Kekerasan Seksual
Perjuangan Korban Kekerasan Seksual Keluar dari Trauma
Perjuangan Korban Kekerasan Seksual Keluar dari Trauma, Takut Keluar Rumah Hingga Tak Ingin Lanjutkan Sekolah
Penulis: Maria Enotoda | Editor: maria anitoda
POS-KUPANG.COM - Perjuangan Korban Kekerasan Seksual Keluar dari Trauma
Wajah murung IM (19) terlihat jelas saat ditemui di rumahnya. Ia terus tertunduk tanpa menengok kanan kiri. Ekspresi wajahnya datar saja seperti tak ada yang datang menemuinya. Mengenakan kaos putih sambil ditemani ibunya, IM (19) hanya menjawab selamat sore tanpa senyum sedikitpun.
IM (19) merupakan salah satu korban yang berhasil ditemui Senin (25/11/2019) di Pasir Panjang Kota Kupang, Saat kejadian IM masih berusia 17 tahun. IM (19) adalah salah satu dari banyaknya korban pencabulan di Kota Kupang yang berani melaporkan apa yang dialaminya pada pihak yang berwajib.
• Tersangka Kasus Dugaan Suap, Mantan Kalapas Sukamiskin 2016-2018 Deddy Handoko Belum Ditahan, Info
• Ada 11 Kelompok Pasien yang Dianjurkan Tak Berpuasa Selama Ramadhan, Semoga Anda Tidak Termasuk
• Ini Sosok yang Akan Gantikan Penguasa Korut Kim Jong Un, Kondisi Kritis, Simak Info
IM (19) yang waktu itu duduk di bangku sekolah menengah atas di Kota Kupang memang sangat takut, saat ingin memberitahu orang tuanya tentang apa yang dilakukan pelaku pertama kali. Tetapi ia mengumpulkan niat dan butuh waktu beberapa jam hingga ibunya tahu apa yang sudah menimpa anaknya.
Kejadian yang menimpa IM bermula saat ia sedang duduk menonton televisi. Salah satu tetangganya yang berusia beberapa tahun di atasnya masuk, dan mulai melakukan pelecehan. IM syok dan tak biasa berkata apa-apa. Rasa takutnya menjalar ke seluruh tubuh, mulutnya seakan dibungkam oleh rasa takut. Melihat keberingasan pelaku yang membabi buta melecehkan IM yang duduk di kursi siang itu.
Bukannya menghampiri sang ibu yang sedang mencuci baju IM hanya duduk terdiam dan menangis. Sang ibu yang melihat anaknya menangis langsung menghampirinya tapi tak ada satu katapun keluar dari mulut IM. Tetapi beberapa jam berselang IM beranikan diri melapor pada ibunya. Trauma mulai dirasakan IM sejak malam pertama setelah kejadian. IM sering menangis dan mengurung diri di kamar.
Hampir sebulan setelah kejadian IM tak pernah keluar rumah bahkan ke sekolah sekalipun. Ia selalu mengingat kejadian tersebut jika melihat ruang tamu tempat kejadian. Di awal kejadian, IM bahkan tak ingin makan apapun. Hal yang ia lakukan adalah duduk menangis di kamarnya.
Ia takut bertemu teman-temannya. Ia juga takut jika ia ke sekolah akan mendapatkan bully (perundungan) karena kasus yang ia alami. Hari demi hari IM makin terkurung dengan rasa takutnya. Pelaku yang notabene adalah tetangganya membuat IM takut keluar rumah, bahkan sekedar membeli garam dapur pun tak mau.
Dua bulan berlalu IM kembali bersekolah. Ia mendapatkan perundungan ketika dalam perjalanan, sehingga beberapa teman yang bersimpati mengantarkannya kembali ke rumah. Trauma yang dialami IM bahkan berlanjut hingga saat ini.
Ia menjadi lebih banyak di rumah dan jarang keluar. Beberapa kali saat keluar rumah terkadang ia bertemu pelaku karena memang pelaku adalah tetangga IM. Untuk mengalihkan trauma yang ia alami, IM mengaku suka bernyanyi. ‘’ Saya suka nyanyi kalau ingat kejadian. Saya biasanya menyanyi saja atau sibukkan diri urus rumah kebetulan saya sekarang sudah selesai SMA,’’ ungkapnya.
Ia memilih tidak berkuliah dan lebih memilih untuk tinggal di rumah dan memulai usaha jualan minumannya. Lagi, semuanya dilakukan di rumahnya. Ibu IM juga sangat menyesali atas apa yang terjadi pada anak perempuannya. Ia mengaku sangat sakit hati saat tahu anaknya dilecehkan secara seksual oleh salah satu tetangga di tempatnya tinggal. Hal yang membuatnya lebih sedih adalah melihat sang putri duduk terdiam dan tak mau makan sama sekali. ‘’Lihat dia menangis saya tidak kuat, anak gadis saya dilecehkan. Emosi? Iya. Tapi yang lebih menyakitkan melihat sikap anak saya yang berubah drastis,’’ ujarnya.
Ibu IM melanjutkan menurut orang lain mungkin melihat hal ini sebagai hal yang biasa, tapi kenyataannya adalah melihat anaknya dilecehkan secara seksual adalah hal terpahit selama hidupnya. Tangisan anaknya selalu ia dengar bukan hanya di saat malam. Tapi juga kadang sepanjang hari.
Tapi ibu IM bersyukur saat ini anaknya sudah mulai keluar dari keterpurukannya dan memulai usaha sendiri di rumah, walaupun hanya menjual minuman. Perjuangan ibu IM juga tidak mudah agar anaknya bisa kembali beraktivitas secara normal. ‘’Butuh waktu. Saya lihat dia menangis terus. Hati saya sakit, saya coba rayu dia untuk bantu-bantu saya kerja di dapur dan juga urus jemur rumput laut,’’ ujarnya dengan wajah lesu.
Perlu Dukungan pada Remaja Korban Kekerasan Seksual, Bukan Cibiran
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Nusa Tenggara Timur, Ansi Damaris Rihi Dara mengatakan fenomena kekerasan seksual remaja sangat mengkuatirkan. “Seksualitas adalah hal yang lumrah tetapi yang menjadi masalah adalah kekerasannya,” katanya ketika diwawancarai Senin (6/4).
