Opini Pos Kupang
Ketika Piter Keraf Menangis Untuk Nasib Rakyat Lembata
Baca Opini Pos Kupang berjudul: Ketika Piter Keraf Menangis Untuk Nasib Rakyat Lembata
"No, saya tahu baik, ada sebagian orang yang menganggap saya seperti itu. Tidak apa-apa, seorang pemimpin harus memiliki kebisaan yang lebih dari rakyat yang dipimpinnya. Makanya, saya tidak main-main kalau ada yang coba-coba mau akal-akal saya. Tetapi saya juga memberikan apresiasi pada pemikiran-pemikiran energik orang-orang muda seperti No mereka untuk membangun Lembata ini," ungkapnya.
Kesadaran obyektif saya masih cukup terjaga ketika saya harus mengatakan bahwa Piter Keraf bukan hanya seorang politisi yang andal dalam strategi dan agitasi. Ia juga seorang pemimpin yang jauh dari bakat ketamakan untuk memanfaatkan posisinya memperkaya diri. Integritasnya patut jadi contoh untuk politisi-politisi muda saat ini.
Meski hidup sebagai seorang pejabat, mulai dari penjabat bupati hingga Ketua DPRD Kabupaten Lembata, keluarga ini hidup dengan kebersahajaan yang patut dicontoh. Dedikasinya pada kepentingan rakyat Lembata ia tempatkan pada peringkat teratas dan itu dia buktikan dalam berbagai jejak peninggalannya selama memimpin.
Rakyat Lembata patut mencatat dengan baik, hal lain yang telah dia lakukan yang mungkin tidak pernah diungkap selama dirinya masih ada bersama kita.
Bersama-sama dengan rakyat Kedang dan Leragere, Piter Keraf menjadi satu-satunya pejabat yang ketika itu adalah Ketua DPRD Kabupaten Lembata, mati-matian berjuang agar Lembata tidak menjadi kawasan tambang emas dengan janji manis kemakmuran hidup rakyatnya.
Ia menjadi partner diskusi yang bernas untuk mengatur strategi menggagalkan rencana penambangan emas di dua wilayah di belahan utara dan timur pulau itu.
Bersama-sama dengan Koalisi Jakarta untuk Tolak Tambang di Lembata kami beberapa kali bertemu untuk mendiskusikan persoalan yang menjadi kegelisahan rakyat Lembata dan sejumlah rekan-rekan aktivis lokal.
Jika dalam rekaman jejak politiknya, Piter Keraf dikenal sebagai sosok yang vokal dan agak arogan dan keras dalam beberapa pernyataannya, saya berpendangan bahwa itu ia lakukan karena kecintaannya terhadap rakyat dan Lewotana Lembata. Ketika tahun 2006 ia memutuskan untuk maju kedua kalinya untuk merebut kursi Bupati Lembata, itu pun dilakukannya semata-mata untuk rakyat Lembata.
"No, kita dua ini sama-sama dari Selatan yang orang bilang sangat sulit untuk bisa menang. Anggap saja pilkada ini sebagai medan perang, sebagai panglima perang, saya tidak pernah surut selangkah pun. Atas nama rakyat dan demi kehidupan yang lebih baik, mari kita berjuang untuk merebut otoritas. Dengan otoritas di tangan kita, segala hal yang baik bisa kita lakukan untuk rakyat, dan semua hal yang buruk dan tidak benar, bisa kita berantas, juga demi rakyat Lembata," ungkapnya ketika itu.
Dalam perspektif politik lokal, Piter Keraf adalah representasi dari tokoh politik dari Selatan Lembata. Sedikit di bawah generasinya, ada juga Ketua INKUD Herman Wutun yang juga datang dari wilayah ini. Geopolitik yang dalam kancah politik lokal, tergolong sulit untuk dapat merebut tampuk pimpinan di Lembata.
Pada 2017 silam, kami bertemu untuk terakhir kalinya ketika saya mendamping Herman Wutun, Calon Bupati Lembata ketika itu, menemui dia di kediamannya. Usai pertemuan itu, dalam perjalanan menuju mobil yang kami tumpangi, ia berpesan: "No, mungkin sedikit saja yang sudah No pelajari dan serap dari bapa. Tetapi bapa harap, jadilah orang muda yang tetap merawat cita-cita untuk dapat membawa Lembata keluar dari keterpurukan seperti yang kita alami sekarang ini. Tidak harus jadi politisi, kita bisa lakukan hal-hal baik dan bermanfaat dengan talenta dan keahlian kita masing-masing," pesannya.
Kini, sang legenda politik Lembata itu telah pergi. Kepergiannya diiringi bendera setengah tiang di seluruh Lembata, tanda penghargaan nan tinggi atas semua jasa dan baktinya bagi tanah ini. Tangis duka tentu tak terelakkan dari mereka yang memiliki kecintaan yang luar biasa kepada tokoh panutan ini.
Kesedihan yang mungkin sama seperti saat ketika Piter Keraf pun meneteskan air mata diatas panggung kampanye, ketika berkisah tentang penderitaan rakyatnya yang hingga hari ini masih mengeluhkan masalah klasik, jalan, listrik dan air. Selamat Datang di Rumah Bapa, Magun Piter Keraf...*