Berita Cerpen
Cerpen Arnus Setu: Keringnya Kali Kami
Tempat berukuran kecil dengan dinding dari belahan bambu, lantai dari papan pohon kelapa dan atap dari alang-alang.
Entah bagaimana, syukurlah kabar kekeringan luar biasa itu akhirnya menerobos keriuhan pusat kota. Itu pun setelah menghentak-hentak telinga orang-orang berdasi dan menggugat nurani kemanusiaan mereka, kepedulian pun muncul.
Hari-hari selanjutnya, lapangan di pinggiran kampung itu dipenuhi mobil-mobil tangki air yang berjejalan dari ujung ke ujung.
"Silakan, Pa. Sekarang giliran Anda," kata salah satu petugas pemberi air. Anto terhenyak, buru-buru disodorinya dua ember, lalu pergi.
***
• Jokowi Diingatkan Soal Penjilat, Yunarto Wijaya Ditanya Apakah Menyesal Tak Pilih Prabowo Subianto
Dua minggu telah berlalu dan mobil tangki air yang puluhan itu tetap setia memberikan air bersih bagi warga. Namun, sebagian warga mulai merasa aneh dengan jumlah orang yang ikut antre tersebut. Adalah Wanto, petani senior di tempat itu mendadak memecah keriuhan sekelompok warga yang tengah antre.
"Bapak-bapak, adakah yang pernah melihat Anto?"
"Tidak pernah, Pak," jawab Mundus seketika.
"Betul sekali bapak-bapak, sudah tiga hari ini saya tak pernah melihat si Anto lagi. Entah kemana perginya orang itu. Apa dia tidak kehausan?" Sahut Romanus sambil menyisakan tanya yang tak bisa dijawab sekelompok orang itu.
"Jangan-jangan," kata-kata Wanto mulai terdengar putus-putus.
"Jangan-jangan apa, Pak?" sambung Romanus penasaran.
"Ia tewas karena kekurangan air," sambar Pak Wanto seketika.
Mendengar itu, sekelompok warga mulai panik dan memutuskan keluar dari barisan tersebut. Sebagian langsung menuju kediaman Anto. Sebagian lainnya menuju lahan persawahan miliknya.
Setelah di rumahnya mereka tidak menemukan Anto sama sekali begitu pun di lahan persawahannya. Perasaaan khawatir memuncak.
Mulailah mereka mengutuk habis kekeringansebagai penyebab segalanya, termasuk hilangnya Anto. Saat itu muncullah Pardi.
***
"Apapun yang terjadi, padi dan jagung-jagungku tidak boleh sampai layu apalagi luruh dan mati. Mereka harus tetap hidup," batin Anto sambil sesekali mengarahkan pandangan matanya ke atas.
***
"Apa yang terjadi teman-teman?" tanya Pardi seketika.
"Itu, si Anto hilang," jawab Wanto.