Korban Petir di Manggarai
Pengakuan Bonefasius, Suami Lusia Luju dan Ayah Yustina Winda Sunur Korban Petir di Manggarai
Pengakuan Bonefasius Jemadu, Suami Lusia Luju dan Ayah Yustina Winda Sunur korban petir di Manggarai
Penulis: Aris Ninu | Editor: Kanis Jehola
Pengakuan Bonefasius Jemadu, Suami Lusia Luju dan Ayah Yustina Winda Sunur korban petir di Manggarai
POS-KUPANG.COM | RUTENG - Bonefasius Jemadu, suami dari Lusia Luju dan ayah dari Yustina Winda Sunur (3) yang tewas karena disambar petir di pondok sawahnya di Dusun Golo Nao, Desa Benteng Kuwu, Kecamatan Ruteng, Manggarai, Rabu (13/11/2019) siang berkisah tentang kematian orang yang ia kasih dalam hidupnya.
Kepada POS-KUPANG.COM di rumah duka di Benteng Kuwu, Kamis (14/11/2019) sore, Bonefasius tampak sangat terpukul dengan kematian istri dan anak bungsunya.
• BREAKING NEWS: Di Manggarai, Ibu dan Anak Tewas Disambar Petir Saat Pergi ke Sawah
Ketika menceritakan detik-detik kematian istri dan anaknya ia meneteskan airmata dan menarik nafas panjang agar kuat menghadapi cobaan.
"Kejadian begitu cepat sekali dan saya tidak menyangka istri dan anaknya meninggal dengan cara yang menyedihkan. Saat kejadian kami ada di pondok. Saya, mama kandung, istri dan anak bungsu ada dalam pondok. Kami berempat ada di dalam pondok karena sedang hujan. Kami sudah selesai makan siang dan mau minum kopi. Tiba-tiba petir sehingga saya sendiri kaget. Saya sendiri juga terlempar keluar dari pondok. Tangan dan kaki saya pun terkena petir. Saya usai kejadian sempat paksa bangun tapi kaki saya keram karena terkena petir. Saya lalu paksa jalan pakai tangan. Saya lihat wajah istri saya hitam dan anak say masih berada di gendong istri saya. Saya goyang tangannya tapi tidak bergerak. Saya sempat lihat mama saya terlempar keluar pondok dan tertidur di tanah. Setelah itu, saya sendiri tidak tahu siapa yang bantu kami karena saya tidak bisa jalan karena kaki keram semua," kata Bonefasius, ayah tiga orang anak ini.
• Terima Massa Aliansi Pro Rakyat TTS, Ini Jawaban Asisten III Soal Seleksi Perangkat Desa
Wajah Bonefasius yang tampak berduka membuat tetap tegar.
Ia duduk bersama putera sulungnya yang baru duduk di kelas lima SD.
Di samping kursinya ada salib dan lilin serta foto istri dan anaknya diletakkan di meja yang ada di dalam tenda duka.
Bonefasius beberapa kali tampak tak percaya dengan kejadian yang menimpa istri dan anaknya karena disambar petir.
"Kejadiannya begitu cepat sehingga saya sendiri tak percaya kalau istri dan anak saya harus meninggal dunia dengan cara yang menyedihkan," kata Bonefasius.
Ia mengatakan, ia dan istrinya bersama anak bungsunya ke kebun sekitar pukul 11.00 wita karena mau menebas rumput di kebun agar bisa ditanami ubi.
"Saya dan istri saya serta anak bungsu kami ke kebun jam 11 siang. Di kebun sudah ada mama saya yang sudah di kebun sejak pagi hari. Kami sudah makan siang bersama dan mau minum kopi bersama tiba-tiba ada petir. Saya sendiri masih tidak percaya karen kami berempat saat petir ada di dalam pondok karena sedang berteduh. Petir dua kali lalu yang kedua kami semua terlempar sampai istri dan anak saya meninggal. Anak saya meninggal kain gendong masih menempel di bahu belakang istri saya. Mereka berdua terlempar di dalam pondok. Saya dan mama saya terlempar ke luar pondok," papar Bonefasius. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Aris Ninu)