Pasang Surut Hubungan Australia Indonesia Selama 70 Tahun: Tetangga Terdekat, Juga Teman Baik
Duta Besar Australia di Jakarta, Gary Quinlan mengatakan, jika ikatan kuat antara Australia dan Indonesia sudah terjalin sejak 1945.
"Jika kesepakatan ini bisa membantu mengatasinya, maka akan meningkatkan perdagangan ... ini jadi hal yang baik, tapi kita harus lihat bagaimana detailnya."
Papua Barat, Timor Leste, dan ketidakpercayaan

Sebuah makalah penelitian parlemen Australia mencatat perjanjian keamanan 1995 antara kedua negara menunjukkan kemajuan yang telah dibuat Canberra dalam "mengembangkan salah satu hubungan bilateral yang paling penting tetapi paling sulit".
Makalah tersebut berisi kutipan dari mantan perdana menteri Paul Keating yang menggambarkan perjanjian keamanan tersebut sebagai bagian utama kebijakan luar negeri Australia.
"[Ini] bukan hanya tentang ancaman eksternal, tapi keseluruhan kawasan, sebuah kebijakan luar negeri dan perdagangan dengan negara-negara tersebut," ujar Paul.
"Australia dan Indonesia memiliki pandangan dan minat yang kebetulan sama soal pemikiran strategis di kawasan."

Kekalahan Paul Keating dalam pemilu saat itu terjadi beberapa bulan setelah perjanjian disepakati, diikuti krisis keuangan Asia, penggulingan presiden Soeharto, krisis Timor Leste, dan fokus yang bergeser pada pengaruh China yang meningkat.
Akibatnya hubungan Indonesia dan Australia pun menjadi goyah.
Keterlibatan Australia dalam krisis Timor Leste 1999 tetap menjadi penanda adanya ketidakpercayaan antara Indonesia dan Australia, termasuk juga masalah-masalah soal keinginan Papua untuk merdeka.
Pada bulan Agustus 2019, ribuan demonstran turun ke jalan dan membakar gedung-gedung pemerintah selama bentrokan mematikan di provinsi Papua dan Papua Barat.

Jakarta tetap teguh dalam pendiriannya bahwa wilayah tersebut telah menjadi bagian dari Indonesia yang bersatu sejak referendum yang didukung oleh PBB. Dengan tegas Jakarta menyatakan konflik terkait Papua dalah masalah dalam negeri.
Meski tuntutan Papua untuk merdeka dan konflik Timor Leste dianggap memiliki kemiripan, Australia memilih diam soal Papua.
Sikap Australia dapat ditelusuri kembali dari Perjanjian Lombok yang ditandatangani pada 2006, setahun setelah 43 warga Papua Barat tiba di Australia mencari suaka dan diberi visa perlindungan.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa kedua negara tidak akan ikut campur dalam urusan internal, menghormati kedaulatan satu sama lain, serta tidak mendukung tindakan "separatis".
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak warga Indonesia marah dengan liputan media Australia tentang Papua Barat.
Mereka menyebut banyak laporan dari Australia "sepihak", terutama karena menyediakan platform bagi pengacara hak asasi manusia Veronica Koman, yang dituduh di Indonesia sebagai "provokator".
Sebuah keputusan oleh dewan kota di Sydney untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora milik Papua Barat awal Desember lalu juga menimbulkan kontroversi.
Konsulat Jenderal Indonesia di Sydney mengatakan pengibaran itu malah bisa "disalah diartikan sebagai Papua Merdeka didukung Pemerintah Australia".
Ketahanan hubungan diuji 'di era baru'
Dubes Australia di Jakarta, Gary mengatakan Indonesia dan Australia pernah menjalin kerja sama yang paling erat di kawasan.
"Kami adalah mitra terdekat dalam penanggulangan terorisme dan sangat kuat dalam penegakan hukum, pertahanan, kerja sama maritim, pengelolaan batas negara, transportasi, penerbangan, pertanian dan pendidikan," katanya.
"Semua hal yang perlu dilakukan tetangga dekat, kita sudah lakukan bersama".
Tetapi Gary mengatakan kedua negara "sekarang berada pada titik balik strategis dalam hubungannya."
"Ketahanan kedua negara diuji dan masing-masing dari kita telah sengaja mengambil pilihan untuk merangkul lebih dekat di era baru ini," katanya.
"Kita tidak lagi menghabiskan banyak waktu untuk berbicara satu sama lain tentang diri sendiri, yang jadi tantangan bilateral kita, tapi semakin berbicara soal orang lain dan apa yang dapat kami lakukan bersama untuk menciptakan wilayah yang lebih tangguh".
"Untuk melakukan itu, tentu saja, hubungan kita sendiri harus tangguh."

Kedutaan Besar Australia di Jakarta tetap menjadi misi diplomatik luar negeri terbesar Australia, menghabiskan hampir setengah miliar dolar untuk membangun dan mempekerjakan lebih dari 500 staf termasuk 150 diplomat Australia.
Terlepas dari pentingnya sejarah Indonesia bagi Australia, survei Lowy Institute baru-baru ini menemukan bahwa masyarakat Australia memiliki pengetahuan yang kurang tentang Indonesia.
Jajak pendapat yang sama juga menemukan hanya 1 persen orang Australia memandang Indonesia sebagai "sahabat terbaik Australia di dunia".
Mengelola hubungan mungkin tidak mudah bagi kedua negara, tetapi kepentingan bersama dalam perdagangan, investasi, dan keamanan regional telah membantu mempertahankan ikatan yang kuat.
Gary mengatakan di saat kedua negara mungkin akan terus memiliki masalah dalam hubungan, perjanjian bilateral sekarang ini sedang kuat dan bergerak ke arah yang benar.
Kristiarto Legowo, duta besar Indonesia untuk Australia, juga menegaskan kembali pentingnya hubungan saat perayaan 70 hubungan diplomatik antar dua negara di Kedutaan Indonesia di Canberra, bulan September lalu.
"Indonesia dan Australia memilih untuk berteman satu sama lain, dan itu adalah teman saat dibutuhkan dan teman sejati ... persahabatan dua arah, bukan hanya satu arah," katanya.
Kristiarto juga menegaskan pentingnya upaya bersama antara kedua negara untuk menghadapi tantangan, dengan mengutip pepatah Indonesia, "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", atau dalam bahasa Inggris, "many hands make the work load lighter".
Sumber: ABC News Indonesia