Kisah Guru SMA Recis Bajawa Kunjungi Siswa di Daerah Terpencil Ngada

memang belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Pembangunan belum menyentuh masyarakat secara menyeluruh di wilayah ini.

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Kisah Guru SMA Recis Bajawa Kunjungi Siswa di Daerah Terpencil Ngada
POS-KUPANG.COM/GORDI DONOFAN
Kepsek dan guru SMA Recis Bajawa saat kunjungi siswa di wilayah terpencil di Riung Kabupaten Ngada, Kamis (7/5/2020).

Di sisi lain, kata Herdin, para guru yang turun menemui siswa juga merasa senang bisa berjumpa dengan siswa.

Ini sebagai konsekuensi tugas guru sebagai pelayan yang tetap memberi pelayanan dengan hati, tulus dan ikhlas. Dengan bertemu langsung di rumah mereka, juga sebagai penyemangat dalam belajar dalam membangun masa depannya.

Sebagai kepala sekolah tidak berarti bos, sebaliknya menjadi pelayanan yang turun langsung dan mengetahui kondisi siswanya.

"Ini tentu sesuai dengan spirit sekolah ini melalui motto: Elitis dalam mutu, populis dalam pelayanan. Siswa adalah aset sekolah, gereja bangsa dan negara yang selama pendidikan dipercaya penuh oleh orang tua masing-masing. Aset ini perlu dirawat dan dilayani dengan baik," terangnya.

Harus "Buka Mata"

Sementara itu Wakasek kesiswaan Eman Loke, yang menyertai kepala sekolah dalam safari ini mengatakan, bahwa situsi seperti ini mestinya membuka mata banyak pihak.

Guru harus melakukan program kunjungan rumah sehingga bisa tahu kondisi ril siswa selama belajar dari rumah. Juga membuka mata pemerintah terhadap kesulitan anak-anak di daerag terpencil.

"Dalam situasi pandemi covid 19 ini, semua baru tau ternyata masih banyak tempat tidak ada jaringan dan belum ada akses listrik. Padahal kita pernah dengar kemerdekaan sinyal dan listrik dalam program pemerintah. Kita berharap kebijakan pemerintah ke depan sungguh menyentuh realitas. Mudah-mudahan ini menjadi perhatian ke depan,"kata Eman Loke.

Guru lainnya, Bonefasius Zanda yang juga berasal dari Riung Barat, mengatakan kalau pihaknya tidak kaget dengan kondisi seperti ini.

Dari dulu wilayah Riung memang belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Pembangunan belum menyentuh masyarakat secara menyeluruh di wilayah ini.

Soal sinyal harus naik turun gunung, dan listrik yang tidak ada itu malah makin lama dianggap bukan masalah. Padahal itulah masalahnya.

Kesulitan jaringan telekomunikasi dan listrik bukan hanya wilayah Lindi hingga perbatasan Manggarai Timur, tetapi juga dialami wilayah Maronggela dan hampir seluruh Riung Barat.

"Bagi orang yang datang melewati jalan rusak, tidak ada listrik itu masalah. Kami sudah biasa menganggap hal yang sebenarnya tidak biasa ini menjadi biasa saja. Bahkan arti merdeka atau tidak kami juga tidak bisa bedakan jika dilihat dari akses pembangunan di wilayah ini," kata Boy, sapaan akrabnya.

Boy menegaskan, makanya sampai Mendikbud kaget mendengar bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang tinggal di daerah terpencil belum mendapat akses listrik. Tidak bisa internet.

Kodim 1618 TTU Buka Posko Pengaduan Bantuan Covid-19 di Seluruh Koramil

"Kalau di kota sudah online, tetapi di daerah terpencil masih oh...lain!,” sindir Boy.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved