Berita Cerpen

Cerpen Arnus Setu: Keringnya Kali Kami

Tempat berukuran kecil dengan dinding dari belahan bambu, lantai dari papan pohon kelapa dan atap dari alang-alang.

ilustrasi/pos-kupang.com
Keringnya Kali Kami 

"Ko bisa? Bukannya kemarin saat kita ke sana masih aman-aman saja."

"Entahlah, yang jelas sebagian warga bilang itu dampak kekeringan, kan sudah lima bulan ini hujan tidak pernah muncul. Dua atau tiga hari lagi pasti air di kali akan kering," kata Tinus kemudian berlalu.

Pria Ini Tewas Tertimpa Dinding Kamar Mandi Saat Perbaiki Septic Tank

Kepergian Pardi menyisakan deretan pertanyaan yang mengusik, juga mendadak daun-daun jagung yang sedang dielusnya terhempas ke tanah. Bagaimana nasib warga di kampung ini?

Kemana para petani harus mencari air untuk mengairi lahan-lahan pertanian ini? Bukankah cepat atau lambat tanpa air yang cukup baik warga maupun tumbuhan-tumbuhan itu akan perlahan-lahan melemah dan mati? Kenikmatan menjelang sore itu seolah raib. Hilang lenyap. Pardi pun hilang diantara kepulan asap pembakaran sampah yang mulai menggumpal di kompleks persawahan.

Teringatlah olehnya sebuah bendungan dekat kali itu dan dua sumur di tengah kampungnya. Bendungan itu telah berjasa bagi lahan persawahan mereka. Dengan adanya bendungan itu, air dapat dialirkan ke saluran irigasi yang ada lalu menuju ratusan hektar sawah. Namun, sudah sepuluh tahun terakhir bendungan itu rusak karena bocor.

Dan belum ada satu pun upaya perbaikan yang datang. Beberapa waktu lalu memang telah ada beberapa orang yang mengamati bendungan itu. Tapi, yang ada malah hanya foto-foto saja, perbaikan tak kunjung datang. Masyarakat setempat bukannya tinggal diam.

Mereka berupaya menutup kebocoran itu dengan meletakkan beberapa karung yang telah diisi pasir pada titik-titik kebocoran.

Namun, upaya itu tak kunjung berhasil. Mereka pun pasrah. Sementara air yang mengalir pun sedikit. Jika kali kering, maka otomatis sawah akanmengering menyusul tanahnya terbelah-belah.

Begini Suasananya Saat Anggota Koramil 1625-02 Aimere Silaturahmi dengan Anggota Polsek Aimere

Lalu, bagaimana nasib para petani? Batin Anto

Sementara dua sumur yang ada belum tentu bisa mencukupi segala kebutuhan warganya. Ia tahu betul satu dari antara kedua sumur itu malah airnya keruh dan tidak bisa digunakan untuk minum.

Otomatis harapan untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka hanya pada satu sumur. Beli air galon atau pasang PAM rasa-rasanya tidak mungkin. Keterbatasan ekonomi terlanjur membelenggu erat.

Sampai di sini, Anto tidak berani berpikir lebih jauh lagi. Ia merebahkan tubuhnya seketika, membiarkan angin kembali menyibak rambut panjangnya. Rasa kantuk pun menyerang.

Meski begitu, keringnya air di kali mulai merenggut kenikmatan menjelang sore itu. Ia terlelap.
Setelah dua hari berlalu, kali itu telah benar-benar kering. Tak ada lagi air yang tersisa. Kepanikan besar mulai melanda seantero kampung itu. Menyisakan derai air mata, isak tangis berlebih, dan deretan pertanyaan yang seolah menggugat keadilan dari sang Khalik. Tangisan pecah kedengaran di mana-mana.

Warga pun mulai berbondong-bondong mengerumuni dua sumur di tengah kampung. Tidak hanya ratusan manusia yang tampak berbaris. Berjejalan pula ratusan ember, jerigen, dan galon yang tak beraturan dan mulai menanti dalam sunyi.

Kemenangan Persib Maung Bandung dari Persipura Tak Didampingi Pelatih Robert Alberts, Ini Masalahnya

Meski dalam situasi batas seperti itu, konflik yang berujung perkelahian pun tak terhindarkan. Masing-masing orang mulai berlomba-lomba untuk berbaris paling depan setiap hari baru tiba. Bahkan ada yang menyimpan katrol pengangkat air sejak semalam.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved