Opini Pos Kupang

Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja

Membaca opini Pos Kupang: menemukan jejak signal ketidaknyamanan psikologis remaja

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja
Dok
Logo Pos Kupang

Pos Kupang edisi Selasa, 26 November 2019 menyebut bahwa motif korban memilih mengakhiri hidupnya dengan cara tragis diduga karena sedang berada dalam situasi atau kondisi diri yang tidak nyaman secara psikologis, yang kita kenal dengan istilah "stress". Hal ini disebabkan oleh kematian ibunya dan ditinggalkan begitu saja oleh sang ayah.

Merasa nyaman secara psikologis menjadi kerinduan, harapan, dan dambaan setiap orang termasuk para remaja. Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman dengan pola interaksi yang kondusif, pola pengasuhan yang baik, serta kehidupan religius yang terbentuk dengan baik akan mendapatkan banyak pengaruh positif.

Ia akan memiliki budi yang luhur, moralitas yang tinggi, serta memiliki sikap dan perilaku yang baik. Namun jika kenyamanan secara psikologis ini hilang dan lenyap, yang tersisa adalah stress, depresi, keinginan menyendiri, serta luapan lecutan emosi negatif.

Jika ketidaknyamanan secara psikologis kian hari kian bertambah, baik isi maupun volumenya bukan tidak mungkin aksi nekat pun akan terjadi. Orang tidak lagi memikirkan nilai-nilai luhur, moralitas, dan sikap atau perilaku yang baik. Apa yang dilakukan ialah hal-hal yang jauh dari harapan.

Kenyamanan ataupun ketidaknyamanan secara psikologis pada tahap awal terbentuk justru di dalam keluarga. Keluarga sebagai sekolah pertama yang bisa "membuat" anak menjadi apa saja. Pola asuh, dukungan sosial, perhatian, ada bersama, komunikasi yang baik, religiositas yang baik dalam keluarga, terpenuhinya kebutuhan utama anak, dll akan sangat membantu bagi pertumbuhan dan perkembangan remaja.

Maslow menggambarkan secara istimewa sebuah proses pencapaian aktualisasi diri yang baik. Seorang individu termasuk remaja akan mencapai tahap aktualisasi diri yang baik jika dapat terpenuhinya kompenen-komponen dasariah seperti: pertama, kebutuhan fisiologis (makan, minum, pakaian); kedua, kebutuhan akan rasa aman, ketiga, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, keempat, kebutuhan akan penghargaan dan pada akhirnya (Sarlito: 2015). Keluarga memainkan peranan sentral untuk memberikan rasa nyaman secara psikologis kepada remaja.

Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja

Niatan seseorang melakukan perilaku negatif memang tidak bisa terbaca dengan mudah. Ia berada dalam ruang yang rapat dan tertutup. Namun sekalipun berada dalam ruangan yang rapat dan tertutup, ternyata masih ada tanda alarm atau signal yang bisa ditemukan.

Ketika seorang remaja perlahan-lahan mulai menutup diri, menjauh, menyendiri, sekurang-kurangnya "bahasa diam" yang ditunjukan lewat hal tersebut perlu dimaknai dan diberi perhatian khusus. Pada tahapan inilah butuh kepekaan dan kejelian mata orang-orang terdekatnya (lingkungan) untuk membaca adanya ketidaknyamanan psikologis dalam diri remaja.

Jika telah menemukan titik ketidaknyamanan tersebut maka kita sebagai lingkungan bisa membantu remaja untuk keluar dari zona tidak nyamannya.

Rogers (Sarlito: 2015) memberikan lima ketentuan untuk membantu remaja dalam situasi batas tersebut sebagai berikut: pertama, kepercayaan: menjadi teman yang bisa dipercaya, serta teman berbicara yang akan membantu untuk mengangkat beban berat remaja. Pada segmen ini penting melibatkan orang tua, guru, psikolog, rohaniwan-rohaniwati.

Kedua, kermunian hati untuk membantu: bantuan yang diberikan merupakan bantuan tanpa pamrih sekalipun terkadang melelahkan dan menguras tenaga dan waktu. Hal ini dikarenakan remaja butuh dimengerti dan dipahami apalagi ketika mengalami persoalan hebat. Dengan hanya mendengarkan mereka saja ternyata sudah lebih dari cukup untuk memahami mereka.

Ketiga, kemampuan mengerti dan menghayati perasaan remaja (emphaty): memang tidak mudah. Hal ini disebabkan setiap orang akan cenderung untuk melihat segala persoalan dari sudut pandangnya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangannya sendiri.

Untuk sampai pada tahap ini kita perlu masuk dalam perasaan dan situasi mereka. Daniel Goleman 2016, mengungkapkannya dengan ungkapan "merasa dirasakan".
Keempat, kejujuran: remaja akan mengharapkan agar segala sesuatu yang disampaikan apa adanya.

Yang tidak bisa diterimanya adalah jika ada hal-hal yang pada dia disalahkan tetapi pada orang lain atau pada orang tuanya sendiri dianggap benar. Kelima, mengutamakan persepsi remaja sendiri: remaja akan memandang sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Pandangannya merupakan kenyataan dan reaksinya. Kemampuan untuk memahami remaja dan segala hal yang terkait di dalamnya merupakan modal untuk membangun empati terhadap kaum remaja kita.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved