini, ia tercatat masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).
Pengukuhan ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 2576f/A4.3/KP/2014.
Sepanjang hidupnya, Hendropriyono mengalami tiga karier, sebagai militer, politikus, dan intelijen.
Ia juga mengajar di beberapa tempat. Ia juga mengetuai Komisi Tinju Indonesia pada rentang waktu 1994 hingga 1998.
Karier militer Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infanteri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.
Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988-1991), Direktur Pengamanan VIP dan Objek Vital,
Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993), Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.
Semasa menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kolonel, berhasil mengeliminasi kelompok sipil Warsidi di kawasan Talangsari, Lampung
Kejadian tersebut kemudian dikenal dengan Peristiwa Talangsari 1989.
Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).