Berita Cerpen
Cerpen Berrye Tukan: Demon dan Demo
"Demon, jangan kau ikut demo-demo itu. Kau urus saja kuliahmu! Jangan kau pikir soal negara ini, sudah ada orang yang atur.
"Dia bilang apa?"
"Dia tidak akan ikut demo. Urus saja kuliahmu, kataku."
"Kah? Hari ini semua mahasiswa di banyak kota yang turun demo. Semoga saja tidak rusuh."
"Demon pasti tidak ikut, Pak. Kalau dia ikut juga, saya suruh dia pulang kampung saja. Kasih makan babi dan kambing di kebun," jawab Bu Lena sambil beranjak menuju ruang tamu, ingin menonton siaran di televisi bersama sang suami.
"Wah, banyak sekali nih. Hampir mirip demo sembilan delapan yah?" ungkap Bu Lena ketika melihat siaran di televisi.
"Hmm," gumam Pak Betu.
• Daftar di Gerindra Bakal Calon Bayar Rp 20 Juta, Ini Tujuannya
Keduanya lalu menyaksikan seorang reporter televisi yang sedang berada di antara kerumunan demonstrasi.
"Pemirsa, saya sudah berada di antara para mahasiswa yang berdemo ini. Saya akan mengajak salah satu mahasiswa yang berdemo hari ini untuk diwawancarai," kata sang wartawan cantik di dalam televisi sambil berjalan mencari salah seorang mahasiswa pendemo yang bakal diwawancara.
Dan dia berhasil mendapatkannya, seorang laki-laki kurus ceking, lumayan tinggi, berambut gondrong sedikit kribo.
"Maaf, mas. Bisa saya wawancara sebentar?" tanya sang wartawan cantik itu. Laki-laki itu sedikit gugup, namun nampak siap meladeni pertanyaan sang wartawan. Pak Betu dan Ibu Lena terlihat begitu saksama memperhatikan siaran televisi itu. Kedua pasang bola mata mereka nampak tajam membelalak pada sosok yang ada di dalam televisi itu.
"Apa yang menjadi tuntutan teman-teman mahasiswa ini?"
"Kami sesungguhnya sedang menegakkan semangat reformasi sembilan delapan yang dicetuskan oleh senior kami sendiri, para mahasiswa juga. Reformasi tidak boleh dikotori dengan niat jahat dan idealisme sesat yang akan menghancurkan negara ini.
• Presiden Jokowi Sebut Kerusuhan di Wamena Ulah Kelompok Bersenjata, Jangan Digeser ke Konflik Etnis
Aturan-aturan yang absurd dan tidak adil harus segera dihapus dari RUU ini. Kami menuntut parlemen untuk segera menghapus pasal-pasal yang aneh dan absurd itu," jawab mahasiswa itu tegas dan penuh yakin.
Pak Betu dan Ibu Lena masih terdiam. Sepertinya ada sesuatu yang begitu menarik perhatian mereka, namun keduanya belum sepenuhnya memastikan hal itu. Lelaki dalam televisi itu masih saja berdiri di situ. Wartawan cantik itu hendak berlalu darinya, namun lelaki itu berbicara lagi.
"Mba, saya bisa ngomong sesuatu?" ujarnya.
"Ya, apa ya mas?"
"Saya mau sampaikan pesan buat kedua orang tua saya di kampung," jawabnya sambil mukanya diarahkan sepenuhnya ke hadapan kamera.
"Bapa, mama, jangan marah ya, saya ikut demo. Ini untuk negara kita juga. Saya pasti habis kuliah juga, jangan khawatir.