News

MoU Tambak Garam PT Tamaris dengan Warga Toineke Gagal Lagi, Bupati TTS: Ada Oknum yang Bermain

Kegagalan penandatanganan MoU ini merupakan yang kedua kalinya setelah pada Agustus 2019 agenda yang sama juga urung terlaksana.

Penulis: Dion Kota | Editor: Benny Dasman
POS-KUPANG.COM/Dion Kota
Anggota lembaga masyarakat adat Toineke keluar dari hotel Blessing pasca gagalnya penandatanganan MoU dengan PT Tamaris 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Dion Kota

POS KUPANG, COM, SOE - Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tambak garam antara PT Tamaris Garam Nusantara dengan lembaga adat Desa Toineke di Hotel Blessing, Senin (9/3) gagal terwujud.

Pasalnya, ada kelompok dalam lembaga adat yang masih menolak MoU tersebut. Kegagalan penandatanganan MoU ini merupakan yang kedua kalinya setelah pada Agustus 2019 agenda yang sama juga urung terlaksana.

Wakil ketua DPRD TTS, Religius Usfunan, yang mengikuti kegiatan tersebut, mengakui gagalnya penandatangan MoU dipicu adanya pro-kontra di dalam lembaga masyarakat adat. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemda maupun PT Tamaris Garam Nusantara.

Sesuai kesepakatan, katanya, Pemda dan PT Tamaris akan kembali melakukan sosialisasi dan duduk bersama dengan pihak yang pro maupun kontra guna mencari solusi terbaik.

"Ada kelompok masyarakat yang menolak karena belum diberikan sosialisasi terkait hak dan kewajibannya dengan kehadiran investasi garam tersebut. Sesuai kesepakatan, Pemda dan PT Tamaris akan kembali melakukan sosialisasi kepada masyarakat termaksud amaf dan usif setempat," ungkap Usfunan.

Asisten II Setda TTS, Yohanes Lakapu, yang hadir mewakili Bupati TTS, mengatakan, gagalnya penandatanganan MoU karena terkendala masalah komunikasi.

Ada pihak-pihak yang mengaku sebagai amaf yang menolak karena belum mendapatkan sosialisasi terkait kehadiran investasi tersebut.

Sesuai kesepakatan, diakui Yohanes, pada Jumat pekan depan, PT Tamaris dan Pemda akan kembali turun ke Desa Toineke untuk duduk bersama dengan lembaga adat setempat.

"Ini hanya masalah komunikasi saja. Ada sebagian amaf yang belum mendapatkan sosialisasi, makanya kita sepakat Jumat depan kita turun untuk duduk bersama," jelasnya.

Ketua Lembaga Adat Desa Toineke, Aleksander Nio, mendukung investasi garam di desa itu. Aleksander setuju agar lahan ulayat seluas 350 hektare di Desa Toineke digunakan untuk pengembangan tambak garam. Namun dia tak menampik jika masih ada dualisme dalam kelompok masyarakat setempat.

"Saya ini tuan tanah, setuju adanya tambak garam. Selama ini lahan tersebut merupakan lahan kosong yang tidak diolah oleh masyarakat sehingga jika ada pihak yang memanfaatkan dan memberikan keuntungan untuk masyarakat, kita dukung," tegasnya.

Ketika ditanyakan terkait hak-hak yang akan diperoleh dari investasi garam tersebut, Aleksander mengaku tidak tahu persis. Dia hanya mengingat jika keuntungan akan diberikan secara bertahap.

"Saya hanya ingat, kalau tidak salah, keuntungan untuk tahap awal kami dapat 25 persen. Nantinya akan naik secara bertahap," ungkapnya.

Agenda MoU sebelumnya antara PT Tamaris Garam Nusantara dengan lembaga adat Desa Toineke dan Tuafanu dilakukan Senin (26/8/2019) di Desa Tuafanu, namun gagal terwujud. Saat itu, ada tiga tuntutan masyarakat yang belum mampu dipenuhi oleh PT Tamaris.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved