Peneliti Formappi, Lucius Karus: DPR Berlaku Diskriminatif Terhadap Sejumlah RUU, Ini Alasannya

Kata Peneliti Formappi, Lucius Karus: DPR berlaku diskriminatif terhadap sejumlah RUU, ini alasannya

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus saat ditemui di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018). 

Kata Peneliti Formappi, Lucius Karus: DPR berlaku diskriminatif terhadap sejumlah RUU, ini alasannya

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen ( Formappi) Lucius Karus menilai, DPR telah berlaku diskriminatif terhadap sejumlah rancangan undang-undang ( RUU).

Pasalnya, di sisa masa jabatan DPR yang kurang lebih tinggal satu minggu ini, sejumlah RUU prioritas belum juga diselesaikan.

Pemerintah dan DPR Sepakat Permudah Pembebasan Bersyarat Koruptor, Ini Caranya

Sebaliknya, DPR tiba-tiba mengebut pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hingga akhirnya disahkan dalam waktu 11 hari saja.

"Ada perlakuan diskriminatif soal nasib RUU yang dibahas DPR. Banyak yang dibilang (RUU) prioritas tetap saja bernasib sial karena jarang disentuh dan akhirnya nggak selesai-selesai," kata Lucius melalui keterangan tertulis, Selasa (17/9/2019).

Lucius mengatakan, ketimbang buru-buru membahas revisi UU KPK, DPR seharusnya mengejar pembahasan RUU prioritas, misalnya RUU KUHP, RUU Penghapusan Kekerasa Seksual, hingga RUU Larangan Minuman Beralkohol, Namun demikian, faktanya DPR justru seperti kesetanan membahas RUU KPK ini.

TRIBUN WIKKI : Batu Gong Potensi Wisata Baru Desa Labolewa di Nagekeo

Perbedaan cara DPR memperlakukan RUU-RUU itu, kata Lucius, sulit dipahami. Tak heran jika peristiwa ini kemudian memunculkan dugaan adanya kepentingan sepihak dari DPR dan pemerintah.

"Tentu saja ini bencana bagi demokrasi perwakilan kita. Bencana kegagalan wakil rakyat mengemban tugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat," ujar Lucius.

"Pembahasan RUU yang cepat untuk urusan sendiri tidak berbanding lurus dengan RUU untuk kepentingan bangsa atau rakyat," sambungnya.

Lucius menyebut, pembahasan revisi UU KPK yang kilat dan mengangkangi prosedur standard proses pembahasan legislasi membuktikan bahwa DPR dan pemerintah terjebak dalam relasi kompromistis yang transaksional.

Ada banyak isu menumpuk di satu waktu, dengan tendensi kepentingan yang berbeda-beda dari fraksi-fraksi dan pemerintah.

Mulai dari revisi UU KPK, revisi UU MD3, pemilihan calon pimpinan KPK, hingga kursi pimpinan MPR.

Menurut Lucius, kekompakan fraksi dan pemerintah menjadi alarm bahaya akan potensi kesewenang-wenangan. Oleh karenanya, fungsi kontrol perlu dihidupkan lagi.

"Revisi UU tak bisa karena emosi seketika saja. Harus ada penggalian wacana dan pendalaman konsep agar bisa melahirkan terobosan RUU yang berkualitas," tandasnya.

Diberitakan, DPR telah mengesahkan revisi UU KPK. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved