Fadli Zon Ungkap 3 Masalah Besar Dibalik Kebijakan New Normal Presiden Jokowi, Ini Mencemaskan!
kebijakan new normal itu sangat mencemaskan. Sebab secara epidemiologis, Indonesia masih berada dalam zona merah pandemi Covid-19.
Fadli Zon Ungkap 3 Masalah Besar Dibalik Kebijakan New Normal Presiden Jokowi. Ini Mencemaskan!
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Saat ini, sikap pemerintah pusat yang hendak memberlakukan new normal di tengah pandemi corona, menimbulkan kegusaran di tengah masyarakat.
Pasalnya, virus corona masih mewabah sementara di saat yang sama, pemerintah berencana memberlakukan kenormalan baru.
Terhadap hal itu, Fadli Zon mengatakan, kebijakan new normal itu sangat mencemaskan. Sebab secara epidemiologis, Indonesia masih berada dalam zona merah pandemi Covid-19.
Selain itu, belum terlihat adanya tanda-tanda 'kenormalan'.
"Yang terlihat justru ketidakjelasan seperti berjalan di tengah kegelapan," ungkap Fadli Zon dalam saran tertulis pada Rabu (3/6/2020).
Fadli Zon pun menyebutkan kebijakan new normal dianggapnya sebagai hal yang buruk.
Sebagai catatan, lanjutnya, saat ini Indonesia berada pada urutan ke-19 dunia dalam hal penambahan kasus baru.
Menurut data World Health Organization (WHO), angka penularan virus, atau `reproduction rate' (RO) Corona di Indonesia adalah 2,5.
"Artinya satu penderita bisa menulari 2,5 orang. Tingkat penularan ini masih tergolong tinggi," ungkapnya.
Secara umum, lanjutnya ada tiga persoalan kenapa wacana dan kebijakan new normal dianggap buruk.
• Gugus Tugas Provinsi NTT Baru Update 6 Pasien Positif Covid-19 Sembuh di Sikka, Ini Kata Minggu Mere
• Luhut Tantang Pengkritik Pemerintah Tarkait Utang Negara, Ajak Ketemu Langsung Jangan Hanya di TV
• Berjuang di Tengah Covid-19, Program PKB Peduli Berbagi Sembako ke Jurnalis
Pertama, otorisasi dan organisasi pengambilan keputusannya kacau.
Pandemi virus corona ini oleh Pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana nasional, di mana strategi yang dipilih untuk mengatasinya, adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020, penetapan PSBB ini kewenangannya dipegang oleh Kementerian Kesehatan.
Namun, otorisasi new normal yang dalam praktiknya bisa disebut sebagai bentuk pelonggaran terhadap PSBB, alih-alih dikembalikan ke Kementerian Kesehatan, malah dipegang oleh Gugus Tugas.
Hal tersebut diungkapkannya membuat organisasi pengambilan keputusan menjadi tak jelas.
"Hasilnya sudah bisa kita lihat. Dari 102 wilayah yang diperbolehkan new normal oleh Gugus Tugas, misalnya, tak ada satupun kota di Jawa yang masuk rekomendasi, kecuali Tegal," ungkap Fadli Zon.
"Tapi anehnya, Gubernur Jawa Barat sudah mengumumkan per 1 Juni kemarin ada 15 daerah di Jawa Barat yang boleh menerapkan new normal. Ini kan jadi kacau otorisasinya!," tambahnya.
Kedua, terjadi `misleading' atau kehilangan kepemimpinan.
Pemerintah mengklaim angka reproduksi Covid-19 Indonesia sudah berada di angka 1,09.
Dalam standar WHO, angka ini bisa dianggap terkendali.
Hanya saja, angka yang digunakan Pemerintah Pusat adalah angka yang ada di DKI Jakarta.
Sehingga menurutnya, menggunakan tren perbaikan R0 dan Rt di DKI Jakarta sebagai dasar untuk menggaungkan kebijakan new normal di level nasional sangat tidak tepat.
"Lagi pula, meskipun di atas kertas data Covid-19 di DKI trennya cenderung membaik, data itu tetap harus dilihat secara kritis," jelan Fadli Zon.
Lebih lanjut dipaparkannya, berdasarkan data Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dalam dua minggu terakhir tingkat penularan Covid-19 di DKI Jakarta menurun.
• Andre Taulany Syok Dengar Pengakuan Sule Punya Hutang Rp 3,7 Miliar Sampai Minta Tolong Raffi Ahmad
• Bupati Ende Djafar Achmad : Rumah Ibadah Dibuka, Tak Taat Protokol Diberi Sanksi, Numba Dilokalisir!
• Mahfud MD Senang Nurhadi Ditangkap, Bukti KPK Kerja Tanpa Teriak, Nurhadi Tak Dilindungi Orang Kuat
Pada 31 Mei lalu, angkanya berkisar antara 0,89 hingga 1,22.
"Masalahnya adalah, tren penurunan itu harus kita hubungkan dengan dibukanya keran mudik alias pulang kampung oleh Pemerintah menjelang lebaran kemarin," jelasnya.
Menurut data Jasa Marga, tercatat ada 465.582 kendaraan keluar dari Jakarta dalam rentang waktu H-7 hingga H-1 sebelum lebaran kemarin.
Dari jumlah tersebut, menurut Polda Metro Jaya, hanya sekitar 25 ribu kendaraan saja yang bisa dihalau untuk putar balik.
"Artinya, secara de facto terjadi arus mudik pada lebaran kemarin, sehingga tren penurunan kasus baru dan tingkat penularan Covid-19 di DKI, belum menggambarkan kondisi normal yang sesungguhnya," imbuhnya.
Terbukti, saat kasus di DKI menurun, di Surabaya justru terjadi ledakan jumlah penderita Covid-19, yang membuat Surabaya per hari ini bukan hanya zona merah, tapi sudah menjadi zona hitam.
Hal tersebut diungkapkan Fadli Zon dikarenakan besarnya jumlah penderita Covid-19 di Jawa Timur.
"Artinya, melandainya kurva DKI saat ini bisa jadi disebabkan karena angkanya kini terdistribusi ke daerah melalui peristiwa mudik atau pulang kampung tadi," tegas Fadli Zon.
Ketiga, basis datanya tak proporsional.
Mengutip data Worldometer, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia ternyata memiliki tingkat pengujian yang terburuk di antara negara-negara yang paling terpengaruh oleh Covid-19.
Sejauh ini pemerintah Indonesia hanya bisa melakukan 967 tes untuk setiap 1 juta penduduk.
Bandingkan dengan Amerika Serikat yang melakukan 46.951 tes untuk tiap 1 juta penduduk, Singapura yang mencapai 57.249 per 1 juta penduduk, atau Malaysia yang berada di angka 16.083 per 1 juta penduduk.
Hingga kni, untuk urusan perbandingan tes corona, Indonesia masih berada di urutan 96 dari 100 negara dengan kasus terbanyak.
Indonesia hanya berada di atas Afghanistan, Sudan, Pantai Gading, dan Nigeria.
• Nelayan Selamat Asal Sabu Raijua Tiba di Kupang, Pemprov NTT : Terima Kasih Nelayan dan Pemprov NTB
• Calon Jemaah Haji di Sumba Timur Terima Kembali ONH
• Jadwal Acara TV Hari Ini Kamis 4 Juni 2020 RCTI GTV MNCTV, Ruben Onsu dan Drama Korea VIP Trans TV
WHO sendiri katanya telah menganjurkan syarat minimal pemeriksaan Covid-19 adalah 1 orang per 1.000 penduduk per minggu.
"Kalau penduduk Indonesia 273 juta, berarti per pekan seharusnya ada tes bagi 273.000 penduduk. Dalam 12 pekan sejak kasus pertama ditemukan pada awal Maret lalu, kita mestinya sudah melakukan 3.276.000 tes," papar Fadli Zon.
"Kalau meniru pola Korea Selatan, yang melakukan tes terhadap 0,6 persen penduduk, maka dengan jumlah penduduk 273 juta, kita seharusnya sudah melakukan tes terhadap 1.638.000 orang," ungkapnya.
Lantas, bagaimana kenyataan riil di Indonesia?
Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga 2 Juni kemarin baru 237.947 orang yang telah menjalani pemeriksaan Covid-19 pada laboratorium yang aktif di seluruh Indonesia.
Jumlah yang menurutnya sangat kecil dan tidak proporsional.
Dalam catatannya, hanya DKI Jakarta yang bisa memenuhi kriteria minimal yang diminta WHO, yaitu tes 1 orang per 1.000 penduduk.
Dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa, jumlah tes Covid-19 di DKI Jakarta sudah lebih dari 120.000.
"Artinya, lebih bagus dari syarat minimal yang ditetapkan WHO," ungkap Fadli Zon.
"Jadi, dengan jumlah tes nasional yang sangat tidak proporsional tersebut, menggaungkan wacana new normal menurut saya sebuah langkah spekulatif membahayakan," jelasnya.
Tidak Melibatkan Praktisi Kesehatan
Dari sisi pengambilan keputusan, Fadli Zon mengungkapkan kebijakan new normal tidak banyak melibatkan pertimbangan kalangan profesi kesehatan.
Wacana tersebut disampaikannya justru lebih banyak didikte kalangan pengusaha.
"Padahal, bencana yang kita hadapi saat ini adalah bencana kesehatan," ungkap Fadli Zon.
Lebih lanjut dipaparkannya, dalam menghadapi pandemi, pemerintah seharusnya percaya pada sains serta menggunakan data yang akurat serta proporsional.
Apalagi, new normal katanya berasal dari istilah akademis, sehingga keputusan mengenai hal tersebut juga seharusnya berpijak di atas data-data ilmiah, bukan berpijak di atas harapan ataupun kepentingan sekelompok orang.
"Jangan sampai kebijakan ini hanya uji coba 'trial and error' yang menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan," ungkap fadli Zon.
"Sangat disayangkan kalau proses perumusan kebijakan publik oleh Pemerintah masih bertumpu pada keajaiban daripada kalkulasi saintifik," tutupnya
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Fadli Zon Petakan Tiga Masalah yang Bakal Dihadapi Indonesia Dibalik Kebijakan New Normal Jokowi, https://wartakota.tribunnews.com/2020/06/03/fadli-zon-petakan- tiga-masalah-yang-bakal-dihadapi-indonesia-dibalik-kebijakan-n ew-normal-jokowi?page=all