Kisah Pekerja Seks Asal Asia di Australia, Rahasiakan Pekerjaan Agar Keluarga dan Teman Tak Tahu

Ini adalah temuan survei yang baru dilakukan dan membuat para peneliti khawatir para perempuan tidak berani melapor saat mereka alami kekerasan

Editor: Agustinus Sape
ABC News: Kathryn Milliss
Sally menolak tawaran bayaran yang lebih besar untuk seks tanpa kondom. 

"Saya takut kalau ternyata ketemu teman sekelas lain, teman sekelas pria, dan kemudian akan merasa malu," katanya.

BaptistCare HopeStreet menemukan sembilan dari 10 pekerja seks memiliki visa sementara di Australia, sepertiganya adalah visa pelajar.

Ada pula mereka yang terperangkap karena diberi tahu pekerja seks akan membuka jalan untuk menjadi penduduk tetap Australia, seperti yang ditemukan oleh para peneliti.

Tapi laporan tersebut menekankan bahwa "semua perempuan memberikan indikasi bahwa mereka telah membuat keputusan pribadi untuk bekerja di industri seks."

Seperti apa 'Lia' hidup dengan HIV?

Ada lebih dari 10 ribu anak-anak yang hidup dengan HIV di Indonesia dan tantangan mereka akan panjang hingga dewasa.
Ada lebih dari 10 ribu anak-anak yang hidup dengan HIV di Indonesia dan tantangan mereka akan panjang hingga dewasa. (ABC News Indonesia)

'Ia ingin saya bekerja 24 jam'

Sebagian besar pekerja seks yang disurvei mengatakan mereka bekerja antara tiga sampai lima hari seminggu, tetapi juga "siap dipanggil" di waktu tersebut.

BaptistCare HopeStreet menyebutnya sebagai tinggal di tempat kerja, jika bekerja lebih delapan jam atau semalaman.

Kepada The Drum Jade mengatakan jika ia tinggal di rumah bordil dan "manajer tak senang saat saya keluar, ia ingin saya kerja 24 jam".

"Manajer menyuruh saya lakukan ini, saya kemudian melakukan apa yang mereka mau."

Jessica Davidson, manajer pelayanan perempuan dari BaptistCare HopeStreet mengatakan yayasan mereka berupaya untuk menciptakan ruang yang aman bagi perempuan.

"Kami pikir yang pertama kali para perempuan tahu adalah mereka memiliki nilai, martabat, dan terlepas dari pilihan yang sudah mereka buat atau belum, mereka layak diperlakukan hormat," katanya.

Survei dilakukan selama 10 bulan dengan wawancara mendalam bersama 100 perempuan asal Asia tentang pengalaman mereka sebagai perempuan dari budaya lain yang bekerja di "rumah bordil murahan" di kota Sydney.

Dengan penelitian ini, BaptistCare HopeStreet berharap dapat mengidentifikasi cara-cara yang lebih baik untuk membantu mereka yang punya keterbatasan bahasa untuk tetap bisa mengakses layanan dukungan.

Jessica mengatakan sering kali mereka juga melihat eksploitasi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved