Pertemuan Bakohumas Lingkup Provinsi NTT Bahas Informasi Publik Sikapi Corona, DBD dan ASF
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pun menjadi salah satu daerah yang juga mewaspadai masuknya virus tersebut.
ASF Tidak Menular kepada Manusia, Namun Menyebabkan Kerugian Ekonomi
Selanjutnya, drh. Melky Angsar, M.Sc selaku Pejabat Fungsional Veteriner Madya mewakili Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT juga turut menjelaskan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi NTT dalam pencegahan dan penanggulangan African Swine Fever (ASF).
ASF sendiri berasal dari Afrika dan paling banyak terjadi di China. Melky menjelaskan, pada tanggal 27 September 2019 virus ASF sudah masuk ke Timor Leste dan hal tersebut cukup membuat panik karena batas antara Timor Leste dan Indonesia yang sangat dekat.
NTT merupakan daerah populasi babi tertinggi di Indonesia, dengan jumlah babi sebanyak 2,1 juta ekor. Namun, jumlah tersebut juga berpotensi menimbulkan kerugian secara ekonomi. Berdasarkan data tahun 2019, jika ASF menyerang 60 persen populasi (1,2 juta) dengan asumsi harga satu ekor babi Rp2Juta, maka kerugian yang akan dialami peternak mencapai 2,4 Triliun.
Virus ASF menimbulkan tanda klinis pada hewan sama seperti Hog Kolera, yakni babi tidak mau makan dan minum, demam, telinga, kaki, dan kulit berwarna kemerahan, dan masa inkubasinya sekitar 7-10 hari.
Pencegahan ASF di peternakan bisa dilakukan dengan beberapa cara, yakni jangan mmberikan makanan sisa pada babi, ganti pakaian dan sepatu di dalam dan di luar peternakan, desinfeksi pada titik masuk dan keluar pada peternakan, desinfeksi pada titik masuk dan keluar peralatan kandang di dalam lingkungan kandang, menggunakan desinfektan yang sesuai, memberi pakan dari sumber terpercaya, memberi sperma atau semen dari sumber terpercaya, karantina ketat ketika memasukkan hewan baru sekitar 2-3 minggu, dan mencegah kontak dengan babi liar.
Sementara itu, upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain Instruksi Gubernur NTT Nomor 001/ DISNAK/ 2019 Tanggal 13 Oktober 2019 tentang Pencegahan Penyebaran Penyakit African Swine Fever (ASF) di Provinsi Nusa Tenggara Timur, melakukan surveilans pengambilan darah babi untuk deteksi penyakit ASF
Koordinasi dengan Dinas Terkait di daerah dekat perbatasan dengan negara Timor Leste termasuk dengan Polri, TNI, Karantina, dan Bea Cukai dalam mencegah masuknya ternak babi dan produk olahannya ke wilayah Indonesia melalui PLBN Motaain, Motamasin dan Wini untuk dimusnahkan.
Selain itu, melakukan sweeping produk asal Timor Leste bersama Badan POM Provinsi NTT, melakukan biosekuriti di kandang milik masyarakat, membagikan materi KIE (Spanduk, Banner, Leaflet, Flyer) kepada Dinas terkait untuk di sosialisasikan kepada masyarakat dan melalui Radio Spot RRI, dan melakukan Bimtek ASF bagi petugas lapangan di 6 kabupaten / Kota se Pulau Timor pada Bulan Desember 2019 di Kupang.
Sedangkan upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah, yakni Instruksi Gubernur NTT Nomor 002/ DISNAK/ 2020 Tanggal 27 Februari 2020 tentang Pelarangan Sementara Pemasukan/Pengeluaran ternak babi bibit/ potong, produk babi (segar/ olahan) maupun hasil ikutan lainnya dari dan ke dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur serta antar wilayah kabupaten/ kota se Nusa Tenggara Timur.
Rakor ASF lintas sektoral di Kabupaten/ Kota, pengumpulan bangkai dan disposal yang aman bagi ternak babi dan lingkungan, penghentian pergerakan dan pembatasan lalu lintas, istirahat kandang minimal 3 bulan, Pembersihan dan Desinfeksi, kampanye jangan takut makan daging babi selama daging babi yang dibeli berasal dari RPH milik pemerintah dibawah pengawasan Dokter hewan, dan usulan ke Menteri Pertanian RI tentang Status Wabah ASF di NTT.
Adapun data Kematian Babi di NTT (Gabungan ASF dan Hog Cholera) sebagai berikut.
1. Kota Kupang sebanyak 221 ekor
2. Kabupaten Kupang sebanyak 1.758 ekor
3. Kabupaten TTS sebanyak 825 ekor