Breaking News

Salam Pos Kupang

NTT Jalur Imigran Gelap

Mari membaca dan simak isi Salam Pos Kupang berjudul NTT Jalur Imigran Gelap

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto NTT Jalur Imigran Gelap
Dok
Logo Pos Kupang

Mari membaca dan simak isi Salam Pos Kupang berjudul NTT Jalur Imigran Gelap

POS-KUPANG.COM - BERITA viral dan menghebohkan. Seorang warga negara Aljazair, Haminoumna Abdul Rahman, nekat berenang dari Timor Leste menuju Australia, pekan lalu. Nyawanya diselamatkan sejumlah nelayan Desa Kletek, Kecamatan Malaka Tengah-Malaka, ketika ia terdampar di perairan Malaka.

Haminoumna menyeberang ke Australia dengan alasan untuk berlibur. Tak sepenuhnya dipercaya, sebab bisa saja 'sang perantau' itu hendak mencari suaka merajut hidup yang lebih baik di Australia. Negeri Kanguru ini menjadi favorit para pencari suaka. Berbagai macam cara ditempuh.

Warga Aesesa Selatan Nagekeo Butuh Rens Ternak

Meski harus menempuh perjalanan ratusan atau bahkan ribuan kilometer dari negara asalnya, mereka tidak kapok. Mencari hidup yang lebih merdeka dari tekanan politik, misalnya atau alasan lainnya. Tidak jarang, sebagian besar dari mereka mengalami kematian dan musibah dalam perjalanan.

Masih ingat peristiwa tenggelamnya kapal imigran di Pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Sangat memilukan. Sejumlah imigran yang hendak ke Australia itu, 30-an orang berhasil diselamatkan, namun banyak juga yang hilang.

Pemkab Sumba Timur Anggarkan Rp 6 Miliar Aspal Jalan Menuju Lokasi Wisata Air Terjun Tanggedu

Pada tahun 2017, secara global, sekitar 1,9 juta orang terdaftar sebagai pencari suaka melalui Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Dari jumlah itu, 36.200 orang tercatat berusaha mencari suaka ke Australia. Mereka juga tak bisa serta-merta dapat segera sampai ke negara tujuan.

Umumnya, mereka perlu singgah (in transit) di negara-negara tertentu. Dalam konteks perjalanan illegal menuju Australia misalnya, para pencari suaka dari wilayah Timur Tengah atau Asia lain kerap menjadikan Indonesia sebagai tempat singgah.

Sebuah laporan Departemen Imigrasi dan Perbatasan Australia berjudul "Indonesia as a Transit Country in Irregular Migration to Australia" (PDF) membenarkan hal itu.

Salah satu sebabnya adalah Indonesia dilewati dalam jalur perjalanan mereka. Laporan hasil studi terhadap 119 imigran antara tahun 2010-2012 dari Afganistan, Sri Lanka, Myanmar itu menunjukkan bahwa sebanyak 90,7 persennya memasuki Indonesia secara ilegal. Hanya 9,3 persen saja yang legal.

Para pencari suaka itu menggunakan berbagai cara dan rute jalur perjalanan. Salah satunya adalah jalur pelayaran laut. Dan, posisi NTT yang dekat dengan Australia kerap menjadi tempat transit bagi imigran yang hendak ke Australia. Bahkan NTT 'surga' transit imigran gelap, mengapa?

Pertama, posisi NTT yang bertetangga dengan Australia meski dipisahkan dengan bentangan laut yang lebar. Kedua, luasnya wilayah laut sehingga dapat dimasuki secara tidak sah oleh para imigran. Banyak dari mereka tidak melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di pelabuhan laut dan udara.

Ketiga, kalaupun melewati jalur-jalur resmi, ada oknum petugas yang dapat meloloskan dengan sejumlah uang. Di Indonesia harus diakui ada mafia yang memfasilitasi imigran gelap dari sejumlah negara di Timur Tengah untuk sampai ke Australia.

Keempat, adanya nelayan dan pelaut yang berani membawa kapal seadanya bagi para imigran gelap dengan kompensasi finansial. Kapal nelayan Oeba, Kota Kupang, misalnya, kerap dimanfaatkan sebagai sarana transportasi untuk penyeberangan WNA ilegal ke Australia dan sudah berlangsung lama.

Sejak otoritas Australia memberlakukan operasi lebih keras di perbatasan bernama 'Operation Sovereign Borders', banyak pencari suaka diusir menjauhi wilayah Australia dan kebanyakan masuk wilayah Indonesia (NTT).

Kondisi ini tentu sangat membahayakan karena pada kondisi tertentu para penyelundup manusia menjadi momok jahat yang mencari pria, wanita dan anak-anak tidak bersalah dan merampas uang mereka.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved