Intensitas Hujan Kurang Masyarakat Odaute di Nagekeo Kesulitan Air Minum, Minum Air Kotor dan Bau

Intensitas hujan kurang masyarakat Odaute di Nagekeo kesulitan air minum, minum air kotor dan Bau

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/GORDI DONOFAN
Sumber air Aegogo di Desa Udaute Kecamatan Nangaroro Kabupaten Nagekeo, Rabu (5/2/2020). 

Air itu tidak lama habis karena semua warga mengambil air tersebut.

"Air tersebut kami bagi ke 3 dusun, 1 dusun tidak kebagian dan karena dipakai oleh hampir seluruh warga, air tersebut habis dalam waktu dua hari saja," tuturnya.

Servas mengatakan sebenarnya terdapat mata air lain yang memiliki debit air cukup besar.

"Ada Mata Air Ae Kola Ngada yang debit airnya cukup besar. Jarak dari desa kami sekitar 4 kilometer dan terletak 210 meter di bawah pemukiman warga. Lokasinya sangat curam dan miring sehingga tidak banyak warga yang nekad mengambil air di sana," cerita Servas.

Ia mengaku pernah ada tim teknis dari Pemda Nagekeo dan sebuah LSM dari Swiss yang meninjau lokasi Ae Kola Ngada tersebut.

Mereka telah sampai di lokasi. Menurut perhitungan mereka, untuk menaikkan air ke desa, dibutuhkan pompa isap tenaga surya berkapasitas besar dan biayanya 1,2 miliar rupiah.

"Mereka sarankan saya menggunakan dana desa, tetapi hal itu tidak mungkin. Dana desa kami hanya 700 juta, dan sekitar 400 juta harus digunakan untuk pemberdayaan,"jelas dia

Ia berharap agar Pemda Nagekeo dapat memberikan perhatian kepada warga desanya. Semoga ada perhatian Pemda Nagekeo terhadap kami. Masyarakat sudah sangat kesulitan, terlebih untuk air minum dan masak.

"Tahun lalu 10 orang warga saya kena penyakit gatal-gatal karena mandi air kotor. Dan jika sekarang harus minum air kotor juga, apa yang akan terjadi, saya khawatir sekali.Tolong bantu dan perhatikan kami,"harap dia.

Sementara itu, warga Desa Udaute, Wenslaus Nenga, mengaku keadaan di desanya sudah sangat gawat. Warga hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada. Mau bagaimana lagi kedepannya.

"Selama tidak ada hujan, kami minum air kotor. Kami jalan jauh-jauh pergi timba di Aegogo, air dapat hanya sedikit untuk mandi dan sisanya bawa ke rumah untuk masak,"papar Wenslaus.

Wenslaus menyatakan bahwa kenyataan tersebut terpaksa dijalaninya, sebab dirinya tidak mampu membeli air bersih.

Harga per tanki mencapai 700.000 rupiah dan masyarakat tidak mampu membeli.

"Satu tanki air harganya Rp 700.000 rupiah. Siapa yang sanggup bayar uang banyak begitu banyak untuk beli air, apalagi di dalam desa kami hanya ada 6 bak penampung air hujan. Jadi warga yang ada bak penampung dan ada uang, bisa beli air. Kami yang lain bertahan dengan air Aegogo saja,"terang dia.

Wenslaus mengaku karena ketiadaan bak penampung, saat hujan tiba, dirinya bersama ratusan warga lainnya hanya menampung air pada wadah-wadah yang ada.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved