Virus Corona
Rahasia Negara yang Dipimpin Perempuan Merespons Wabah Virus Corona Lebih Baik
BanyaK negara di dunia saat ini dipimpin oleh perempuan. Data membuktikan bahwa negara-negara tersebut merespons wabah virus corona lebih baik.
Namun, terlepas dari fakta bahwa negara-negara tersebut dipimpin perempuan, ada kesamaan lain dari negara-negara yang merespons krisis ini dengan baik:
Negara-negara itu adalah negara dengan ekonomi maju, yang memiliki sistem penyokong kesejahteraan dan kerap mencatat angka tinggi pada sebagian besar indikator pembangunan sosial.
Selain itu, negara-negara tersebut punya sistem layanan kesehatan yang kuat sehingga mampu menangani kondisi darurat.
Lalu, apakah kualitas sebuah negara ditentukan oleh pemimpin? Atau mungkin lebih spesifik, pemimpin perempuan?
'Semuanya tentang keragaman'
Cara para pemimpin perempuan terpilih ini bertindak dalam kancah politik memainkan peranan, kata para pengamat.
"Saya pikir perempuan tidak memiliki satu gaya kepemimpinan yang berbeda dibanding pria. Namun ketika perempuan mewakili posisi kepemimpinan, hal itu mendatangkan keragaman dalam pembuatan kebijakan," kata Dr Geeta Rao Gupta, direktur eksekutif Program 3D untuk perempuan sekaligus peneliti senior di UN Foundation.
"[Keberadaan perempuan] menciptakan keputusan yang lebih baik karena ada pandangan baik dari pria maupun dari perempuan," paparnya kepada BBC.
Kondisi ini kontras dengan aksi menepuk dada dan menyanggah sains seperti yang dilakukan pemimpin pria, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro.
Rosie Campbell, direktur Global Institute for Women's Leadership di King's College London, menilai "gaya kepemimpinan tidaklah inheren pada pria dan perempuan".
"Namun, karena dari cara kita bersosialisasi, perempuan yang lebih berempati dan pemimpin yang berkolaborasi lebih diterima. Dan sayangya ada banyak pria yang jatuh ke dalam kategori narsistik, hiperkompetitif," kata Campbell.
Dia meyakini karakteristik ini dalam kepemimpinan pria "diperparah oleh massa populis yang mengubah politik".
Masalah dengan politik 'macho'
Para pemimpin populis, menurut Campbel, bergantung pada "pesan-pesan sederhana" guna menggalang dukungan dan ini kerap berdampak pada pendekatan mereka dalam menangani pandemi.
Para pemimpin di AS, Brasil, Israel, dan Hongaria, sebagai contoh, beberapa kali berupaya menyalahkan hal-hal eksternal, seperti orang-orang asing yang "mengimpor penyakit" ke dalam negara.
"Trump dan Bolsonaro memilih persona ultra-macho. Itu tidak diprogram dalam biologi mereka bahwa mereka harus bersikap seperti itu, tapi mereka yang memilih demikian," kata Campbell.
"Kemungkinan perempuan berada di kubu populis radikal kanan dipandang kecil. Ada beberapa pengecualian, seperti Marine Le Pen [di Prancis]. Namun, secara keseluruhan, sikap itu terkait dengan jenis politik yang sangat individualistik, politik macho."
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/kanselir_20160628_140553.jpg)