Opini Pos Kupang
Manusia: Not For Sale! ( Mengawasi Modus Operandi Agen Human Trafficking di NTT)
Baca Opini Pos Kupang berjudul Manusia: Not For Sale! ( Mengawasi Modus Operandi Agen Human Trafficking di NTT)
Baca Opini Pos Kupang berjudul Manusia: Not For Sale! ( Mengawasi Modus Operandi Agen Human Trafficking di NTT)
Oleh: Gabriel Adur, Pastor Peminat Masalah Sosial dan Kemiskinan Global bekerja di Keuskupan Agung Freising-Jerman
POS-KUPANG.COM - TANGGAL 26 Agustus 2015 sebuah truk mengangkut penumpang dari Domaszek Hungaria menuju Jerman. Penumpang-penumpang yang terpaksa mengendarai truk diduga sebagai pengungsi. Mereka berasal dari berbagai negara Irak, Suria, Afganistan dan Iran.
Tragisnya sebelum mereka mencapai perbatasan Austria semuanya sudah pada menjadi mayat karena kekurangan oksigen. 71 laki-laki, perempuan dan anak-anak tewas dalam tragedi ini. Seorang bay berumur sepuluh bulan menjadi salah satu korban.
• Ada Udang Dibalik APBD Molor?
Setelah ditelusuri lebih dalam semuanya merupakan korban dari penjualan manusia dengan taktik berimigrasi ke Eropa. Sejak tragedi ini Eropa mulai menelusuri kembali persoalan human trafficking di Eropa. Puncaknya sampai tragedi Essex.
Dari tanggtal 26 Oktober sampai hari Sabtu 2 November 2019 silam headline koran-koran online dan media cetak eropa memberitakan tentang ditemukan 39 mayat perempuan dan laki-laki dari Vietnam dalam truk di Grays -Essex -London.
Bukan hanya masyarakat Inggris tetapi masyarakat Eropa dihadapkan dengan realitas pahit ini. Tragedi ini memperlihatkan realitas bahwa perdagangan manusia menjadi persoalan berat dengan pelaku-pelakunya dari Eropa.
• Soal Pinjaman Daerah, Patris Lali Wolo : Kami Bukan Tidak Dukung Percepatan Pembangunan
Kerja sama mereka dengan pedagang-pedangan manusia di Afrika, Latin-Amerika, Eropa Timur dan Asia (terutama China) menciptakan sebuah jaringan kejahatan dan mafia terkejam. Bagi Vietnam dan China, misalnya, jual beli manusia menjadi bisnis menjanjikan.
Dalam beberapa tahun terakhir kedua negara ini menjual manusia mencapai jumlah 200.000 orang. Ini jumlah yang tidak kecil. Mereka pada umumnya dijual ke Eropa dan Chinatown di Newyork. Bagi pihak hukum dan berwajib di Eropa ini merupakan tantangan sangat berat.
Grays Essex Inggris hanya menjadi satu dari sekian fakta penjualan manusia di Eropa. Tragedi kemanuisaan berujung pada kematian tak diinginkan korban. Peduli dengan kenyataan ini Komisi Kemanusiaan Uni Eropa pada awal desember 2019 mengadakan rapat untuk memperkuat solidaritas masyarakat Eropa dan dunia melawan perdagangan manusia.
Komisi Uni Eropa memaparkan fakta buram. Sejak tahun 2015 terdapat 20.532 korban. 23 persen korban adalah anak-anak di bawah umur. 68 persen korban adalah perempuan dan 44 persen berasal dari negara-negara Eropa Timur: Rumania, Hungaria, Belanda, Polandia dan Bulgaria. Selebihnya merupakan korban dari negara-negara dari luar eropa.
Pahit memang setelah diselidiki lebih jauh. Korban perempuan (anak-anak dan dewasa) diperdagankan untuk menjadi pekerja-pekerja sex. Perempuan dan Sexualitasnya diperjualbelikan.
Kemanusian, harkat dan martabatnya tidak lagi menjadi pertimbangan kemanusiaan. Ketika uang dan keuntungan bisnis mengalahkan etika dan moral, manusia hanya ditakarkan dengan nilai nominal dan pasar.
Keuntungan nominal dan profit ekonomi bagi agen-agen mengikuti logika ekonomi bisnis yang salah. Menjual manusia untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Anak-anak perempuan diperdagangkan dan dijadikan budak-budak sex tanpa sepengetahuan orang tua. Ini berarti cerita tentang pencurian anak-anak bukan sekedar cerita dongeng. Ini sebuah kenyataan yang meski diwaspadai.
Waspada! Agen-agen Human Trafficking memiliki jaringan di seluruh dunia. Juga perlu untuk dipahami bahwa dengan cara kerja mereka identik dengan para penyebar narkotika. Bermodalkan uang pelicin dan omong kosong tentang kenikmatan hidup mereka bisa memangsa begitu banyak korban.
Menjadi rahasi umum adalah mereka memanfaatkan kemiskinan dan kebodohan keluarga-keluarga miskin. Orangtua dari salah satu gadis asal Vietnam misalnya, bahkan rela membayar agen sebesar 35.000 Euro, sebesar 577.500.00 juta rupiah atau 90.634 11.26 Dong Vien.
Mereka dikelabui oleh cerita-cerita tentang kemewahan hidup di Eropa. Orang pintar pasti bisa memanfaat uang sebesar ini menjadi modal untuk berusaha. Bukanya diberikan kepada buaya-buaya.
Kemiskinan dan kebodohan orang tua dari anak-anak miskin dari Vietnam pada tragedi Essex ini menjadi sampel bahwa setan-setan berwajah manusia ini berusaha mencuci otak anak-anak miskin.
Kerinduan untuk bisa merubah nasib dan keluar dari kemiskinan merupakan kesempatan bagi tengkulak-tengkulak berhati iblis untuk mengail korban ke dalam umpan dan jaringan kejahtan.
Seperti pungguk merindukan bulan. Mereka ingin merubah nasib dan membantu keluarga. Dengannya mereka rela untuk melepaskan bangku sekolah dan tidak lagi punya keinginan untuk belajar. Situasi yang riskan seperti ini menjadi surga bagi pebisnis manusia.
Mimpi untuk bekerja, mengubah nasib serta keingin meraih keberuntungan hidup di Eropa terutama di Jerman, Belanda, Belgia, Luxemburg dan Inggris dimanfaatkan oleh mafia-mafia. Mereka memanfaatkan kemiskinan, kebodohan, ketergantungan, harapan akan masa depan yang baik dan impian merubah nasib secara brutal.
Memang menjadi Fakta bahwa di Eropa dengan persoalan demografis yang tinggi membutuhkan banyak tenaga kerja. Di Jerman misalnya, kekurangan tenaga kerja di berbagai bidang penting seperti tenanga medis, keperawatan, informatik, dan pendidikan, bengkel-bengkel kayu dan perumahan bahkan di bagian distribusi barang.
Namun mereka membutuhkan tenaga-tenaga kerja profesional dengan persyaratan legal. Selain itu mereka membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang sudah memiliki pengetahuan bahasa Inggris yang baik sebelum mereka mempelajari bahasa Jerman yang cukup sulit.
Modus operandi agent human trafficking sangat ilegal. Ini merupakan bentuk dari perbudakan moderen. Ketidakadilan sosial dalam masyarakat di negara-negara miskin menjadi modal untuk mengencang isi kantong kaum borju berduit melalui kerja sama dengan mafia-mafia.
Kemiskinan menjadi persoalan utama para korban memungkinkan bisnis sekaligus kejahatan dan perbudakan moderen berkembang pesat. Untuk bisa melawan perkembangan jaringan penjualan manusia perlu adanya dukungan kuat pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin.
UNICEF (organisasi PBB yang mengurus dan menangani persoalan anak-anak sedunia) berusaha untuk melindungi anak-anak miskin dari penyakit dan segala bentuk kejahatan terhadap anak-anak. Mereka berusaha agar anak-anak laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan.
Selain UNICEF begitu banyak NGO die Eropa membantu untuk membawa anak-anak miskin. Mereka mendorong setiap pemerintah di berbagai negara untuk menjamin pendidikan anak-anak miskin. Masa kini dan depan semua bangsa.
Peran dan Kebijakan politik dalam menangani persoalan imigrasi ilegal dan human trafficking memegang peran penting. Termasuk dalam upaya meningkatkan taraf hidup orang-orang miskin. Termaktub di dalamnya menciptakan sistem pendidikan yang memungkinan anak-anak miskin bisa merubah nasibnya. Mereka semeskinya menjadi subyek dalam pendidikan juga meski menjadi bagian dari tujuan pembangunan
Dalam arti anak-anak miskin tidak hanya menjadi obyek dalam sistem pendidikan tapi pribadi-pribadi yang menempah dirinya untuk bisa menguasai ilmu dan tehnologi. Dengan pendidikan anak-anak miskin diharapkan mampu membantu dirinya sendiri untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan. *