Opini Pos Kupang

Isolasi Sosial-Serentak di Eropa

Mari membaca dan simak Opini Pos Kupang berjudul Isolasi Sosial-Serentak di Eropa

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Isolasi Sosial-Serentak di Eropa
Dok
Logo Pos Kupang

Kegiatan-kegiatan ibadah dan rohani lain di gereja-gereja pun kini mulai dibatasi. Misalnya: dalam acara pernikahan, pembaptisan, atau penguburan diupayakan untuk dibuat dalam lingkunan keluarga.

Memang pahit! Sekaligus menyedihkan. Namun ini realitas. Awal musim semi sebenarnya menjadi waktu dan saat dan indah untuk mulai menikmati kehidupan setelah kita mengalami musim dingin yang panjang. Aktivitas-aktivitas budaya dan sosial yang menarik perhatian umum masyarakat mulai pertengahan Maret ditunda atau ditiadakan sama sekali.

Intermeso kehidupan melepas lelah setelah bekerja dengan menikmati musik, menikmati teater, membaca di tokoh-tokoh buku, dan perpustakaan umum atau ke stadion-stadion bola dan pesta-pesta rakyat terancam dan terpaksa ditiadakan.

Secara manusiawi memang sulit untuk diterima. Namun yang sulit ini meski dijalani. Memang bukan hal biasa, tapi yang unik ini di Eropa adalah merupakn realitas baru. Menjaga jarak agar aparat kesehatan bekerja baik dan maksimal. Sehingga jaminan kesehatan warga tetap terpelihara.

Jerman memang memiliki sistem kesehatan sangat baik. Rumah-rumah sakit memiliki dokter-dokter berkompeten didukung pula oleh ahli-ahli virus yang kualitasnya mendunia. Sistem kesehatannya diakui secar internasional.

Jerman dengan sistem asuransi kesehatannya yang diperuntukan untuk seluruh masyarakat tanpa membedakan si miskin dan si kaya menguatkan harapan mereka untuk bisa tetap hidup sehat.

Tenaga-tenaga medis Jerman mendukung keputusan politik pemerintah untuk membuat karantina dengan jangka waktu 14 hari bagi mereka yang positif. Mengasingkan pasien dari sentuhan dan relasi dengan orang lain merupakan cara strategis untuk tidak terjadi kontiminasi. Dengan itu tak ada dampak lanjutan dimana virus secara adil dibagikan kepada orang lain.

Cahaya matahari di awal musim semi tahun 2020 memang sangat menggoda. Ia pandai merayu. Kegenintannya ingin agar setiap insan dibiarkan terlelap dalam pelukannya. Di situ, pertimbangan rasional dan hati dipertanyakan.

Antara ingin menikmati hangatnya matahari bersama-sahabat dan kenalan atau lebih memilih sendiri. Kalau kita memilih ingin bersama dan semesra mungkin bersama orang lain, kemungkinan terjadi penyebaran. Tapi kalau kita menjaga jarak maka virus tidak disebarkan. Meski kerinduan tak terobati.

Jadwal-jadwal kunjungan keluarga pun bahkan dikurangi. Orang-orangtua yang pada umumnya tinggal di panti-panti jompo yang nota bene kelompok rawan terkena infeksi virus untuk sementara kurang mendapat kunjungan dari keluarga. Kerinduan mereka akan anak dan cucu diurung. Bukan hanya untuk mereka baik tapi juga untuk anak dan cucu.

Liburan panjang menjelang Paskah dan setelah Paskah tahun ini meski diisi dengan kegiatan-kegiatan pribadi. Kreativitas-estetis dan kognitif setiap warga agar tidak terjerumus dalam stress meski digali dan dikembangkan. Anak-anak sekolah memanfaatkan waktu secara efektif di rumah.

Terlihat jelas saat ini mal-mal dan fashion shope mulai sepi pengunjung.Ini secara ekologis merupakan kerelaan mutlak (meski terpaksa) untuk membiarkan udara kembali bersih. Ini juga mengurangi polusi. Di sisi lain sekaligus biaya dan anggaran sosial dan rumah tangga mengalami penghematan mutlak.

Check up ke dokter meski dijalani. Jelasnya untuk mengetahui bukan saja apakah saya terkena terkena virus atau tidak, namun untuk memastikan apakah sistem kekebalan tubuh saya kuat atau lemah. Ini kewajiban dan sekaligus tanggungjawab sosial rakyat. Bukan paranoia atau over panic charakter.

Sinergisitas antara seruan untuk tetap aman dengan keharusan memeriksa kesehatan memungkinkan adanya jaminan bahwa rakyat tidak ingin virus Corona merusak tatananan sosial.

Di sisi lain keharusan ini bisa saja mengubah jadwal-hidup harian rakyat. Di sini perubahan jadwal dalam rumah tangga dan kehidupan sosial masyarakat yang pasti dan ketat bertekuk lutut di hadapan ancaman si Corona. Kedisplinan waktu kerja pun tak berdaya dan kurang berfungsi seperti biasanya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved