Cerpen
Cerpen Petrus Nandi: Memoar Ayah dan Batu Tua
Mentari pagi menyapa dari ufuk timur. Berkas-berkas sinarnya menyelinap di sela dinding rumahku yang terbuat dari papan.
Editor:
Apolonia Matilde
Kini aku sudah dewasa dan mengerti bahwa tak selamanya aku harus merasa kehilangan ayah. Masih ada ibu yang menemani hidupku. Dan hari ini aku kembali melihat batu tua itu.
Aku menangis, tapi bukan lagi menangisi kepergian ayah. Aku menangisi nasib batu tua yang kini kian tenggelam dimakan tanah dan pasir sungai. 5 atau 10 tahun lagi ia pasti benar-benar hilang, dan aku tidak dapat lagi melihat bayangan ayah, duduk sambil menghisap rokok di atas permukaannya, sambil tersenyum dan memberi isyarat padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja.
(Petrus Nandi, kelahiran Pantar-Lamba Leda, 30 Juli 1997. Penulis adalah mahasiswa STFK Ledalero).