Yuk Simak ! Data Rumah Harapan GMIT, Kekerasan Masih Sering Terjadi di Ranah Privat
pemerintah daerah mengalokasikan dana untuk pencegahan dan penanganan KDRT, kekerasan seksual, dan TPPO.
Data Rumah Harapan GMIT, Kekerasan Masih Sering Terjadi di Ranah Privat
POS-KUPANG.COM |KUPANG --Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT Tahun 2019 yang diluncurkan, Jumat (13/3/2020) di Kupang menunjukkan jumlah kasus yang masuk dalam layanan Rumah Harapan GMIT pada tahun 2019 sebanyak 118 korban/penyintas dari berbagai kasus kekerasan.
“Peluncuran Catatan Pendampingan ini merupakan kegiatan rutin Rumah Harapan GMIT setiap tahun sebagai bagian dari pertanggungjawaban publik atas amanat yang diberikan kepada Rumah Harapan GMIT untuk kerja layanan kemanusiaan,” ujar Ferderika Tadu Hungu, Ketua Pengurus Rumah Harapan GMIT.
Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT berisikan catatan hasil dokumentasi kasus perdagangan orang, kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KTP), dan Kekerasan terhadap Anak (KTA) yang dilaporkan ke dan dilayani oleh Rumah Harapan GMIT, serta data sekunder terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT yang meninggal di luar negeri pada tahun 2019.
Angka 118 kasus kekerasan tersebut terdiri dari pelayanan sambutan 55 kasus TPPO/PMI yang meninggal di kargo bandara El Tari Kupang dan 63 kasus yang dilayani Rumah Harapan GMIT. Dari 63 kasus tersebut, 15 kasus merupakan kasus perdagangan orang, 24 kasus KTP, dan 24 kasus KTA.
Perdagangan Orang
Berdasarkan data pendampingan Rumah Harapan GMIT terkait kasus perdagangan orang/anak, ditemui bentuk kekerasan terbanyak adalah pemalsuan identitas korban sebanyak 11 kasus, penganiayaan fisik sebanyak 2 kasus, kerja paksa sebanyak 1 kasus, dan penggelapan gaji sebanyak 1 kasus.
Kasus perdagangan orang ini lebih banyak terjadi pada ranah publik atau komunitas, yaitu didominasi oleh petugas lapangan atau perusahaan perekrut. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak petugas lapangan yang mudah mengakses para korban di desa/kelurahan tempat tinggal korban.
Meski Rumah Harapan GMIT hanya melayani 55 kasus TPPO, tapi berdasarkan data BP3TKI, total jumlah PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri sebanyak 117 orang: 28 perempuan dan 89 laki-laki. Dari jumlah ini, sembilan jenazah tidak dipulangkan, sedangkan yang berhasil dipulangkan ke NTT hanya 108 jenazah.
“Berdasarkan daerah asal, angka tertinggi PMI yang meninggal berasal dari Kabupaten Ende sebanyak 26 orang, dan daratan Timor (yang digabung lima kabupaten) sebanyak 54 orang,” jelas Rika.
Jika dilihat berdasarkan negara tempat bekerja, PMI NTT yang meninggal terbanyak bekerja di Malaysia, yakni 115 orang, Senegal 1 orang, dan Indonesia (Samarinda) 1 orang. Sedangkan jika dilihat dari status legalitas PMI yang meninggal, sebanyak 116 orang itu tidak memiliki dokumen lengkap atau ilegal, sedangkan hanya 1 PMI yang terikat kontrak kerja.
Penyebab kematian PMI asal NTT pada tahun 2019 pun beragam. Penyebab kematian tertinggi ialah meninggal karena sakit (jantung koroner, serangan jantung, radang paru-paru, tekanan darah tinggi, infeksi paru, kencing manis, kanker, dan lain-lain) sebanyak 65 kasus.
Selain itu, tidak diketahui penyebab kematian sebanyak 25 kasus, kecelakaan lalu lintas dan kerja (tenggelam, digigit buayam, kesetrum, terbakar, dan lain-lain) sebanyak 21 kasus, kematian Ibu akibat keguguran dan kehamilan di luar rahim sebanyak 3 kasus, serta bunuh diri dan diduga terbunuh sebanyak 3 kasus.
Terkait kasus perdagangan orang yang dilayani oleh Rumah Harapan GMIT, dari tiga kasus perdagangan orang, sudah terdapat dua kasus yang mendapat putusan hukum, dan satu kasus penyintas yang kembali ke keluarga.
Kekerasan terhadap Perempuan