Siswa di Sumba Timur Jalan Kaki 7 Km
BREAKING NEWS: Siswa SDM Mbatakapidu, Sumba Timur Jalan Kaki 7 Kilometer
Siswa SDM Mbatakapidu, Sumba Timur berjalan kaki menempuh perjalan jauh dengan jarak 5 sampai 7 kilometer (Km)
Penulis: Robert Ropo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | WAINGAPU - Anak-anak dari wilayah Dusun 5 Kambata Wundut, Desa Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi NTT yakni Kampung Landa, Watu Mamoha, Maringu Lambi, Menggit dan Kampung Walunggalu harus berjalan kaki menempuh perjalan jauh dengan jarak 5 sampai 7 kilometer (Km) guna memperoleh pendidikan di SDM Mbatakapidu desa tersebut.
Mereka harus menyisiri jalan setapak dan jalan raya desa yang masih beralaskan tanah. Mereka juga harus berjuang melewati rintangan derasnya arus sungai saat banjir, lumpur dan berdebu.
• Pilkada 2020 - Proses Pengusungan Balon di Ngada Masih Proses
Jenia Mburu Hamu (12), Petronela Tamu Apu (11), Evan Hapu Hinggi Ranja (13), Ahir Lalupanda (6), Ervin Kala Talu Meha (10), Selvi Dembi Tamar (12), Artis Rambu Ana Mila (12) dan sejumlah siswa lainya ketika ditemui POS-KUPANG.COM saat hendak pergi ke sekolah, Rabu (11/3/2020) mengaku, demi memperoleh pendidikan, mereka setia meskipun berjalan kaki menempuh perjalan jauh.
Jenia Mburu Hamu mengaku mereka merasa cape dan lelah akibat menempuh perjalanan jauh itu. Mereka pada setiap pagi hari dibangunkan orang tua pukul 05.00 Wita untuk mandi dan makan kemudian pergi ke sekolah pada pukul 06.00 Wita dan tiba di sekolah biasanya hampir memasuki pukul 08.00 Wita.
• Ahmad Atang: Posisi Bergaining antar-Partai Koalisi Dapat Dibangun Melalui Dialog dan Negosiasi
"Kami biasanya pagi jam 5 sudah bangun, bapa mama kasih bangun kami. Kami bangun mandi dan makan kemudian siap pergi sekolah. Jam 6 biasanya kami star dari rumah sampai di sekolah biasanya mau jam 8 pas jam masuk sekolah,"urai Jenia diamini oleh siswa lainya.
Ervin Kala Talu Meha juga menambahkan, meskipun perjalanan jauh terasa cape dan lelah namun mereka sudah terbiasa. "Kami sudah biasa jalan jauh begini cape dan lelah kami anggap sudah biasa. Kalau kami pergi pagi jam 6 pulang sekolah sampai di rumah biasanya jam 4 atau 5 sore hari,"urai Ervin diamini oleh siswa lainya.
Ervin juga mengatakan, kadang mereka diantar oleh orang tuanya saat pergi sekolah apalagi pada saat musim hujan karena takut banjir. Karena mereka harus melewati dua sungai untuk bisa sampai di sekolah tempat mereka memperoleh pendidikan itu.
Selvi Dembi Tamar juga menambahkan, selain disiapkan makan pagi di rumah oleh orang tua mereka. Mereka juga diberikan bekal untuk bawa ke sekolah.
"Kami biasa bawa bekal bapa mama kasih. Sampai di sekolah pas pulang baru kami makan, karena memang jalan jauh apalagi kami anak kecil,"ungkap Selvi diamini oleh siswa lainya.
Artis Rambu Ana Mila juga menambahkan, meskipun cape dan lelah mereka tetap mengikuti proses belajar mengajar di sekolah seperti biasa, tidak mengantuk akibat kelelahan. Begitu juga saat pulang sekolah tiba di rumah mereka istirahat sejenak lalu membantu orang tua dan pada malam hari belajar mengerjakan PR yang diberikan guru.
"Ya memang jalan jauh apalagi jalan kaki cape, ada teman-teman yang punya kendaraan diantar orang tuanya, tapi bagi yang tidak punya kendaraan terpaksa kami jalan kaki bersama-sama. Saat sampai di sekolah kami rasa biasa ikut belajar seperti biasa dan pulang rumah istirahat, bantu orang tua dan belajar,"urai Artis diamini siswa lainya.
Mereka juga berharap agar Pemerintah bisa membangun sekolah paralel utuk kelas 1,2 dan kelas 3, agar para siswa bisa belajar dekat. "Kami berharap begitu om biar bangun sekolah dekat di kampung untuk kelas 1, 2 dan kelas 3 saja juga baik untuk adik-adik kami yang masih kecil ini kasihan mereka jalan jauh,"harap Evan Hapu Hinggi Ranja diini siswa lainya.
Sementara itu pantauan POS-KUPANG.COM, anak-anak berjalan kaki menyusuri jalan setapak dan juga jalan raya yang masih beralaskan tanah dan lumpur. Tanpak saat menyeberangi sungai mereka membuka sepatu mereka agar tidak bisa.
Ada sebagian anak-anak langsung mengenakan seragam dengan memakai sepatu, ada yang sepatunya dipegang lalu berjalan hanya menggunakan telapak kaki tanpa alas kaki, ada yang menggunakan sendal.
Mereka tanpak jalan berkelompok-kelompok minimal 3 sampai belasan orang. Kadang hanya jalan melangka seperti biasa kadang mereka lari.
Mereka berjalan tanpak dengan ceria, tertawa dan bermain sambil bercerita. Setiap anak tanpak membawa bekal mereka masing-masing ada yang isi ditas ada juga yang diisi di plastik lalu dipegang.
Sampai di sekolah mereka langsung ikut apel dan saling menyapa dan bersalaman. Mereka juga berteriak semangat sambil melompat kegirangan. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo)